Paul Hazard seorang intelektual Perancis mengatakan "berikan kami buku, berikan kami sayap", ucapannya itu dimuat dalam bukunya, "Books, Children and Men" (1943).  

Ungkapan ini menunjukkan pentingnya membaca buku ditanamkan sejak dini. Berikan kami sayap, sebab melalui buku fantasi dan fiksi ilmiah membuat kita seolah bisa terbang menjelajahi dunia tanpa harus hadir di sana.  

Kita bisa mengalami nuansa Amerika di jaman koboi dengan membaca buku Karl May, "Winetou Kepala Suku Apache".  Kita juga bisa berpetualangang ke luar angkasa, seperti dalam cerita bergambar Tintin yang berjudul "Penjelajahan di Bulan".

Ungkapan dari Paul Hazard sama dengan "buku adalah jendela dunia, membaca adalah kuncinya". Tetapi sayangnya minat baca anak Indonesia sangat rendah, survei UNESCO pada tahun 2014 menyatakan anak Indonesia hanya membaca 27 halaman dalam satu tahun. Padahal jumlah halaman novel anak sebagaian besar hanya 55 - 100 halaman, artinya anak Indonesia tidak pernah menyelesaikan bacaannya.   

Dua tahun sebelumnya tahun 2012, UNESCO menyatakan bahwa minat baca di Indonesia berada pada kisaran indeks 0,001 atau hanya 1 anak diantara 1000 yang mempunyai minat baca.

Di balik rendahnya minat baca, ternyata harus bersaing dengan pengguna internet yang menurut Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) dari total populasi sebanyak 264 juta jiwa penduduk Indonesia, ada sebanyak 171,17 juta jiwa atau sekitar 64.8 persen yang sudah terhubung ke internet, sementara kalau data minat baca tidak berubah di indeks 0,001, maka hanya ada 264 ribu penduduk yang minat bacanya sudah baik. Dengan data ini dapat dipahami mengapa masyarakat dengan mudahnya menyebarkan berita hoaks.

Usia dini menjadi kunci keberhasilan dan keberlanjutan minat baca. Sebab salah satu faktor rendahnya minat baca menurut hasil penelitian yang dimuat di "Jurnal FamilyEdu" (2017), adalah tidak ditemukannya keadaan bahagia dari kegiatan membaca dan menulis saat usia dini.  

Pembelajaran baca dan tulis menjadi penuh ancaman dan tekanan, apalagi ketika calistung dijadikan syarat masuk ke jenjang  sekolah dasar. Anak-anak sesudah selesai sekolah PAUD, harus mengikuti kursus baca dan tulis.  Beruntung Kemdikbud melarang bisa membaca, menulis dan berhitung ini sebagai syarat masuk sekolah dasar.  

Baca juga: Komunitas Pecandu Buku Dorong Minat Baca Remaja

Dari uraian yang telah disampaikan, keluarga memegang kunci kesenangan dalam kegiatan literasi sejak usia dini. Usia dini sering disebut usia emas. Menurut Sigmund Freud kecerdasan anak di bawah usia 5 tahun sedang berkembang pesat, sekitar 50% kecerdasan orang dewasa dimulai di usia 4 tahun.

Para pakar pendidikan usia dini menyampaikan, ciri khas pendidikan usia dini harus menyenangkan, bersifat informal, yaitu anak-anak jangan merasa sedang belajar.
 
Kegiatan membaca pada anak usia dini seperti dikemukan Inten (2016), bukan hanya terpaku secara langsung pada buku, tetapi lebih kepada membaca lingkungan sekitar, seperti membaca tulisan-tulisan yang ada di sekitarnya.  
Demikan halnya dengan dengan kegiatan menulis, kegiatan mencoret-coret pada media selain kertas, termasuk kegiatan menulis untuk anak usia dini.

Peran Keluarga

Anak-anak yang mempunyai minat baca yang tinggi berbanding lurus dengan kebiasaan keluarganya yang memiliki minat baca yang tinggi, dan tentunya kondisi keluarganya juga dalam kondisi yang baik.

Menurut Barratt-Pugh dan Mary Rohl (2000), literasi tidak hanya sekadar kegiatan membaca. Literasi adalah partisipasi anak di dalam lingkungan sosial dan budaya yang membentuk cara pandang, pengetahuan, nilai dan kemampuan komunikasi anak. Lingkungan rumah, sosial, dan budaya  yang menyertai pertumbuhan adalah penentu utama kemampuan literasi anak untuk bekal masa depannya.

Keluarga harus memiliki kemampuan agar kegatan literasi menjadi hal yang membahagiakan anggota keluarganya.  Keluarga yang mempunyai kebiasaan literasi yang tinggi, seperti yang disampaikan dalam teori literasi sebagian besar sudah mempraktekkan kegiatan literasi yang menyenangkan. Ketika anaknya diajak bepergian, masuk ke mall ditunjukkan huruf-huruf.

Melewati toko optik, ditanya mana yang disebut kaca mata. Begitupun ketika berekreasi ke luar kota, sambil menikmati pemandangan, bisa ke daerah pantai atau pegunungan. Otak anak sudah penuh dengan kosa kata, tinggal suatu saat mempraktikan membacanya saja. Anak tidak merasa sedang belajar, semuanya menyenangkan.  

Intinya keluarga harus memiliki berbagai kecakapan literasi, apalagi kecakapan literasi menjadi tuntutan kecakapan abad dua puluh satu.

Kecakapan awal dalam literasi adalah kemampuan mendongeng, sebab mendongeng ini berkaitan erat dengan proses awal memahami identitas. Biasakan anak untuk bercerita atau mendongeng tentang apa saja, orang tua menjadi pendengar yang baik. Sebaliknya kita juga harus menjadi pendongeng yang hebat.

Kegiatan lainnya melalui permainan, ternyata Indonesia kaya dengan permainan yang menuntut kemampuan literasi.  Misal permainan Pancasila 5 Dasar, ada yang menyebut Gagarudaan. Cara bermain dengan menyepakati dulu kategori jawaban, bisa nama buah, kota, binatang dan lain-lain.  
Permainan dimulai dengan meneriakkan Pancasila 5 Dasar. Minimal  pemain dua orang, mereka mengasongkan jarinya, minimal satu jari, maksimal 10 jari.

Selanjutnya mengeja huruf dari mulai A, B dan seterusnya, di atas jari yang diasongkan, sampai di jari terakhir, misalnya ejaan berhenti di huruf G, lalu pemain menyebutkan jawaban sesuai kategori yang disepakati di awal.  

Misal kategorinya tentang binatang, maka ada yang menjawab gajah, gagak, jika ada yang tidak bisa menjawab, maka terkena hukuman. Hukuman harus yang bersifat mendidik, misalnya jika anak sudah bisa membaca, bacalah satu halaman buku dengan cara mengeraskan suara.

Baca juga: Disdik Bogor Instruksikan Guru Periksa Buku Pelajaran

Begitu seterusnya setiap pemain yang gagal menjawab melanjutkan bacaan tadi. Tentunya bahan bukunya yang sesuai dengan usia anak. Seperti permainan tradisional lainnya, ternyata permainan ini sudah bisa diunduh di Play Store.

Sisihkan rejeki dan luangkan waktu untuk mengajak anak ke toko buku, berikan uangnya untuk dikelola anak.  

Anak memilih buku sesuai uang yang kita berikan, jika ada kembalian maka menjadi miliknya untuk ditabung. Ada dua pembelajaran literasi sekaligus, yaitu literasi bahan bacaan dan literasi finansial. Kecuali tentunya buku-buku tertentu yang sudah jauh hari direncanakan untuk dibeli.  
Bisa juga mengajak anak ke perpustakaan, sebagai bagian dari rekreasi, buatkan kartunya sehingga ada kebanggaan.  
Kegiatan kunjungan ke perpustakaan dapat menghemat pengeluaran untuk membeli buku, dan uangnya dapat ditabungkan atau digunakan untuk kebutuhan lainnya.

Sebagai orang tua bisa juga mengusulkan ke sekolah agar setiap anak menyelesaikan bacaan tertentu sesuai dengan tingkatan kelasnya. Dengan sinergi antara orang tua dan pihak sekolah diharapkan meningkatkan kemampuan literasi anak-anak kita. (RLs/ANT-BPJ).    

*). Guru SMA Bina Bangsa Sejahtera Kota Bogor, Sekretaris Badan Musyawarah Perguruan Swasta Kota Bogor.

Pewarta: Oleh: Syabar Suwardiman, S.Sos., M.Kom *)

Editor : M. Tohamaksun


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2019