Bogor (Antaranews Megapolitan) - Himpunan Alumni Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (HA-E IPB) menggelar seminar nasional membahas tentang potret pelibatan masyarakat dalam pembangunan hutan Indonesia.
     
"Seminar ini cukup strategis untuk menyosialisasikan program-program Kementerian LHK guna mengembalikan kondisi hutan Indonesia yang lebih strategis," kata Ketua DPP HA-E IPB, Awriya Ibrahin, di sela-sela Seminar Nasional Hari Pulang Kampus (HAPKA) IPB XVII Tahun 2018 di SEAMEO Biotrop, Kota Bogor, Jawa Barat, Kamis.
    
Seminar nasional ini menghadirkan sejumlah narasumber yang kompeten di bidang kehutanan seperti Dirjen PSKL KLHK Bambang, Supriyanto, Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM KLHK, Helmi Basalamah, Wakil Rektor IPB bidang Kerja sama dan Sistem Informasi, Prof Doddik Ridho Nurrochmat, Dekan Fakultas Kehutanan IPB Prof Rinekso Soekmadi, dan masih banyak lainnya.
    
Dalam seminar ini membahas kelestarian hutan dan kejayaan nusantara serta potret keterlibatan masyarakat dalam pembangunan hutan Indonesia.
    
Beberapa isu yang berkembang di dalam seminar ini bahwa, keberadaan hutan menjadi solusi untuk 10 dari 17 goals atau capaian dalam agenda 2030 SDGs atau Sustainable Development Goals.
     
Yakni di antaranya, tanpa kemiskinan, tanpa kelaparan, kehidupan sehat, dan sejahtera, pendidikan berkualitas, kesetaraan gender, air bersih dan sanitasi layak, energi bersih dan terjangkau, pekerjaan layak, dan pertumbuhan ekonomi, industri inovasi dan infrastruktur dan lainnya.
     
Jauh sebelum pandangan global tersebut muncul, Sumber Daya Hutan (SDH) di Indonesia telah memberikan kontribusi ekonomi, ekologi, sosial, budaya, dan politik bagi pembangunan nasional.
     
"Seminar nasional ini melihat kondisi hutan, di era kabinet saat ini berharap banyak peran masyarakat dilibatkan," kata Awriya.
     
Awriya menyebutkan, dari paparan yang disampaikan Kepala BPPSDMKLHK, Helmy Basalamah, sudah banyak program-program pengelolaan hutan yang melibatkan masyarakat berjalan.
    
"Target kita adalah bagaimana ini berkelanjutan, baik dari hutannya maupun keberlanjutan dari masyarakatnya," katanya.
    
Sementara itu, Wakil Rektor IPB bidang Kerja Sama dan Sistem Informasi, Prof Doddik Ridho Nurrochmat mengatakan, program pelibatan masyarakat yang dilakukan pemerintah sebagai sudah bagus, seperti ketuhanan sosial, tanah reformasi agraria, dan lainnya.
    
Tetapi, lanjutnya, belum semua persoalan kehutanan bisa diatas dengan program-program yang sudah ada, diperlukan trobosan baru yang lebih out of the book'"
     
Menurutnya, masih ada potensi konflik yang mungkin terjadi, kalau dilihat dari data yang ada, jumlah kawasan tidak berhutan berdasarkan data KLHK yakni 40 juta hekatre.
     
"Kawasan tidak berhutan itu bukan berati gundul, ini secara definisi saja, tidak berhutan itu kalau jumlah tutupan lahanya kurang dari 30 persen," kata Doddik.
    
Dari jumlah itu, lanjutnya, total lahan yang yang dicover untuk program-prorgam pemerintah tersebut hanya 19 juta hektare. Artinya ada 21 juta hektare kawasan yang bermasalah yang kondisinya terdegradasi, dan belum ada skema penyelesaian untuk mengatasi konflik.
    
Doddik menambahkan, jika kawasan hutan tersebut berada juah dari pemukiman masyarakat tidak menjadi persoalan, tetapi jika dekat berpotensi konflik.
     
"Oleh karena itu IPB menawarkan program-program solusi konflik, yang sudah diteliti dan kita kembangkan di beberapa kawasan seperti Jambi," kata Doddik.
    
Awriya Ibrahin kembali menambahkan, melalui seminar nasional ini luaran yang ingin dihasilkan dapat memberikan masukan dan tambahan pemikiran bagi pemerintah selaku pengambil kebijakan untuk menentukan langkah ke depannya.

Pewarta: Laily Rahmawaty

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018