Cikarang, Bekasi (Antaranews Megapolitan) - Pengacara kondang, Habib Muannas mendesak Pemerintah Kabupaten Bekasi, Jawa Barat segera mencari solusi terhadap permasalahan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Burangkeng, Kecamatan Setu.

Hal itu menyusul luapan emosi warga Desa Burangkeng yang menganggap Pemkab Bekasi tak berdaya mengatasi masalah kelebihan kapasitas (overload) TPA.

"Saya minta agar Plt. Bupati Eka Supria Atmaja segera mencari solusi," kata Muannas di Cikarang, Kamis.

Menurut dia, jika kepala daerah mau menaruh perhatian khusus untuk warga Desa Burangkeng, maka dipastikan akan mendapatkan titik temu.

"Masalah TPA ini tidak hanya bisa dikerjakan satu dinas saja, harus keroyokan, nah hal ini harus Bupati langsung yang turun," ucapnya.

Muannas juga meminta Pemkab Bekasi mencari solusi agar TPA Burangkeng dapat dikelola secara modern. Saat ini TPA masih menggunakan sistem open dumping, padahal seharusnya menggunakan sistem sanitary landfill yang lebih aman dan steril.

"Kabupaten Bekasi ini memang sudah darurat sampah. TPA Burangkeng sudah tidak bisa lagi menampung dan harus dicarikan opsi tempat lain untuk dijadikan TPA," jelasnya.

Setiap hari TPA Burangkeng menampung 750 ton sampah dari sekitar 130 truk yang hilir mudik. Selain persoalan overload, TPA Burangkeng juga menghadapi persoalan lahan yang terbatas.

Penambahan luas TPA sebanyak 20 sampai 30 hektare masih terganjal Peraturan Daerah mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah.

"Permasalahan sampah ini harus segera dicari solusi. Jangan sampai warga Burangkeng dirugikan dan dapat berdampak buruk akibat overload-nya TPA," ujarnya.

Muannas juga menyoroti keluhan warga Burangkeng lainnya yang merasa tidak diperhatikan pemerintah daerah. Caleg DPR RI dari PSI ini menyebut wajar jika warga Burangkeng marah kemudian mengancam akan menutup TPA.

"Warga Burangkeng ini kan menuntut hal yang normatif yakni adanya kompensasi. Dan itu memang sudah ada aturannya," katanya.

Muannas mengaku sudah mendengar permasalahan TPA yang beroperasi sejak 16 Agustus 1996 itu dari timnya. Dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 Pasal 25 tentang Kompensasi, pemerintah dapat memberikan kompensasi sebagai akibat dampak negatif yang ditimbulkan kegiatan penanganan sampah di tempat pemrosesan akhir sampah.

Kemudian diperkuat lagi dengan Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 Pasal 31, bahwa dampak negatif yang ditimbulkan kegiatan pemrosesan akhir sampah meliputi pencemaran air, udara, tanah, longsor, kebakaran dan lainnya.

"Ternyata memang kompensasi untuk warga itu tidak ada. Berbeda dengan Bantar Gerbang (Kota Bekasi) yang mendapatkan kompensasi," kata dia.

Ia mengaku miris terhadap kondisi TPA seluas 11,7 hektare yang dijadikan pembuangan sampah dari 23 Kecamatan di Kabupaten Bekasi itu.

"Sekarang di Burangkeng itu hanya ada puskesmas pembantu (pustu), apakah sanggup menjamin fasilitas kesehatan dengan hadirnya pusat sampah di desa itu," tandasnya.

Pewarta: Pradita Kurniawan Syah

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2019