Pemerintah Kabupaten Bekasi, Jawa Barat terus mengoptimalkan pendapatan sektor pajak air tanah yang dinilai masih belum maksimal dan tidak mencapai target dalam beberapa tahun terakhir.
Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Bekasi, Herman Hanafi di Cikarang, Selasa mengatakan, pendapatan dari sektor pajak air tanah masih terus diupayakan agar bisa mencapai target yang sudah ditetapkan.
"Kita terus gali potensi pajaknya, kita sedang upayakan di tahun ini mencapai target yang ditetapkan," katanya.
Berdasarkan catatan Bapenda Kabupaten Bekasi, perolehan pajak air tanah pada tahun 2016 mencapai Rp4,1 miliar atau 93,26 persen dari target sebesar Rp4,5 miliar. Di tahun 2017 menurun menjadi Rp3,6 miliar atau sebesar 81,15 persen dari target yang sama di tahun sebelumnya.
Sementara tahun 2018 hampir mencapai target yang ditetapkan yakni Rp4,1 miliar dari target Rp4,5 miliar atau sebesar 93 persen. Untuk itu, potensi pendapatan tahun ini terus digenjot agar sesuai dengan penegakan amanah Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Bekasi nomor 5 tahun 2018 tentang Pajak Daerah.
Baca juga: Pembangunan fasilitas air wujud APBN berkeadilan sosial
Herman mengaku tidak tercapainya target pajak air tanah disebabkan banyak pelaku industri nakal yang tidak membayar retribusi penggunaan air tanah. Saat ini, tercatat hanya ada 300 wajib pajak atau perusahaan yang membayar pajak air tanah.
Wakil Ketua I DPRD Kabupaten Bekasi, Jejen Sayuti menyatakan, retribusi pajak dari sektor air tanah belum tergali secara maksimal oleh pemerintah daerah setiap tahunnya padahal pajak itu seharusnya menjadi lumbung Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Menurut dia, setiap industri yang berdiri membutuhkan air untuk menjalankan usahanya namun kompensasi yang didapat pemerintah daerah jauh dari harapan.
"Bahkan dugaan saya, salah satu penyebab kekeringan di Kabupaten Bekasi ditengarai adanya eksploitasi air tanah skala besar sehingga berdampak pada minimnya volume air bawah tanah," katanya.
Berdasarkan LKPJ Bupati Bekasi 2018, disebutkan beberapa perusahaan yang menikmati air tanah sebagai pendukung bisnisnya di antaranya Bekasi Fajar Industrial Estate, Lippo Cikarang, Puradelta Lestari (GIIC), Jababeka, dan PT Multi Karya Hasil Prima (Marunda Center).
Kemudian Kawasan Industri Terpadu Indonesia China (KITIC), Kawasan Megapolitan Manunggal Industrial Development (MM2100), Kawasan East Jakarta Industrial Park (EJIP), Hyundai Inti Development, serta Gobel Dharma Nusantara.
"Bekasi ini kota Industri, mereka pelaku industri baik rumahan maupun pabrikan pasti menggunakan air untuk kebutuhan komersil. Baik yang bersumber dari PDAM, air permukaan, air tanah maupun WTP swasta, harus diawasi penggunaanya," ungkapnya.
Apalagi berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) lebih dari 2.000 perusahaan berada di kawasan industri tersebut namun hanya ada 300 perusahaan yang berizin menggunakan air tanah.
"Ini yang menjadi perhatian kita semua, harusnya perusahaan yang memanfaatkan air harus memberikan kontribusi besar ke daerah," kata Jejen.
Baca juga: Pemkab Bekasi bangun 95 sumur bor air tanah
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2019
Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Bekasi, Herman Hanafi di Cikarang, Selasa mengatakan, pendapatan dari sektor pajak air tanah masih terus diupayakan agar bisa mencapai target yang sudah ditetapkan.
"Kita terus gali potensi pajaknya, kita sedang upayakan di tahun ini mencapai target yang ditetapkan," katanya.
Berdasarkan catatan Bapenda Kabupaten Bekasi, perolehan pajak air tanah pada tahun 2016 mencapai Rp4,1 miliar atau 93,26 persen dari target sebesar Rp4,5 miliar. Di tahun 2017 menurun menjadi Rp3,6 miliar atau sebesar 81,15 persen dari target yang sama di tahun sebelumnya.
Sementara tahun 2018 hampir mencapai target yang ditetapkan yakni Rp4,1 miliar dari target Rp4,5 miliar atau sebesar 93 persen. Untuk itu, potensi pendapatan tahun ini terus digenjot agar sesuai dengan penegakan amanah Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Bekasi nomor 5 tahun 2018 tentang Pajak Daerah.
Baca juga: Pembangunan fasilitas air wujud APBN berkeadilan sosial
Herman mengaku tidak tercapainya target pajak air tanah disebabkan banyak pelaku industri nakal yang tidak membayar retribusi penggunaan air tanah. Saat ini, tercatat hanya ada 300 wajib pajak atau perusahaan yang membayar pajak air tanah.
Wakil Ketua I DPRD Kabupaten Bekasi, Jejen Sayuti menyatakan, retribusi pajak dari sektor air tanah belum tergali secara maksimal oleh pemerintah daerah setiap tahunnya padahal pajak itu seharusnya menjadi lumbung Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Menurut dia, setiap industri yang berdiri membutuhkan air untuk menjalankan usahanya namun kompensasi yang didapat pemerintah daerah jauh dari harapan.
"Bahkan dugaan saya, salah satu penyebab kekeringan di Kabupaten Bekasi ditengarai adanya eksploitasi air tanah skala besar sehingga berdampak pada minimnya volume air bawah tanah," katanya.
Berdasarkan LKPJ Bupati Bekasi 2018, disebutkan beberapa perusahaan yang menikmati air tanah sebagai pendukung bisnisnya di antaranya Bekasi Fajar Industrial Estate, Lippo Cikarang, Puradelta Lestari (GIIC), Jababeka, dan PT Multi Karya Hasil Prima (Marunda Center).
Kemudian Kawasan Industri Terpadu Indonesia China (KITIC), Kawasan Megapolitan Manunggal Industrial Development (MM2100), Kawasan East Jakarta Industrial Park (EJIP), Hyundai Inti Development, serta Gobel Dharma Nusantara.
"Bekasi ini kota Industri, mereka pelaku industri baik rumahan maupun pabrikan pasti menggunakan air untuk kebutuhan komersil. Baik yang bersumber dari PDAM, air permukaan, air tanah maupun WTP swasta, harus diawasi penggunaanya," ungkapnya.
Apalagi berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) lebih dari 2.000 perusahaan berada di kawasan industri tersebut namun hanya ada 300 perusahaan yang berizin menggunakan air tanah.
"Ini yang menjadi perhatian kita semua, harusnya perusahaan yang memanfaatkan air harus memberikan kontribusi besar ke daerah," kata Jejen.
Baca juga: Pemkab Bekasi bangun 95 sumur bor air tanah
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2019