Bogor (ANTARA News Megapolitan) - Dinas Perhubungan Kota Bogor, Jawa Barat memastikan program rerouting dan konversi angkot yang dijalankan oleh pemerintah sepenuhnya untuk memperbaiki layanan angkutan umum.
"Kami pastikan tidak ada keuntungan materil yang didapat oleh pemerintah dengan kebijakan ini," kata Kepala Bidang Angkutan, Dinas Perhubungan Kota Bogor, Jimi Hutapea, kepada Antara di Bogor, Kamis.
Jimi menjelaskan, saat ini ada 3.412 angkot yang beroperasi di Kota Bogor. Setiap lima tahun sekali membayar retribusi izin trayek sebesar Rp625 ribu per kendaraan per lima tahun.
Adanya program konversi angkot dengan skema 3:2 dan 3:1, artinya mengganti tiga angkot menjadi dua angkutan Trans Pakuan Koridor (TPK) 4 atau tiga angkot menjadi satu bus, otomatis jumlah retribusi yang akan diterima oleh Pemerintah Kota Bogor akan turun dari sebelumnya.
"Karena jumlah angkot yang berkurang dengan adanya konversi mencapai 600 unit. Artinya Pemda kehilangan 600 unit potensi retribusi," kata Jimi.
Tidak hanya kehilangan potensi retribusi, kata dia, Pemerintah Kota Bogor juga harus menganggarkan subsidi dengan nilai mencapai miliaran rupiah apabila konversi angkot 3:1 berjalan sesuai rencana.
"Jadi program ini lebih banyak biaya yang dikeluarkan oleh Pemda," katanya.
Sementara itu, sejumlah sopir angkot yang menolak operasional angkot modern atau TPK 4 yang merupakan implementasi dari program konversi angkot 3:2 karena menilai ada proyek yang memberikan keuntungan bagi pemerintah daerah.
Jimi menegaskan, bahwa kebijakan rerouting dan konversi angkot yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Bogor adalah untuk memperbaiki layanan angkutan umum, dan menata persoalan transportasi di Kota Bogor.
"Yang kita kejar bukan itu (retribusi) tetapi permasalahan angkutan umum di Kota Bogor, kemacetan tertangani oleh kami. Karena tidak ada aliran dana yang masuk ke Dishub," kata Jimi.
Sejak rekomendasi penghentian sementara operasional angkot modern dicabut oleh Komisi III DPRD Kota Bogor terhitung akhir November, Dinas Perhubungan belum mempersilahkan angkot modern beroperasi.
Dishub masih memberikan waktu bagi para sopir trayek Ciawi yang menolak kebijakan tersebut untuk berembuk dan mencari solusi dari penolakan yang dilakukan.
Para sopir menolak operasional angkot modern yang melayani rute Ciwaringin-Ciawi karena dinilai menyaingi, sehingga mereka kesulitan mendapatkan penumpang.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018
"Kami pastikan tidak ada keuntungan materil yang didapat oleh pemerintah dengan kebijakan ini," kata Kepala Bidang Angkutan, Dinas Perhubungan Kota Bogor, Jimi Hutapea, kepada Antara di Bogor, Kamis.
Jimi menjelaskan, saat ini ada 3.412 angkot yang beroperasi di Kota Bogor. Setiap lima tahun sekali membayar retribusi izin trayek sebesar Rp625 ribu per kendaraan per lima tahun.
Adanya program konversi angkot dengan skema 3:2 dan 3:1, artinya mengganti tiga angkot menjadi dua angkutan Trans Pakuan Koridor (TPK) 4 atau tiga angkot menjadi satu bus, otomatis jumlah retribusi yang akan diterima oleh Pemerintah Kota Bogor akan turun dari sebelumnya.
"Karena jumlah angkot yang berkurang dengan adanya konversi mencapai 600 unit. Artinya Pemda kehilangan 600 unit potensi retribusi," kata Jimi.
Tidak hanya kehilangan potensi retribusi, kata dia, Pemerintah Kota Bogor juga harus menganggarkan subsidi dengan nilai mencapai miliaran rupiah apabila konversi angkot 3:1 berjalan sesuai rencana.
"Jadi program ini lebih banyak biaya yang dikeluarkan oleh Pemda," katanya.
Sementara itu, sejumlah sopir angkot yang menolak operasional angkot modern atau TPK 4 yang merupakan implementasi dari program konversi angkot 3:2 karena menilai ada proyek yang memberikan keuntungan bagi pemerintah daerah.
Jimi menegaskan, bahwa kebijakan rerouting dan konversi angkot yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Bogor adalah untuk memperbaiki layanan angkutan umum, dan menata persoalan transportasi di Kota Bogor.
"Yang kita kejar bukan itu (retribusi) tetapi permasalahan angkutan umum di Kota Bogor, kemacetan tertangani oleh kami. Karena tidak ada aliran dana yang masuk ke Dishub," kata Jimi.
Sejak rekomendasi penghentian sementara operasional angkot modern dicabut oleh Komisi III DPRD Kota Bogor terhitung akhir November, Dinas Perhubungan belum mempersilahkan angkot modern beroperasi.
Dishub masih memberikan waktu bagi para sopir trayek Ciawi yang menolak kebijakan tersebut untuk berembuk dan mencari solusi dari penolakan yang dilakukan.
Para sopir menolak operasional angkot modern yang melayani rute Ciwaringin-Ciawi karena dinilai menyaingi, sehingga mereka kesulitan mendapatkan penumpang.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018