Bogor, 14/5 (Antara) - Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Herman Khaeron mengapresiasi program "Revolusi Oranye" yang digagas oleh Kementerian BUMN bersama Institut Pertanian Bogor sebagai salah satu upaya membangkitkan produksi buah lokal.
"Saya menilai "Revolusi Oranye" ini bukan menjadi oposisi terhadap produk luar, tapi lebih kepada menasionalkan diri kita terhadap buah lokal," kata Herman saat acara jumpa pers terkait persiapan peluncuran buku "Revolusi Oranye" di Kampus IPB Dramaga, Kabupaten Bogor, Selasa.
Herman menyebutkan gencarnya impor buah di Indonesia karena infrastruktur yang lancar hingga memudahkan transportasi pengiriman barang dari negara luar.
Kemudahan itu menjadikan konsumsi impor menjadi dominan, sementara produksi dalam negeri belum mencukupi.
Menurut Herman Revolusi Oranye akan menjadi sebuah gerakan yang akan menjadikan buah lokal sebagai tuan di negerinya sendiri.
Secara terus terang, Herman menyatakan dukungannya terhadap "Revolusi Oranye" yang digagas oleh Kementerian BUMN dan IPB tersebut.
"Jadi ada baiknya Revolusi Oranye ini kita jadikan sebuah gerakan dengan membumikannya menjadi Gerakan Revolusi Oranye," ujarnya.
Herman menyatakan DPR RI melalui komisi IV akan mendukung penuh kegiatan Revolusi Oranye. Salah satu dukungan yang akan dilakukan dari dalam DPR sendiri.
"DPR akan menolak setiap jenis buah impor yang dikonsumsi di dalam setiap kegiatan di DPR RI. Penyajian hidangan akan menggunakan buah lokal," katanya.
Menurut Herman, gerakan Revolusi Oranye sesuai dengan amanat undang-undang. Negara harus mengiptimalkan penggunakan produk dalam negeri.
Dalam undang-undang nomor 13 tahun 2010 tentang Holtikultura yang menyebutkan impor boleh dilakukan dengan dua syarat, yakni produk tersebut tidak diproduksi di dalam negeri.
"Syarat ke dua impor boleh dilakukan jika produksi kurang maka harus diimpor. Impor itu dilakukan untuk memenuhi kekurangan," ujarnya.
Herman menambahkan, dengan diluncurkannya gerakan Revolusi Oranye tersebut, kedepan DPR RI akan membedah UU Holtikultura sebagai dasar gerakan Revolusi Oranye yang tidak hanya berasal dari pemikiran semata tapi juga dilandaskan perundang-undangan.
Sementara itu Rektor IPB Prof Herry Suhardiyanto, MSc menyebutkan IPB telah membentuk tim penggagas perkembangan percepatan produksi buah nasional yang diberi nama Revolusi Oranye.
Dijelaskannya Revolusi Oranye didasari pada pemikiran produksi buah nasional yang banyak tapi belum mampu memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia seluruhnya dikarenakan belum maksimalnya manajerial produksi buah lokal.
"Melalui revolusi oranye ini mendorong produksi buah lokal, tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri tapi juga mampu menghasilkan devisa melalui ekspor," katanya.
Rektor menambahkan, dalam Revolusi Oranye tersebut banyak pihak yang akan terlibat diantaranya dua kementerian yakni BUMN dan Kementerian Pertanian.
"Di dalam revolusi oranye ini penanganan produksi buah-buah nusantara berbasis kawasan perkebunan menengah besar yang terintegrasi, disini akan melibatkan PTPN sebagai BUMN yang memiliki lahan perkebunan," kata Rektor.
Laily R
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2013
"Saya menilai "Revolusi Oranye" ini bukan menjadi oposisi terhadap produk luar, tapi lebih kepada menasionalkan diri kita terhadap buah lokal," kata Herman saat acara jumpa pers terkait persiapan peluncuran buku "Revolusi Oranye" di Kampus IPB Dramaga, Kabupaten Bogor, Selasa.
Herman menyebutkan gencarnya impor buah di Indonesia karena infrastruktur yang lancar hingga memudahkan transportasi pengiriman barang dari negara luar.
Kemudahan itu menjadikan konsumsi impor menjadi dominan, sementara produksi dalam negeri belum mencukupi.
Menurut Herman Revolusi Oranye akan menjadi sebuah gerakan yang akan menjadikan buah lokal sebagai tuan di negerinya sendiri.
Secara terus terang, Herman menyatakan dukungannya terhadap "Revolusi Oranye" yang digagas oleh Kementerian BUMN dan IPB tersebut.
"Jadi ada baiknya Revolusi Oranye ini kita jadikan sebuah gerakan dengan membumikannya menjadi Gerakan Revolusi Oranye," ujarnya.
Herman menyatakan DPR RI melalui komisi IV akan mendukung penuh kegiatan Revolusi Oranye. Salah satu dukungan yang akan dilakukan dari dalam DPR sendiri.
"DPR akan menolak setiap jenis buah impor yang dikonsumsi di dalam setiap kegiatan di DPR RI. Penyajian hidangan akan menggunakan buah lokal," katanya.
Menurut Herman, gerakan Revolusi Oranye sesuai dengan amanat undang-undang. Negara harus mengiptimalkan penggunakan produk dalam negeri.
Dalam undang-undang nomor 13 tahun 2010 tentang Holtikultura yang menyebutkan impor boleh dilakukan dengan dua syarat, yakni produk tersebut tidak diproduksi di dalam negeri.
"Syarat ke dua impor boleh dilakukan jika produksi kurang maka harus diimpor. Impor itu dilakukan untuk memenuhi kekurangan," ujarnya.
Herman menambahkan, dengan diluncurkannya gerakan Revolusi Oranye tersebut, kedepan DPR RI akan membedah UU Holtikultura sebagai dasar gerakan Revolusi Oranye yang tidak hanya berasal dari pemikiran semata tapi juga dilandaskan perundang-undangan.
Sementara itu Rektor IPB Prof Herry Suhardiyanto, MSc menyebutkan IPB telah membentuk tim penggagas perkembangan percepatan produksi buah nasional yang diberi nama Revolusi Oranye.
Dijelaskannya Revolusi Oranye didasari pada pemikiran produksi buah nasional yang banyak tapi belum mampu memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia seluruhnya dikarenakan belum maksimalnya manajerial produksi buah lokal.
"Melalui revolusi oranye ini mendorong produksi buah lokal, tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri tapi juga mampu menghasilkan devisa melalui ekspor," katanya.
Rektor menambahkan, dalam Revolusi Oranye tersebut banyak pihak yang akan terlibat diantaranya dua kementerian yakni BUMN dan Kementerian Pertanian.
"Di dalam revolusi oranye ini penanganan produksi buah-buah nusantara berbasis kawasan perkebunan menengah besar yang terintegrasi, disini akan melibatkan PTPN sebagai BUMN yang memiliki lahan perkebunan," kata Rektor.
Laily R
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2013