Bogor (Antaranews Megapolitan) - Warga di kaki Gunung Salak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat mengikuti pelatihan penanggulangan bencana alam untuk meminimalisir jatuhnya korban jiwa maupun harta, Jumat.

Sekretaris BPBD Kabupaten Bogor, Budi Pranowo, sebagai salah seorang pembicara dalam pelatihan tersebut mengatakan, edukasi perlu terus dilakukan untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat terhadap pengurangan risiko bencana.

"Paradigma lama terhadap penanggulangan bencana, yaitu tanggap darurat, harus diubah ke paradigma baru, yaitu pengurangan risiko bencana," kata Budi.

Pelatihan penanggulangan bencana bagi masyarakat di lereng Gunung Salak tersebut diselenggarakan oleh Star Energy Geothermal Salak, Ltd. (SEGS).

Menurut Budi, upaya pengurangan risiko bencana juga memerlukan kerjasama dan koordinasi antar-sektor yaitu pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha (swasta).

Ia mengatakan sebagian besar wilayah Indonesia, termasuk Kabupaten Bogor rentan terhadap bencana alam.

Berdasarkan data BPBD Kabupaten Bogor pada 2017 tercatat 593 kejadian bencana. Tiga bencana yang paling sering terjadi pada 2017 adalah tanah longsor sebanyak 215 kejadian, cuaca ekstrem atau angin kencang 205 kejadian, dan kebakaran 78 kejadian.

"Dengan kondisi ini peningkatan pengetahuan dan kapasitas masyarakat terhadap bencana perlu terus ditingkatkan untuk mengurangi risiko bencana," kata Budi.

Sementara itu, Kepala Stasiun Klimatologi BMKG Bogor, Budi Suhardi membenarkan kerentanan bencana alam di Kabupaten Bogor.

"Tidak hanya tanah longsor, cuaca ekstrem atau angin kencang, dan kebakaran, bencana gempa bumi juga menjadi salah satu ancaman bagi masyarakat Bogor," katanya.

Menurutnya, beberapa gempa bumi di Jawa Barat, yang juga dirasakan masyarakat di Kabupaten Bogor ada beberapa sumber, yaitu Sesar Lembang, Sesar Cimandiri, Sesar Beribis, dan Sesar Garsela.

Gempa bumi yang dirasakan cukup kencang hingga Kabupaten Bogor, misalnya gempa bumi pada 23 Januari 2018 yang berpusat di Samudera Hindia Selatan Jawa dengan kekuatan 6,1 skala richter dan gempa bumi pada 23 Juni 2018 yang terjadi di Barat Daya Kabupaten Bogor dengan kekuatan 3,6 skala richter.

"Indonesia masuk dalam deretan gunung berapi yang disebut cincin api ( ring of fire ), termasuk tektonik aktif wilayah gempa," katanya.

Budi menambahkan, meski suatu daerah bisa diprediksi akan terjadi gempa, tetapi waktu pasti dan pusatnya belum bisa diprediksi.

"Yang terpenting dilakukan adalah membuat jalur evakuasi gempa dan titik kumpul apabila terjadi bencana sebagai bentuk mengurangi resiko bencana," kata Budi.

Iwan S Azof, Manager Policy, Government, Public Affairs and Security (PGPAS) SEGS pada kesempatan terpisah menjelaskan, kegiatan pelatihan penanggulangan bencana seperti ini sangat penting bagi masyarakat untuk memahami resiko dan kerentanan bencana, serta memahami langkah yang tepat dan aman yang harus dilakukan jika terjadi bencana.

"Dengan pemaparan dari BMKG dan BPBD, masyarakat dapat memiliki pemahaman yang sama terhadap kerentanan dan resiko bencana," katanya.

 Iwan menambahkan, melalui pelatihan ini masyarakat bisa mengerti dan mengantisipasi kejadian-kejadian seperti bencana yang telah terjadi dan nantinya mungkin akan terjadi lagi.

Pewarta: Laily Rahmawaty

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018