Sebanyak 11 mahasiswa dari mancanegara ikut serta dalam kegiatan 'Summer Course' guna memelajari soal ternak di Kampus Sekolah Vokasi (SV) Institut Pertanian Bogor (IPB), di Bogor Jawa Barat.
Wakil Dekan Akademik Kemahasiswaan Fakultas Peternakan SV IPB, Dr Bagus Priyo Purwanto di Bogor Senin (8/4/2019) mengatakan, salah satu ilmu yang dipelajari yaitu mengenai cara beternak hewan dengan teknologi berskala kecil.
Bagus Priyo Purwanto menjelaskan lebih lanjut, kesebelas mahasiswa itu terdiri atas delapan mahasiswa dari Melbourne University, dua mahasiswa Van Hall Larenstein Belanda, serta satu mahasiswa dari Supagro Perancis.
Kemudian, ada 10 mahasiswa lainnya dari SV IPB juga ikut serta dalam Summer Course yang digelar mulai Minggu 7 April 2019 sampai dengan 12 April 2019 itu.
"Ini untuk meningkatkan kerja sama dan pertukaran budaya. Beberapa hal yang kita lakukan selain kuliah di kelas akan mengadakan kunjungan ke lapangan," katanya.
Bagus mengatakan pula, melalui kerja sama ini SV IPB ingin menunjukkan bahwa teknologi peternakan yang digunakan masyarakat Indonesia tidak kalah dengan yang digunakan oleh negara tetangga. Terlebih lagi menurutnya, teknologi yang digunakan peternak Indonesia bisa dilakukan skala kecil.
"Kita tunjukkan bahwa kita tidak kalah dengan teknologi mereka. Kita ingin tunjukkan ke mereka. Kita ternak itik lokal, puyuh yang skala kecil. Kalau Australi besar-besar," kata Bagus lagi.
Tidak menimbulkan efek rumah kaca
Ia juga mengaku melalui kegiatan itu ingin membuktikan bahwa teknologi berbasis rumah ternak ini tidak menimbulkan efek rumah kaca.
Karena, katanya lagi, belakangan Indonesia disebut-sebut menyumbang efek rumah kaca yang cukup besar dari peternakan.
"Gas rumah kaca, katanya peternakan penyumbang gas rumah kaca terbesar, tapi kita tunjukkan bahwa kita tidak menyumbang itu. Polusi kendaraan justru yang menyebabkan itu," tuturnya.
Bagus menerangkan pula, tudingan itu akan terjawab ketika para mahasiswa mancanegara tersebut mengikuti kelas di SV IPB selama enam hari ke depan.
Terlebih lagi, akan diadakan peninjauan langsung ke lapangan di sela-sela perkuliahan.
Karena itu ia mengharapkan melalui program ini mahasiswa dapat mengasah keterampilan dalam mengidentifikasi peluang dan tantangan, serta mengidentifikasi model sistem peternakan berkelanjutan di masa depan.
"Melalui kegiatan ini juga peluang kolaborasi antara IPB dengan institusi asal mahasiswa dan para pembicara dari luar negeri juga secara tidak langsung dapat tercipta," tuturnya. (NT-BPJ).
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2019
Wakil Dekan Akademik Kemahasiswaan Fakultas Peternakan SV IPB, Dr Bagus Priyo Purwanto di Bogor Senin (8/4/2019) mengatakan, salah satu ilmu yang dipelajari yaitu mengenai cara beternak hewan dengan teknologi berskala kecil.
Bagus Priyo Purwanto menjelaskan lebih lanjut, kesebelas mahasiswa itu terdiri atas delapan mahasiswa dari Melbourne University, dua mahasiswa Van Hall Larenstein Belanda, serta satu mahasiswa dari Supagro Perancis.
Kemudian, ada 10 mahasiswa lainnya dari SV IPB juga ikut serta dalam Summer Course yang digelar mulai Minggu 7 April 2019 sampai dengan 12 April 2019 itu.
"Ini untuk meningkatkan kerja sama dan pertukaran budaya. Beberapa hal yang kita lakukan selain kuliah di kelas akan mengadakan kunjungan ke lapangan," katanya.
Bagus mengatakan pula, melalui kerja sama ini SV IPB ingin menunjukkan bahwa teknologi peternakan yang digunakan masyarakat Indonesia tidak kalah dengan yang digunakan oleh negara tetangga. Terlebih lagi menurutnya, teknologi yang digunakan peternak Indonesia bisa dilakukan skala kecil.
"Kita tunjukkan bahwa kita tidak kalah dengan teknologi mereka. Kita ingin tunjukkan ke mereka. Kita ternak itik lokal, puyuh yang skala kecil. Kalau Australi besar-besar," kata Bagus lagi.
Tidak menimbulkan efek rumah kaca
Ia juga mengaku melalui kegiatan itu ingin membuktikan bahwa teknologi berbasis rumah ternak ini tidak menimbulkan efek rumah kaca.
Karena, katanya lagi, belakangan Indonesia disebut-sebut menyumbang efek rumah kaca yang cukup besar dari peternakan.
"Gas rumah kaca, katanya peternakan penyumbang gas rumah kaca terbesar, tapi kita tunjukkan bahwa kita tidak menyumbang itu. Polusi kendaraan justru yang menyebabkan itu," tuturnya.
Bagus menerangkan pula, tudingan itu akan terjawab ketika para mahasiswa mancanegara tersebut mengikuti kelas di SV IPB selama enam hari ke depan.
Terlebih lagi, akan diadakan peninjauan langsung ke lapangan di sela-sela perkuliahan.
Karena itu ia mengharapkan melalui program ini mahasiswa dapat mengasah keterampilan dalam mengidentifikasi peluang dan tantangan, serta mengidentifikasi model sistem peternakan berkelanjutan di masa depan.
"Melalui kegiatan ini juga peluang kolaborasi antara IPB dengan institusi asal mahasiswa dan para pembicara dari luar negeri juga secara tidak langsung dapat tercipta," tuturnya. (NT-BPJ).
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2019