Bogor (Antaranews Megapolitan) - Pusat Studi Biofarmaka Tropika, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat  Institut Pertanian Bogor (Trop BRC LPPM IPB) kembali mengadakan “Fourth International Symposium on Temulawak and Potential Plants for Jamu” (IST4) yang digelar di Hotel Santika Bogor, Selasa (28/8). Simposium yang mengusung tema “From Temulawak and Potential Plants for Jamu to their Modern Drugs and Cosmetics Advancements” ini merupakan kelanjutan dari tiga kegiatan International Symposium on Temulawak sebelumnya.

Kegiatan ini dihadiri 58 peserta baik dari dalam dan luar negeri. Peserta merupakan perwakilan dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Gifu University (Jepang), Chulalongkorn University (Thailand), Universiti Putra Malaysia, dan SOHO Centre of Excellence in Herbal Research (SCEHR).

Sekretaris LPPM IPB, Prof. Dr. Ir. M. Faiz Syuaib, M.Agr, mengharapkan acara ini dapat mendukung kemajuan riset dan pengembangan tanaman obat, terutama temulawak. “Diharapkan dapat meningkatkan teknologi jamu yang selama ini lebih inferior dibanding pengobatan modern,” katanya, sesaat sebelum membuka acara ini.

Pengembangan jamu sendiri mendapat perhatian dari pemerintah Indonesia. Sigit Priyo Utama, dari Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia mengatakan bahwa tanaman asal Indonesia memiliki potensi yang baik, terutama ketika diolah menjadi jamu. Permasalahnnya adalah masyarakat Indonesia sekarang sudah mulai meninggalkan jamu. “Orang sering melupakan jamu,” ungkapnya. Dia berharap bahwa lewat simposium ini, para peneliti dapat mengeksplorasi tanaman yang tumbuh subur di Indonesia.

Ir. Musdhalifah Machmud, MT,  Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian, Kementerian Koordinator Perekonomian Republik Indonesia, menuturkan bahwa tanaman obat, lewat produk jamu, tetap menjadi pendapatan nasional utama. Temulawak, misalnya, menjadi salah satu tanaman dengan posisi penting dalam perekonomian nasional. Penggunaan tanaman obat Indonesia tersebar ke seluruh daerah Asia, bahkan sampai Eropa.

“Sebanyak 70 persen doktor di Jerman menyarankan pemanfaatan sekitar 600-700 obat berbahan dasar tanaman,” tutur Raphael Aswin Susilowidodo dari SCEHR.

Temulawak sendiri, menurut Suwijiyo Pramono dari UGM, tercatat sudah digunakan sebagai obat tradisional sejak 50 tahun silam. Tanaman yang menjadi ikon bagi IST4 dapat dikonsumsi sebagai penambah nafsu makan dan pereda nyeri pada saat menstruasi. Pencampuran dengan bahan lain dapat dilakukan sebagai pembuatan obat untuk berbagai macam penyakit, salah satunya hemoroid.

Riset yang dilakukan selama beberapa tahun terakhir menunjukkan bahwa penggunaan tanaman obat bukan hanya sebatas pereda batuk atau penambah nafsu makan saja. Tohru Mitsunaga dan rekan-rekannya dari Universitas Gifu menunjukkan bahwa kunyit hitam (Kaempferia parviflora) dapat mengurangi efek dari dementia. Kunyit hitam dan temu kunci (Boesenbergia rotunda), menurut Warinthorn Chavasiri dari Chulalongkorn University, dapat dijadikan senyawa antibiotik. Pencegahan penyebab kanker dapat dilakukan lewat ekstrak kemukus (Piper cubeba L.) lewat penelitian yang dilakukan oleh  Yaya Rukayadi dan rekan-rekannya dari Universiti Putra Malaysia. (RP/ris)

Pewarta: Oleh: Humas IPB

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018