Bogor (Antaranews Bogor) - Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Susilo Siswoutomo optimis pengembangan Kemiri Sunan sebagai Bahan Bakar Nabati (BBN) mampu menjawab kebutuhan biodiesel di Indonesia.

"Saya yakin 150 persen, Kemiri Sunan bisa menjawab kebutuhan biodiesel di negara kit," ujar Susilo dalam acara pertemuan lapangan pemanfaatan Kemiri Sunan sebagai BBN di Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegaran, Kementerian Pertanian, Parung Kuda, Sukabumi, Sabtu.

Susilo menyebutkan untuk bisa menjawab tantangan tersebut, pihaknya akan mendorong koorporasi dan pemerintah kabupaten kota untuk bisa mengembangkan penanaman Kemiri Sunan di wilayahnya.

"Terutama untuk daerah sulit bahan bakar minya (BBM) solar, bisa dikembangkan penanaman Kemiri Sunan. Karena hanya 50 hektar lahan saja bisa menghasilkan 50 ton liter biodiesel perhari," katanya.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral bekerja sama dengan Kementerian Pertanian untuk mengembangkan budi daya Kemiri Sunan sebagai BBN penghasil biodisel.

Pengembangan Kemiri Sunan sebagai bahan baku biodisel tidak hanya dilakukan dilahan industri tapi juga bisa dilakukan di lahan bekas tambang.

"Ini bisa dimanfaatkan selain mendorong produksi biodisel, memanfaatkan lahan bekas tambang juga bagian penyelamatan lingkungan, penghijauan dan reklamasi," ujar Wamen-ESDM.

Wamen menyebutkan, sejumlah perusahaan tambang akan disarankan mereklamasi lahan bekas tambangnya untuk menanam Kemiri Sunan sehingga hasilnya bisa dimanfaatkan secara bersama-sama.

Menurut Wamen, upaya pengembangan Kemiri Sunan perlu didukung. Mengingat penggunaan biodiesel sebagai subtitusi pengganti solar dalam membantu mengurangi ketergantungan impor BBM yang dilakukan selama ini.

Wamen menyebutkan, mengurangi ketergantungan impor BBM dapat ditolong dari produksi biodiesel. Saat ini produksi biodisel baru sekitar 100.000 barel per hari.

Wamen ESDM mengatakan, defisit perdagangan Indonesia saat ini sebesar 10 miliar USD atau sekitar Rp100 triliun.

Defisit belanja tersebut berasal dari impor BBM, dimana setiap tahunnya membutuhkan 350.000 barel minyak mentah impor untuk menutupi kebutuhan sebesar 1 juta barel, sementara produksi maksimum pertamina hanyar 860.000 barel per tahunnya.

Jumlah tersebut diperkirakan naik setiap tahunnya seiring bertambahnya jumlah penduduk yang membutuhkan energi yang diperkirakan meningkat sebesar 8 persen setiap tahunnya, artinya dengan adannya peningkatan kebutuhan energi mendorong meningkatnya kebutuhan minyak sementara produksi dalam negeri masih minim sehingga dibutuhkan penambahan impor.

Tingginya impor BBM tersebut, lanjut Susilo, perlu ditekan untuk menyelamatkan defisit perdagangan Indonesia salah satunya dengan meningkatkan produksi biodiesel sebagai subtitusi pengganti solar.

"Dengan memanfaatkan biodiesel kita bisa menghemat anggaran dari impor BBM," ujar Wakil Menteri ESDM.

Pewarta: Oleh Laily Rahmawati

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2013