Palembang (Antaranews Sumsel/Megapolitan) - Sumatera Selatan sejak lama dikenal sebagai daerah yang menggantungkan perekonomiannya hanya pada dua sektor yakni pertambangan dan perkebunan.
Namun, jika merujuk kondisi terbaru, bisa saja postur ekonomi itu berubah pada masa datang karena dipengaruhi semakin membesarnya golongan masyarakat berpenghasilan menengah.
Belum lama ini, Badan Pusat Statistik merilis bahwa bisnis penyediaan akomodasi dan makan-minum tumbuh pesat di Sumatera Selatan sepanjang tahun 2018 dengan mencetak pertumbuhan 13,15 persen.
Capaian ini menggungguli pertumbuhan sektor-sektor yang selama ini menjadi utama di Sumsel yakni pertambangan, penggalian dan perkebunan.
Secara kasat mata apa yang disebutkan data BPS itu sungguh terlihat jelas di Kota Palembang.
Di sejumlah kawasan Kota Palembang kini bermunculan kafe dan kedai kopi yang dikelola oleh anak-anak muda berusia di bawah 35 tahun.
Dengan mengusung konsep kekinian, mereka percaya diri merambah bisnis kedai kopi yang sebenarnya sudah lebih dahulu merebak di kota-kota besar Indonesia.
Seperti yang dilakukan Natan, pemilik kedai kopi ¿Senang Kopi¿ di kawasan Bukit Besar Palembang.
Dengan lokasi yang cukup strategis yakni berada dalam satu kawasan dengan Universitas Sriwijaya, warga asli Bogor ini mencoba peruntungannya di Palembang.
Ia rela bermigrasi ke kota empek-empek ini karena mengamati tren anak muda nongkrong sambil minum kopi baru mulai meranjak di sini.
"Beda dengan di Bogor yang sudah terlalu banyak. Di sini, masih ada potensi meski sudah banyak juga," kata Natan yang diwawancarai di kedainya, Jumat (15/2).
Dengan menjual minuman dengan harga berkisar Rp15.000 per gelas, Natan mengatakan pendapatannya terus meningkat jika dibandingkan sebulan lalu saat pertama kali dibuka. Ini berkat promosi dari mulut ke mulut hingga laman media sosial.
Seperti layaknya kedai kopi yang lagi tren, Natan juga menampilkan unsur kekinian di setiap komponennya. Meja dipilih yang berukuran kecil yakni hanya untuk mengakomodir dua hingga tiga orang saja. Kemudian, dinding ruangan didominasi warna abu-abu, hingga hadirnya vas bunga di setiap meja dan adanya buku-buku pajangan.
Tak terhenti hanya mempercantik bagian dalam, gerai berukuran 6x12 meter itu juga disulap sedemikian rupa agar tetap menarik jika dilihat dari luar. Untuk itu, Natan sengaja mengggunakan kaca tembus padang sehingga aktivitas si peracik kopi dapat terlihat oleh siapa saja yang melintas.
Bukan hanya di kedai Senang Kopi, model kekinian juga terlihat di kedai kopi DreamCoffee di kawasan Celentang Palembang.
Warna minimalis yang hanya memadukan tiga warna yakni putih, abu-abu dan hitam menjadi tema utama di kafe ini. Menu makanannya juga ala-ala kekinian, ada steak, spagetti, dan burger.
Salah seorang pengunjung kafe, Amelia, mengatakan dirinya sangat suka nongkrong bersama teman-temannya di kedai kopi ini. Bukan hanya dipengaruhi tren, tapi juga mendapatkan sejumlah kenyamanan ketika mengerjakan tugas kuliah di kafe tersebut.
"Wifi gratis, bisa duduk lama-lama. Sambil ngobrol, tugas selesai," kata Amelia, mahasiswa semester II Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya ini.
Pesatnya sektor akomodasi dan makan-minum dinyakini tak lepas dari pertumbuhan kota Palembang dan sekitarnya ke arah kota metropolitan. Seiring dengan kemajuan kota maka terjadi pula perubahan gaya hidup masyarakat.
Kafe dan kedai kopi kemudian menjadi salah satu tempat pilihan masyarakat untuk sekadar nongkrong, mengerjakan tugas kuliah atau bertemu dengan rekan bisnis.
Sebagian pun mulai menyadari, dengan pesatnya pertumbuhan bisnis 'makan-minum' ini maka dibutuhkan strategi khusus untuk memenangkan persaingan.
Beberapa taktik dan strategi itu seperti mengusung konsep unik, misalnya perpustakaan, tradisional, girly hingga otomotif. Konsep kafe juga bisa tertuang dari menu makanan dan minuman yang disajikan maupun desain interior kafe itu sendiri.
Kemudian, menu yang tidak biasa. Ada kafe yang menyajikan aneka menu dengan bahan dasar tertentu seperti durian dan waffle, ada pula yang melakukan inovasi dari segi tampilan makanannya saja.
Lalu menjalin kerja sama dengan komunitas, yakni dalam bentuk penyediaan tempat untuk mereka melakukan pertemuan, mengadakan acara dan sebagainya. Dengan cara ini, pemilik dapat menggaet konsumen-konsumen baru yang belum pernah datang ke kafenya.
Kemudian yang sedang tren saat ini yakni membuat spot foto untuk 'instagramble' karena kini terjadi perubahan perilaku konsumen. Ketika mengunjungi kafe, mereka bukan hanya mencoba makanannya tapi juga ingin mengunggah pengalaman tersebut ke media sosial.
Dan yang terakhir, yang juga tak kalah penting yakni membuat layanan antarmakanan via online.
Dengan taktik dan strategi ini dapat membuat bisnis makan-minum semakin moncer di Palembang.
Jika dikelola dengan baik seiring dengan tumbuh membesarnya generasi millenial, bisa jadi sektor ini menjadi sumber pertumbuhan ekonomi baru setelah selama puluhan tahun hanya mengandalkan ekspor batu bara, karet dan sawit.
Pada 2018, pertumbuhan tertinggi dicapai lapangan usaha penyediaan akomodasi dan makan minum sebesar 13,15 persen, diikuti jasa perusahaan sebesar 9,51 persen dan pertambangan/penggalian sebesar 9,27 persen.
Meski mencatat pertumbuhan tertinggi, sektor penyediaan akomodasi dan makan minum ini masih belum dominan di struktur PDRB Sumsel karena hanya 1,76 persen. Berbeda dengan tiga sektor dominan yakni pertambangan dan penggalian 20,24 persen, industri pengolahan 19,52 persen, pertanian, kehutanan, dan perikanan 14,80 persen.
Meski masih kecil di PDRB tapi ini menjadi tren baru. Ternyata usaha akomodasi dan makan-minum ini sudah dilirik sebagai salah satu peluang untuk mendatangkan income bagi sebagian masyarakat di tengah pelemahan ekonomi yang terjadi di dalam negeri. (D019/ANT-BPJ).
Editor Berita: T. Susilo.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2019
Namun, jika merujuk kondisi terbaru, bisa saja postur ekonomi itu berubah pada masa datang karena dipengaruhi semakin membesarnya golongan masyarakat berpenghasilan menengah.
Belum lama ini, Badan Pusat Statistik merilis bahwa bisnis penyediaan akomodasi dan makan-minum tumbuh pesat di Sumatera Selatan sepanjang tahun 2018 dengan mencetak pertumbuhan 13,15 persen.
Capaian ini menggungguli pertumbuhan sektor-sektor yang selama ini menjadi utama di Sumsel yakni pertambangan, penggalian dan perkebunan.
Secara kasat mata apa yang disebutkan data BPS itu sungguh terlihat jelas di Kota Palembang.
Di sejumlah kawasan Kota Palembang kini bermunculan kafe dan kedai kopi yang dikelola oleh anak-anak muda berusia di bawah 35 tahun.
Dengan mengusung konsep kekinian, mereka percaya diri merambah bisnis kedai kopi yang sebenarnya sudah lebih dahulu merebak di kota-kota besar Indonesia.
Seperti yang dilakukan Natan, pemilik kedai kopi ¿Senang Kopi¿ di kawasan Bukit Besar Palembang.
Dengan lokasi yang cukup strategis yakni berada dalam satu kawasan dengan Universitas Sriwijaya, warga asli Bogor ini mencoba peruntungannya di Palembang.
Ia rela bermigrasi ke kota empek-empek ini karena mengamati tren anak muda nongkrong sambil minum kopi baru mulai meranjak di sini.
"Beda dengan di Bogor yang sudah terlalu banyak. Di sini, masih ada potensi meski sudah banyak juga," kata Natan yang diwawancarai di kedainya, Jumat (15/2).
Dengan menjual minuman dengan harga berkisar Rp15.000 per gelas, Natan mengatakan pendapatannya terus meningkat jika dibandingkan sebulan lalu saat pertama kali dibuka. Ini berkat promosi dari mulut ke mulut hingga laman media sosial.
Seperti layaknya kedai kopi yang lagi tren, Natan juga menampilkan unsur kekinian di setiap komponennya. Meja dipilih yang berukuran kecil yakni hanya untuk mengakomodir dua hingga tiga orang saja. Kemudian, dinding ruangan didominasi warna abu-abu, hingga hadirnya vas bunga di setiap meja dan adanya buku-buku pajangan.
Tak terhenti hanya mempercantik bagian dalam, gerai berukuran 6x12 meter itu juga disulap sedemikian rupa agar tetap menarik jika dilihat dari luar. Untuk itu, Natan sengaja mengggunakan kaca tembus padang sehingga aktivitas si peracik kopi dapat terlihat oleh siapa saja yang melintas.
Bukan hanya di kedai Senang Kopi, model kekinian juga terlihat di kedai kopi DreamCoffee di kawasan Celentang Palembang.
Warna minimalis yang hanya memadukan tiga warna yakni putih, abu-abu dan hitam menjadi tema utama di kafe ini. Menu makanannya juga ala-ala kekinian, ada steak, spagetti, dan burger.
Salah seorang pengunjung kafe, Amelia, mengatakan dirinya sangat suka nongkrong bersama teman-temannya di kedai kopi ini. Bukan hanya dipengaruhi tren, tapi juga mendapatkan sejumlah kenyamanan ketika mengerjakan tugas kuliah di kafe tersebut.
"Wifi gratis, bisa duduk lama-lama. Sambil ngobrol, tugas selesai," kata Amelia, mahasiswa semester II Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya ini.
Pesatnya sektor akomodasi dan makan-minum dinyakini tak lepas dari pertumbuhan kota Palembang dan sekitarnya ke arah kota metropolitan. Seiring dengan kemajuan kota maka terjadi pula perubahan gaya hidup masyarakat.
Kafe dan kedai kopi kemudian menjadi salah satu tempat pilihan masyarakat untuk sekadar nongkrong, mengerjakan tugas kuliah atau bertemu dengan rekan bisnis.
Sebagian pun mulai menyadari, dengan pesatnya pertumbuhan bisnis 'makan-minum' ini maka dibutuhkan strategi khusus untuk memenangkan persaingan.
Beberapa taktik dan strategi itu seperti mengusung konsep unik, misalnya perpustakaan, tradisional, girly hingga otomotif. Konsep kafe juga bisa tertuang dari menu makanan dan minuman yang disajikan maupun desain interior kafe itu sendiri.
Kemudian, menu yang tidak biasa. Ada kafe yang menyajikan aneka menu dengan bahan dasar tertentu seperti durian dan waffle, ada pula yang melakukan inovasi dari segi tampilan makanannya saja.
Lalu menjalin kerja sama dengan komunitas, yakni dalam bentuk penyediaan tempat untuk mereka melakukan pertemuan, mengadakan acara dan sebagainya. Dengan cara ini, pemilik dapat menggaet konsumen-konsumen baru yang belum pernah datang ke kafenya.
Kemudian yang sedang tren saat ini yakni membuat spot foto untuk 'instagramble' karena kini terjadi perubahan perilaku konsumen. Ketika mengunjungi kafe, mereka bukan hanya mencoba makanannya tapi juga ingin mengunggah pengalaman tersebut ke media sosial.
Dan yang terakhir, yang juga tak kalah penting yakni membuat layanan antarmakanan via online.
Dengan taktik dan strategi ini dapat membuat bisnis makan-minum semakin moncer di Palembang.
Jika dikelola dengan baik seiring dengan tumbuh membesarnya generasi millenial, bisa jadi sektor ini menjadi sumber pertumbuhan ekonomi baru setelah selama puluhan tahun hanya mengandalkan ekspor batu bara, karet dan sawit.
Pada 2018, pertumbuhan tertinggi dicapai lapangan usaha penyediaan akomodasi dan makan minum sebesar 13,15 persen, diikuti jasa perusahaan sebesar 9,51 persen dan pertambangan/penggalian sebesar 9,27 persen.
Meski mencatat pertumbuhan tertinggi, sektor penyediaan akomodasi dan makan minum ini masih belum dominan di struktur PDRB Sumsel karena hanya 1,76 persen. Berbeda dengan tiga sektor dominan yakni pertambangan dan penggalian 20,24 persen, industri pengolahan 19,52 persen, pertanian, kehutanan, dan perikanan 14,80 persen.
Meski masih kecil di PDRB tapi ini menjadi tren baru. Ternyata usaha akomodasi dan makan-minum ini sudah dilirik sebagai salah satu peluang untuk mendatangkan income bagi sebagian masyarakat di tengah pelemahan ekonomi yang terjadi di dalam negeri. (D019/ANT-BPJ).
Editor Berita: T. Susilo.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2019