Bogor (Antaranews Megapolitan) - Pusat Pengkajian, Perencanaan dan Pengembangan Wilayah (P4W) Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Institut Pertanian Bogor (IPB) bekerjasama dengan Asosiasi Sekolah Perencanaan Indonesia (ASPI) dan Universitas Pakuan menggelar Seminar Nasional Asosiasi Sekolah Perencana Indonesia (ASPI) 2018. Seminar yang mengangkat tema "Perencanaan Wilayah, Kota, dan Desa Terintegrasi yang Berkelanjutan, Berimbang dan Inklusif” ini dilaksanakan di IPB International Convention Center (IlCC), Bogor, (28-30/8).

Dalam seminar ini hadir Dr.Ir. Kamarzuki, M.P.M, Direktur Jenderal Tata Ruang, Kementerian Agraria dan Tata Ruang Republik Indonesia (RI) yang menyampaikan tentang masih sedikitnya wilayah kota dan kabupaten yang mengikuti Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). RDTR berfungsi sebagai kendali mutu pemanfaatan ruang wilayah kabupaten atau kota berdasarkan RTRW, acuan untuk kegiatan pemanfaatan ruang yang lebih rinci dari kegiatan pemanfaatan ruang yang diatur dalam RTRW, acuan bagi kegiatan pengendalian pemanfaatan ruang, acuan bagi penerbitan izin pemanfaatan ruang, dan acuan dalam penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).

“Dari kebutuhan RDTR (2000 kota atau kabupaten untuk seluruh Indonesia), hanya 40 kota atau kabupaten yang sudah menggunakannya. Pemerintah sudah lama fokus pada penciptaan linkage  desa kota. Hanya penguatannya berada pada pemerintah daerah, kewenangan itu ada di pemerintah daerah. Selain itu, karena sering terjadi perubahan struktur (dulu Pusat Tata Ruang berada di Bappeda, sekarang ada di Dinas Tata Ruang), sementara para ahlinya tidak ikut berpindah, sehingga ini persoalan sendiri. Upayanya saat ini dari pusat adalah penguatan kapasitas Sumberdaya Manusia (SDM) yang berada daerah-daerah,” ujarnya.

Kendala lainnya adalah teknologi tinggi dan peta. Kuncinya ada di penguatan pemerintah daerah, SDM untuk memenuhi kebutuhan pasar dan data. Peta skala besar juga merupakan kebutuhan mendesak. Untuk menghasilkan peta juga tidak mudah. Oleh karena itu peran dari ASPI salah satunya adalah untuk menghasilkan SDM yang kompeten.

Menurut Wakil Ketua ASPI, Dr. Janthy T. Hidayat, ASPI merupakan organisasi yang mewadahi tempat berhimpunnya Sekolah Perencanaan Wilayah di Indonesia. Ada sekitar 66 perguruan tinggi yang memiliki program studi perencanaan wilayah mulai dari jenjang S1, S2 dan S3 yang menyebar dari Sabang sampai Merauke. Tujuan dibentuknya ASPI adalah untuk meningkatkan ilmu perencananan, mendorong dan mengembangkan sekolah perencanaan dalam lingkup nasional dan international. “Ada 66 prodi yang dimiliki ASPI, kami bisa membantu pemerintah terkait kebutuhan SDM,” ujarnya.

Prof. Dr. Anas M Fauzi selaku Dekan Sekolah Pascasarjana IPB mengatakan bahwa atas nama rektor, IPB menyambut baik adanya kegiatan ini.

“Ada banyak pejabat wilayah yang merupakan alumni Program Studi Pembangunan Wilayah dan Perdesaan IPB. Dengan kegiatan ini network dapat dijalin dan diperkuat. Tahun 2008 IPB mendirikan Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah lebih pada aplikasi. Sejalan dengan itu IPB juga telah melaunching mikro satelit Lapan IPB yang bernama Lisat. Satelit  ini akan beredar  di wilayah Indonesia sebanyak tiga kali sehari. Lisat ini sudah menghasilkan data yang sangat banyak. Mikro satelit ini untuk memantau ketahanan pangan dan lingkungan. Data sudah diakuisisi untuk bisa digunakan. Kami persilahkan bagi peserta seminar jika ingin mengakses data citra satelit tadi,” ujarnya.

Sementara itu, menurut Dr. Ernan Rustiadi, M.Agr, Kepala P4W LPPM IPB, RTDR itu untuk mengatur apa yang boleh dan tidak boleh dalam tata ruang. Oleh karena itu, penting bagi sekolah-sekolah pasca sarjana untuk mengawal kelembangaan. “Perlu ada yang menyampaikan dari akar rumput tentang penguatan SDM dan kelembagaan tingkat akar rumput,” ujarnya.(dh/Zul)

Pewarta: Oleh: Humas IPB

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018