Bogor (Antaranews Megapolitan) - Perpustakaan dan Unit Arsip Institut Pertanian Bogor (IPB) IPB bekerjasama dengan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (RI) dan Arsip Nasional Republlik Indonesia (ANRI) menggelar Seminar Nasional "Kesigapan Arsiparis dan Pustakawan Memasuki Era Revolusi Industri 4.0", Selasa (10/7) di Kampus IPB Dramaga.
Dalam acara ini sekaligus dilakukan Memorandum of Understanding (MOU) antara IPB dengan Perpustakaan Nasional RI, IPB dengan ANRI. Penandatanganan kerjasama IPB dengan Perpustakaan Nasional ini dilakukan oleh Rektor IPB, Dr. Arif Satria dan Kepala Perpustakaan Nasional RI, Muhammad Syarif Bando dan Kepala Arsip Nasional RI, Dr. Mustari Irawan, MPA.
Tidak hanya itu, IPB memfasilitasi MoU antara Perpustakaan Nasional RI, ANRI dan beberapa perguruan tinggi di wilayah Bogor dan sekitarnya. Perguruan tinggi tersebut diantaranya: Universitas Pertahanan Indonesia, Universitas Nusa Bangsa, Universitas Djuanda, Universitas Ibnu Khaldun, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Kesatuan, Universitas Islam Assyafiiyah, Universitas Siliwangi dan Universitas Pakuan.
Rektor IPB, Dr. Arif Satria menyampaikan ucapan selamat, dengan adanya kerjasama Perpustakaan Nasional RI, ANRI dengan IPB dan perguruan tinggi wilayah Bogor serta sekitarnya dapat menjadikan sinergi semakin kuat. Rektor IPB menyebutkan pustakawan harus dapat membaca tanda-tanda perubahan. "Dengan membaca tanda-tanda perubahan zaman, maka perpustakaan dapat menyesuaikan diri sesuai dengan kebutuhan masyarakat."
Hal senada disampaikan Kepala Perpustakaan Nasional RI, Muhammad Syarif Bando, “Bisa jadi tugas seorang pustakawan harus berubah. Kita dituntut bergerak memahami apa yang dibutuhkan masyarakat. Seberapa besar masyarakat mengakses perpustakaan khususnya Perpustakaan Nasional. Seberapa besar kemampuan Perpustakaan Nasional menghimpun semua informasi apa yang dibutuhkan masyarakat. Budaya baca Indonesia rendah. Saya masih ragu di pedalaman Indonesia, masyarakat rajin membaca buku. Bisa jadi satu buku dibaca oleh 15 ribu orang. Artinya Indonesia lapar buku,” papar Muhammad Syarif.
Perpustakaan dapat menjembatani kepentingan orang. Pengemis di Pantai Kuta, Bali berkat buku sekarang sudah punya usaha. Perpustakaan juga berperan dalam pertumbuhan ekonomi.
“Ada masyarakat di Papua tidak bisa mengakses buku baru. Jangan lagi ikut mengeluh tentang budaya baca. Seorang guru besar merekomendasikan buku kepada tukang bakso. Saya yakin tidak akan dibaca. Coba jika memberi buku tentang satu gerobak menjadi puluhan gerobak, saya yakin dibaca. Berikan buku sesuai dengan apa yang dihadapi orang tersebut. Itulah esensi perpustakaan. Membaca,” kata Muhammad Syarif.
Lebih lanjut Muhammad Syarif mengatakan, perpustakaan memiliki peran yang fundamental yaitu kemampuan menyatukan kekuatan.
“Apa yang dimiliki IPB dan perguruan tinggi lain, mari kita satukan dan berbagi bersama melalui satu aplikasi, migrasi data. Dengan demikian semoga masyarakat yang ada di daerah yang belum terkoneksi melaui Perpustakaan Nasional bisa mengakses. Tidak berguna memiliki koleksi banyak buku. Namun budaya bacanya rendah. Mustahil bicara kesejahteraan tanpa kecerdasan,” jelas Muhammad Syarif.
Oleh karena itu, kata Muhammad Syarif menyampaikan bahwa perpustakaan harus melakukan reorientasi definisi. “Bukan hanya tentang buku, rak dan perpustakaan tersebut sebagai gudang ilmu. Definisi tersebut harus segera diubah. Dengan masuk era Industri 4.0 seperti saat ini budaya baca akan semakin meningkat. Di era 4.0 ini, 800 juta pekerjaan manual akan hilang. Jangan pernah mengajari suatu profesi yang akan diambil alih komputer. Profesi guru dan dosen boleh jadi suatu hari nanti juga akan diganti oleh robot.”
Sementara itu Kepala Arsip nasional RI, Mustari Irawan,menjelaskan pentingnya peran kearsipan yang seringkali dihadapkan pada permasalahan lokal, regional, masalah yang sangat kompleks, sosial, ekonomi dan politik.
“Masih banyak diantara kita tidak peduli terhadap arsip. Salah satu dampaknya adalah Pemerintah Daerah (Pemda) banyak kehilangan aset, karena asetnya banyak diklaim oleh masyarakat. Itu kenyataan. Jika terjadi di banyak daerah berapa kira-kira kerugian yang dialami negara kita. Belum lagi banyak desa konflik memperebutkan tanah yang potensial, sehingga filosofi arsip memiliki peranan yang besar,” tandasnya. (dh/ris)
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018
Dalam acara ini sekaligus dilakukan Memorandum of Understanding (MOU) antara IPB dengan Perpustakaan Nasional RI, IPB dengan ANRI. Penandatanganan kerjasama IPB dengan Perpustakaan Nasional ini dilakukan oleh Rektor IPB, Dr. Arif Satria dan Kepala Perpustakaan Nasional RI, Muhammad Syarif Bando dan Kepala Arsip Nasional RI, Dr. Mustari Irawan, MPA.
Tidak hanya itu, IPB memfasilitasi MoU antara Perpustakaan Nasional RI, ANRI dan beberapa perguruan tinggi di wilayah Bogor dan sekitarnya. Perguruan tinggi tersebut diantaranya: Universitas Pertahanan Indonesia, Universitas Nusa Bangsa, Universitas Djuanda, Universitas Ibnu Khaldun, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Kesatuan, Universitas Islam Assyafiiyah, Universitas Siliwangi dan Universitas Pakuan.
Rektor IPB, Dr. Arif Satria menyampaikan ucapan selamat, dengan adanya kerjasama Perpustakaan Nasional RI, ANRI dengan IPB dan perguruan tinggi wilayah Bogor serta sekitarnya dapat menjadikan sinergi semakin kuat. Rektor IPB menyebutkan pustakawan harus dapat membaca tanda-tanda perubahan. "Dengan membaca tanda-tanda perubahan zaman, maka perpustakaan dapat menyesuaikan diri sesuai dengan kebutuhan masyarakat."
Hal senada disampaikan Kepala Perpustakaan Nasional RI, Muhammad Syarif Bando, “Bisa jadi tugas seorang pustakawan harus berubah. Kita dituntut bergerak memahami apa yang dibutuhkan masyarakat. Seberapa besar masyarakat mengakses perpustakaan khususnya Perpustakaan Nasional. Seberapa besar kemampuan Perpustakaan Nasional menghimpun semua informasi apa yang dibutuhkan masyarakat. Budaya baca Indonesia rendah. Saya masih ragu di pedalaman Indonesia, masyarakat rajin membaca buku. Bisa jadi satu buku dibaca oleh 15 ribu orang. Artinya Indonesia lapar buku,” papar Muhammad Syarif.
Perpustakaan dapat menjembatani kepentingan orang. Pengemis di Pantai Kuta, Bali berkat buku sekarang sudah punya usaha. Perpustakaan juga berperan dalam pertumbuhan ekonomi.
“Ada masyarakat di Papua tidak bisa mengakses buku baru. Jangan lagi ikut mengeluh tentang budaya baca. Seorang guru besar merekomendasikan buku kepada tukang bakso. Saya yakin tidak akan dibaca. Coba jika memberi buku tentang satu gerobak menjadi puluhan gerobak, saya yakin dibaca. Berikan buku sesuai dengan apa yang dihadapi orang tersebut. Itulah esensi perpustakaan. Membaca,” kata Muhammad Syarif.
Lebih lanjut Muhammad Syarif mengatakan, perpustakaan memiliki peran yang fundamental yaitu kemampuan menyatukan kekuatan.
“Apa yang dimiliki IPB dan perguruan tinggi lain, mari kita satukan dan berbagi bersama melalui satu aplikasi, migrasi data. Dengan demikian semoga masyarakat yang ada di daerah yang belum terkoneksi melaui Perpustakaan Nasional bisa mengakses. Tidak berguna memiliki koleksi banyak buku. Namun budaya bacanya rendah. Mustahil bicara kesejahteraan tanpa kecerdasan,” jelas Muhammad Syarif.
Oleh karena itu, kata Muhammad Syarif menyampaikan bahwa perpustakaan harus melakukan reorientasi definisi. “Bukan hanya tentang buku, rak dan perpustakaan tersebut sebagai gudang ilmu. Definisi tersebut harus segera diubah. Dengan masuk era Industri 4.0 seperti saat ini budaya baca akan semakin meningkat. Di era 4.0 ini, 800 juta pekerjaan manual akan hilang. Jangan pernah mengajari suatu profesi yang akan diambil alih komputer. Profesi guru dan dosen boleh jadi suatu hari nanti juga akan diganti oleh robot.”
Sementara itu Kepala Arsip nasional RI, Mustari Irawan,menjelaskan pentingnya peran kearsipan yang seringkali dihadapkan pada permasalahan lokal, regional, masalah yang sangat kompleks, sosial, ekonomi dan politik.
“Masih banyak diantara kita tidak peduli terhadap arsip. Salah satu dampaknya adalah Pemerintah Daerah (Pemda) banyak kehilangan aset, karena asetnya banyak diklaim oleh masyarakat. Itu kenyataan. Jika terjadi di banyak daerah berapa kira-kira kerugian yang dialami negara kita. Belum lagi banyak desa konflik memperebutkan tanah yang potensial, sehingga filosofi arsip memiliki peranan yang besar,” tandasnya. (dh/ris)
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018