Pembangunan kesehatan dalam periode 2015-2019 difokuskan pada empat program prioritas yaitu penurunan angka kematian ibu dan bayi, penurunan prevalensi balita pendek (stunting), pengendalian penyakit menular dan pengendalian penyakit menular dan pengendalian penyakit tidak menular.

Upaya peningkatan status gizi masyarakat termasuk penurunan prevalensi balita pendek menjadi salah satu prioritas pembangunan nasional yang tercantum dalam sasaran pokok Rencana Pembangunan Jangka Menengah Tahun 2015-2019.

Target penurunan prevalensi stunting (pendek dan sangat pendek) pada anak baduta (bawah dua tahun) adalah menjadi 28% (Kemkes RI,2016).

Stunting pada balita perlu menjadi perhatian khusus karena dapat menghambat perkembangan fisik dan mental anak. Stunting berkaitan dengan peningkatan risikokesakitan dan kematian serta terhambatnya pertumbuhan kemampuan motorik dan mental.

Balita yang mengalami stunting memiliki risiko terjadinya penurunan kemampuan intelektual, produktivitas, dan peningkatan risiko penyakit degeneratif di masa mendatang.

Angka stunting di Indonesia sebesar 30,8% (3 dari 10 anak). Angka stunting untuk Kota Bogor sebesar 27,8 % (Riskesdas,2018).

Stunting di Puskesmas Mulyaharja menunjukan adanya peningkatan dari tahun 2017 sebanyak 73 balita, sedangkan pada tahun 2018 ada 109 balita stunting. Stunting pada anak balita merupakan konsekuensi dari beberapa faktor yang sering dikaitkan dengan kemiskinan termasuk gizi, kesehatan, sanitasi dan lingkungan.
Pemeriksaan dan penyuluhan Ibu dan balita dengan metode Zimba di Puskesmas Mulyaharja Kota Bogor, Jawa Barat.

Ada 5 (lima) faktor utama penyebab stunting yaitu kemiskinan, sosial dan budaya, peningkatan paparan terhadap penyakit infeksi, kerawanan pangan dan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan.

Faktor penyebab stunting terdiri dari faktor basic seperti faktor ekonomi dan pendidikan ibu, kemudian faktor intermediet seperti jumlah anggota keluarga, tinggi badan ibu, usia ibu, dan jumlah anak ibu.

Selanjutnya adalah faktor proximal seperti pemberian ASI ekslusif, usia anak dan BBLR (Darteh dkk, 2014). Angka lulus asi eksklusif pada bayi di wilayah kerja Puskesmas Mulyaharja sangat rendah yaitu hanya sebesar 40,5% dengan pendidikan masyarakat  sebagian besar kelulusan SD dan SMP.

Dengan adanya masalah-masalah diatas Puskesmas Mulyaharja Kecamatan Bogor Selatan  melakukan berbagai upaya dalam pencegahan stunting salah satunya mengadakan gerakan peduli stunting yang disingkat “Geulis”.

Dimana gerakan tersebut berupa kelas geulis yang terdiri dari sosialisasi asi eksklusif, sosialisasi pemberian makan bayi dan anak balita, sosialisasi pesan gizi seimbang dengan metode zimba dan komitmen dukung asi eksklusif.

Program “Geulis” (gerakan peduli stunting) sebagai percontohan dilaksanakan di Posyandu Kemuning RW 11 Kelurahan Mulyaharja yang merupakan posyandu dengan balita stunting terbanyak di wilayah Puskesmas Mulyaharja. Program geulis dilaksanakan dalam 3 kali pertemuan dengan jumlah peserta 10 ibu dari balita stunting.

Kegiatan Geulis yang dilaksanakan di Puskesmas Mulyaharja diantaranya  berupa sub-sub  kegiatan seperti pemantauan pertumbuhan dan perkembangan balita di posyandu, sosialisasi ASI eksklusif,  sosialisasi gizi seimbang dengan metode zimba, pemilihan duta geulis, sosialisasi pemberian makanan bayi dan anak balita, serta tidak kalah penting komitmen dan dukungan lintas program dan lintas sektor dalam mendukung pencegahan stunting.

Gizi seimbang masih belum diketahui banyak orang (dulu istilahnya “empat sehat lima sempurna”) dikarenakan kata-kata dalam pesan gizi seimbang yang agak sulit dihafalkan dan dipahami masyarakat.
Petugas sedang memberikan kelas gizi kepada Ibu dan anak di Puskesmas Mulyaharja Kota Bogor, Jawa Barat.

Maka Puskesmas Mulyaharja melalui nutrisionis-nya melakukan sosialisasi pesan gizi seimbang dengan Metode Zimba. Zimba adalah permainan dengan dadu dan kartu yang didalamnya terdapat informasi tentang gizi seimbang.

Tujuan penggunaan metode zimba adalah untuk memudahkan pemahaman masyarakat dengan segala usia dan pendidikan dalam membedakan jenis zat gizi dibantu dengan warna-warna yang berbeda dikartu.

Metode zimba ini hanya dikembangkan di Kota Bogor sehingga layak dikatakan sebagai inovasi Kota Bogor.

Dalam paparan di atas disampaikan bahwa salah satu keberhasilan “Geulis” dalam pencegahan stunting adalah adanya dukungan dan komitmen dari lintas program dan lintas sektor.

Dukungan lintas program seperti program kesehatan lingkungan (berupa sosialisasi jamban sehat dan akses sanitasi layak dan inspeksi sanitasi rumah sehat), program promosi kesehatan (berupa sosialisasi PHBS, 1000 hari pertama kehidupan,dll), program kesehatan ibu dan anak (berupa optimalisasi kelas ibu hamil dan kelas ibu balita), dan program imunisasi (berupa sosialisasi imunisasi dasar).

Sedangkan dukungan dan komitmen dari lintas sektor (pimpinan wilayah/camat/lurah/RT/RW) diantaranya berupa mengeluarkan surat edaran dan surat keputusan tentang Tim Pencegahan dan Penanggulangan Stunting, dukungan untuk sosialisasi dan peningkatan kapasitas Posyandu dan kader, dll.

Adapun dukungan dan komitmen dari stake holder (TP PKK, Tokoh agama dan tokoh masyarakat diantaranya tergabung dalam Tim Pencegahan dan Penanggulangan Stunting melalui “Geulis”, aktif membantu sosialisasi di berbagai kesempatan dan event dan memotivasi serta mengajak masyarakat untuk hadir di berbagai kelas penyuluhans serta pelayanan.
    
Harapannya, dengan rutin mengikuti “Geulis” terutama sosialisasi gizi seimbang menggunakan metode zimba, maka masyarakat/ibu bayi dan balita dapat lebih memahami tentang pesan gizi seimbang, memberikan ASI ekslusif, serta dapat memilih makanan dan membuat makanan dengan tekstur dan porsi yang sesuai sekaligus memberikan ASI Ekslusif pada bayi 0-6 bulan sehingga dapat terhindar dari stunting.  

Bogor sehat…..
   
Oleh: Putri Kusuma Jenari, AMd.Gizi, Nutrisionis Puskesmas Mulyaharja  Kota Bogor, Jawa Barat.

Pewarta: Oleh: Putri Kusuma Jenari, AMd.Gizi

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2019