Jakarta (Antaranews Megapolitan) - Peneliti dari Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) Karyono Wibowo mengimbau kepada masyarakat agar tidak mudah terpengaruh informasi terutama dari media sosial (medsos).
"Saya menganggap sistem informasi di Indonesia saat ini sudah kebablasan. Makanya, kita harus lebih cermat dalam menerima informasi," ujar Karyono Wibowo dalam diskusi publik di Jakarta, Jumat.
Pakar komunikasi dari Universitas Moestopo (Beragama) Novita Damayanti mengatakan, informasi yang berseliweran di media sosial harus dicermati karena konten di jejaring sosial cenderung negatif.
Menurut dia, banyak istilah di medsos yang menggiring orang untuk melakukan ujaran kebencian, misalnya, istilah kampret dan cebong.
"Istilah itu sebenarnya tidak sesuai dengan adat dan budaya kita. Penyebutan istilah itu jelas untuk memancing ujaran kebencian," tandasnya.
Novita mengatakan, penggunaan istilah itu bukan tidak mungkin diciptakan oleh pihak-pihak yang menginginkan terjadi kegaduhan.
"Makanya, kita jangan terpancing. Kalau terpancing hanya semakin membuat gaduh," tambahnya.
Ketua Dewan Pembina Master C19 Portal KMA Ahmad Syauqi selaku tuan rumah diskusi mengatakan, penggunaan hoaks dan fitnah dalam politik tidak baik bagi generasi penerus bangsa.
"Politik harus mendidik. Prinsip itu akan kami terapkan dalam Master C19 Portal KMA. Relawan yang tergabung di sini harus mengedepankan gerakan politik edukatif," kata putra Cawapres KH Ma'ruf Amin itu. (S024/ANT-BPJ).
Editor Berita: E. Supriyadi.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018
"Saya menganggap sistem informasi di Indonesia saat ini sudah kebablasan. Makanya, kita harus lebih cermat dalam menerima informasi," ujar Karyono Wibowo dalam diskusi publik di Jakarta, Jumat.
Pakar komunikasi dari Universitas Moestopo (Beragama) Novita Damayanti mengatakan, informasi yang berseliweran di media sosial harus dicermati karena konten di jejaring sosial cenderung negatif.
Menurut dia, banyak istilah di medsos yang menggiring orang untuk melakukan ujaran kebencian, misalnya, istilah kampret dan cebong.
"Istilah itu sebenarnya tidak sesuai dengan adat dan budaya kita. Penyebutan istilah itu jelas untuk memancing ujaran kebencian," tandasnya.
Novita mengatakan, penggunaan istilah itu bukan tidak mungkin diciptakan oleh pihak-pihak yang menginginkan terjadi kegaduhan.
"Makanya, kita jangan terpancing. Kalau terpancing hanya semakin membuat gaduh," tambahnya.
Ketua Dewan Pembina Master C19 Portal KMA Ahmad Syauqi selaku tuan rumah diskusi mengatakan, penggunaan hoaks dan fitnah dalam politik tidak baik bagi generasi penerus bangsa.
"Politik harus mendidik. Prinsip itu akan kami terapkan dalam Master C19 Portal KMA. Relawan yang tergabung di sini harus mengedepankan gerakan politik edukatif," kata putra Cawapres KH Ma'ruf Amin itu. (S024/ANT-BPJ).
Editor Berita: E. Supriyadi.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018