Jakarta (Antara) - Relawan Indonesia untuk Palestina di Jalur Gaza Abdillah Onim mengemukakan bahwa penutupan terowongan-terowongan yang terbentang antara Gaza, Palestina dan Mesir membuat kehidupan warga di kawasan itu semakin sulit
"Padahal terowongan tersebut bagi warga Gaza adalah urat nadi dan nafas mereka untuk mendapatkan bahan makanan dan bertahan hidup," katanya saat menghubungi Antara dari Gaza, Senin.
Abdillah Onim sendiri, sebelumnya bekerja sebagai relawan Organisasi kegawatdaruratan kesehatan "Medical Emergency Rescue Committee" (MER-C) Indonesia yang membangun Rumah Sakit Indonesia di Gaza.
Kini, ia juga tercatat sebagai pekerja media stasiun televisi di Indonesia yang menetap di Gaza dan menikah dengan wanita Palestina serta menjadi relawan independen.
Ia menjelaskan bahwa sehari setelah kudeta militer Mesir atas Presiden Muhammad Mursi, yang juga menjelang Ramadhan 1434 Hijriah tiba, militer mengirimkan pasukan tambahan untuk menjaga pintu perlintasan Rafah.
Seruan lima hari penutupan pintu Rafah pun dilakukan oleh militer Mesir diikuti seruan pembongkaran dan penghancuran terowongan mulai dilakukan.
Puluhan terowongan yang terbentang antara Gaza dan Mesir pun hancur berantakan.
Ia menjelaskan lebih dari 1,7 juta jiwa jumlah penduduk Gaza bisa dikatakan 99 persen kebutuhan makan dan minum serta hidup mereka mengandalkan terowongan tersebut.
Wilayah Gaza hanya seluas 360 kilometer persegi dengan panjang wilayah 47 kilo meter itu keberadaannya diapit oleh bagian barat Gaza pantai lautan bebas yang dijaga ketat oleh puluhan kapal perang militer Israel
Di bagian timur Gaza terbentang panjangnya kawat berduri yang bermuatan listrik tegangan tinggi serta terlihat pos penembak jitu tentara Israel, yang tersebar dan menekan pelatuk senjata bagi petani Gaza yang beraktivitas di lahan milik warga Gaza.
Sedangkan di bagian utara Gaza terbentang tembok yang sangat kokoh dengan tinggi tembok 19 meter dan di atas tembok tersedia pos penembak jitu tentara Israel.
"Satu-satunya perbatasan atau akses bagi warga Gaza yaitu di daerah selatan Gaza yang berbatasan langsung dengan wilayah Mesir," katanya dan menambahkan bahwa pasca-kudeta di Mesir, jalur itu pun ditutup.
Abdillah Onim menjelaskan sebagai relawan Indonesia yang telah menetap di Gaza sejak empat tahun terakhir dan menikah dengan muslimah Gaza serta sudah dikarunia seorang putri usia 1,4 tahun yang diberi nama Filindo (Filistin-Indonesia), dirinya agak kewalahan dan bingung karena pintu perlintasan Rafah pun ditutup.
"Bagi warga asing diperketat, tidak diizinkan merapat/menuju Rafah, dan dan tidak boleh masuk ke Gaza melalui pintu Rafah," katanya.
Ia menceritakan bahwa ada temannya mahasiswa di Kairo yang berniat pergi ke Rafah untuk menjemput seorang relawan MER-C, akan tetapi baru sampai jembatan Terusan Suez pihak militer Mesir menyuruh balik arah dan kembali ke Kairo.
Namun, kata dia, pada bulan suci Ramadhan 1434 H, bertepatan dengan terowongan dihancurkan oleh militer Mesir serta pintu Rafah ditutup ternyata masih ada kondisi yang menguntungkan.
"Alhamdulillah wilayah Gaza sedang musim sayur mayur dan buah-buahan di mana warga menjadikan sebagai bahan untuk bertahan hidup dan memenuhi kebutuhan dalam beberapa hari saja," katanya.
Ia menambahkan kebutuhan itu bukan selama bulan Ramadhan, karena sayur dan buah-buahan tersebut pun jumlahnya tidak terlalu diandalkan.
Selama ini, katanya, warga Gaza mengandalkan bahan makanan pasokanya dari luar Gaza yaitu di masukkan melalui terowongan.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2013
"Padahal terowongan tersebut bagi warga Gaza adalah urat nadi dan nafas mereka untuk mendapatkan bahan makanan dan bertahan hidup," katanya saat menghubungi Antara dari Gaza, Senin.
Abdillah Onim sendiri, sebelumnya bekerja sebagai relawan Organisasi kegawatdaruratan kesehatan "Medical Emergency Rescue Committee" (MER-C) Indonesia yang membangun Rumah Sakit Indonesia di Gaza.
Kini, ia juga tercatat sebagai pekerja media stasiun televisi di Indonesia yang menetap di Gaza dan menikah dengan wanita Palestina serta menjadi relawan independen.
Ia menjelaskan bahwa sehari setelah kudeta militer Mesir atas Presiden Muhammad Mursi, yang juga menjelang Ramadhan 1434 Hijriah tiba, militer mengirimkan pasukan tambahan untuk menjaga pintu perlintasan Rafah.
Seruan lima hari penutupan pintu Rafah pun dilakukan oleh militer Mesir diikuti seruan pembongkaran dan penghancuran terowongan mulai dilakukan.
Puluhan terowongan yang terbentang antara Gaza dan Mesir pun hancur berantakan.
Ia menjelaskan lebih dari 1,7 juta jiwa jumlah penduduk Gaza bisa dikatakan 99 persen kebutuhan makan dan minum serta hidup mereka mengandalkan terowongan tersebut.
Wilayah Gaza hanya seluas 360 kilometer persegi dengan panjang wilayah 47 kilo meter itu keberadaannya diapit oleh bagian barat Gaza pantai lautan bebas yang dijaga ketat oleh puluhan kapal perang militer Israel
Di bagian timur Gaza terbentang panjangnya kawat berduri yang bermuatan listrik tegangan tinggi serta terlihat pos penembak jitu tentara Israel, yang tersebar dan menekan pelatuk senjata bagi petani Gaza yang beraktivitas di lahan milik warga Gaza.
Sedangkan di bagian utara Gaza terbentang tembok yang sangat kokoh dengan tinggi tembok 19 meter dan di atas tembok tersedia pos penembak jitu tentara Israel.
"Satu-satunya perbatasan atau akses bagi warga Gaza yaitu di daerah selatan Gaza yang berbatasan langsung dengan wilayah Mesir," katanya dan menambahkan bahwa pasca-kudeta di Mesir, jalur itu pun ditutup.
Abdillah Onim menjelaskan sebagai relawan Indonesia yang telah menetap di Gaza sejak empat tahun terakhir dan menikah dengan muslimah Gaza serta sudah dikarunia seorang putri usia 1,4 tahun yang diberi nama Filindo (Filistin-Indonesia), dirinya agak kewalahan dan bingung karena pintu perlintasan Rafah pun ditutup.
"Bagi warga asing diperketat, tidak diizinkan merapat/menuju Rafah, dan dan tidak boleh masuk ke Gaza melalui pintu Rafah," katanya.
Ia menceritakan bahwa ada temannya mahasiswa di Kairo yang berniat pergi ke Rafah untuk menjemput seorang relawan MER-C, akan tetapi baru sampai jembatan Terusan Suez pihak militer Mesir menyuruh balik arah dan kembali ke Kairo.
Namun, kata dia, pada bulan suci Ramadhan 1434 H, bertepatan dengan terowongan dihancurkan oleh militer Mesir serta pintu Rafah ditutup ternyata masih ada kondisi yang menguntungkan.
"Alhamdulillah wilayah Gaza sedang musim sayur mayur dan buah-buahan di mana warga menjadikan sebagai bahan untuk bertahan hidup dan memenuhi kebutuhan dalam beberapa hari saja," katanya.
Ia menambahkan kebutuhan itu bukan selama bulan Ramadhan, karena sayur dan buah-buahan tersebut pun jumlahnya tidak terlalu diandalkan.
Selama ini, katanya, warga Gaza mengandalkan bahan makanan pasokanya dari luar Gaza yaitu di masukkan melalui terowongan.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2013