Teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) berkembang sangat pesat dan merambah berbagai lini kehidupan. Namun yang jadi pertanyaan, apakah anak-anak usia dini juga perlu dikenalkan dengan AI?

Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Prof Stella Christie, dalam 2025 International Symposium on Early Childhood Education and Development (ECED) menegaskan sebenarnya ada yang lebih penting diberikan pada anak ketimbang ikutan latah dengan tren AI.

Alih-alih diajarkan tentang kecerdasan buatan, kata Stella, anak usia dini ternyata lebih membutuhkan stimulasi yang berbasiskan pada sains. Pengasuhan yang berbasiskan pada sains dan interaksi yang berkualitas antara anak dan orang tua atau pengasuh.

"Sebagai peneliti yang fokus pada bagaimana manusia berpikir, saya menemukan bahwa pengasuhan dengan interaksi yang optimal antara anak dan pengasuh memiliki potensi terbesar dalam mengoptimalkan pertumbuhan anak," kata Stella yang banyak meneliti mengenai kecerdasan anak di laboratoriumnya di Tsinghua University, Beijing itu.

Itu pula yang membuatnya enggan menulis buku AI untuk anak-anak meski diminta oleh banyak pihak. Stella, menyebut ada dua pertanyaan mengemuka di benaknya. Apakah anak-anak benar-benar membutuhkan buku tersebut? atau memang ada hal lain yang terbaik yang bisa dilakukan oleh anak? Namun apakah AI akan menggantikan manusia?

Dalam simposium yang berlangsung pada Rabu (17/12) itu, Stella menjawab semua pertanyaan itu. Menurutnya, jika anak diajarkan seperti AI berpikir, maka akan mudah digantikan. Satu-satunya cara agar tidak bisa digantikan adalah memiliki perbedaan dari AI.

Namun ada pertanyaan yang mengemuka. Apa sebenarnya kelebihan dari manusia? Dan bagaimana mengajarkan kelebihan manusia?

Sebagai peneliti kecerdasan, ia menggunakan pendekatan interdisiplin untuk memahami bagaimana manusia berpikir. Dalam penelitian di laboratorium di Tsinghua University, ia melibatkan anak-anak, hewan dan kecerdasan buatan.

Dalam eksperimennya pada anak usia 2 hingga 3 tahun, ia membandingkan dua gambar bangun datar dengan pola yang sama. Mayoritas anak-anak yang ditanyakan mana gambar yang mirip dengan gambar contoh akan kebingungan dan menjawabnya dengan salah.

Uniknya, pertanyaan yang sama ditanyakan dengan pendekatan yang berbeda yakni membandingkan gambar satu dengan gambar lainnya, maka sebagian besar anak bisa menjawabnya dengan benar.

"Anak-anak belajar melalui rasa ingin tahu dan meniru, namun mereka melakukan imitasi tidak sembarang mengikuti. Melainkan tetap menggunakan rasionalitas," kata Stella lagi.

Stella menjelaskan anak berkembang dengan bertanya dan meniru. Oleh karena itu, penting memberi kesempatan seluas-luasnya bagi mereka untuk belajar melalui pertanyaan, menjawab dengan cara yang mendorong berpikir, sekaligus menunjukkan teladan yang baik dalam keseharian.

Stella menegaskan bahwa pengasuhan yang berpijak pada bukti ilmiah dan relasi yang bermakna merupakan landasan bagi perkembangan otak dan proses belajar anak sepanjang hayat.

Dalam kesempatan itu, ia menegaskan bahwa tidak ada teknologi termasuk kecerdasan buatan yang dapat menggantikan kekuatan interaksi manusia. Bahkan dalam sebuah studi, AI akan semakin cerdas jika mendapatkan stimulasi yang diberikan pada anak. Dengan kata lain AI belajar pada anak.

Menurut Stella, yang perlu diberikan pada anak bagaimana memahami pola atau struktur. Melalui pemahaman itu, anak-anak bisa menyelesaikan berbagai persoalan yang akan dihadapinya ke depan. Hal itu dikarenakan meskipun masalahnya terlihat berbeda, namun sebenarnya memiliki struktur yang sama.

"Kita perlu percaya dan tahu bahwa anak-anak memiliki kemampuan berpikir yang sangat bagus. Kedua, bagaimana kita membuka peluang agar anak-anak memang sudah punya rasa ingin tahu, tetap ingin tahu dan ingin belajar. Belajar sepanjang hayat," terang Stella lagi.

Ia memberi contoh sederhana. Misalnya jika kita tidur jam 10 malam dan bangun jam 6 pagi, alih-alih memberikan jawaban langsung, maka lebih baik memancing anak untuk berpikir.

"Itu berapa lama tidurnya? Itu lama atau sebentar tidurnya? Pertanyaan yang membuka pikiran anak," kata dia.

 

Tidak perlu diberi gawai

CEO Tanoto Foundation, Benny Lee dalam 2025 International Symposium on Early Childhood Education and Development (ECED) di Jakarta, Rabu (17/12/2025). (ANTARA/HO)

Stella mengingatkan orang tua untuk tidak memberikan gawai hanya untuk menenangkan anak saat makan. Padahal anak-anak mudah tertarik dengan apa yang ada di sekitarnya.

"Taruh aja nasinya disitu, pasti dimain-mainin sama dia kan? Nah, tapi yang penting orang tuanya nggak apa-apa ya kotor dikit daripada dikasih gawai," imbuh Stella.

Stella juga menjelaskan pentingnya orang tua atau pengasuh memberikan jawaban melalui perbandingan. Misalnya saat ditanyakan kenapa manusia perlu makan? orang tua bisa menjawabnya dengan mengibaratkan makanan seperti bahan bakar pada kendaraan atau mengisi ulang daya baterai di ponsel. Kedua hal itu memiliki konsep yang sama dengan pentingnya makanan.

"Dan kalau kita lihat, kita menyebut anak itu sebagai ilmuwan kecil. Itu bukan slogan, tetapi itu karena kemampuan bertanya sudah ada sejak kecil. Sekarang tinggal bagaimana kita menjawabnya agar mereka ingin bertanya lebih banyak lagi."

CEO Tanoto Foundation, Benny Lee, menegaskan simposium itu diselenggarakan mengingatkan pentingnya periode awal kehidupan dalam perjalanan hidup seseorang. Mulai dari perkembangan otak, kesehatan, hingga pembentukan karakter.

"Periode awal kehidupan adalah titik awal yang sangat krusial. Di fase inilah fondasi kapasitas manusia dibentuk, dan dampaknya berlangsung sepanjang hayat. Karena itu, dibutuhkan ekosistem yang benar-benar mendukung, bukan hanya oleh satu institusi, melainkan melalui kolaborasi semua pihak," kata Benny.

Benny menambahkan fokus Tanoto Foundation saat ini adalah mendorong penguatan ekosistem yang menyeluruh bagi anak usia dini dan keluarga. Pengembangan anak usia dini merupakan investasi utama.

"Kami percaya bahwa ketika pemerintah, masyarakat sipil, akademisi, dan sektor filantropi bekerja bersama, dampak yang dihasilkan akan jauh lebih besar dan berkelanjutan,” pungkas Benny.

Pewarta: Indriani

Editor :


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2025