Bogor (Antaranews Megapolitan) - Kementerian Pertanian mempercepat pelaksanaan sertifikasi kompetensi sektor pertanian dalam rangka menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN dengan menyediakan tenaga Asesor Kompetensi yang memadai dari segi kuantitas maupun kualitas.

"Saat ini Kementerian Pertanian telah memiliki Asesor Kompetensi sebanyak 329 orang, tetapi jumlah ini belum merata pada masing-masing bidang keahlian, dan beberapa sudah tidak aktif ," kata Kepala Pusat Pelatihan Pertanian, Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) Kementerian Pertanian, Widi Harjono dalam kegiatan Bimtek Asesor Kompetensi Teknis Sektor Pertanian, yang berlangsung di Kota Bogor, Jawa Barat, Senin.

Widi menyebutkan, ada beberapa faktor tenaga Asesor Kompetensi Pertanian tidak aktif, yakni mengundurkan diri, masa berlaku sertifikat sudah kadaluarsa, dan ada juga yang sudah meninggal dunia.

Menurutnya, dengan diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), sertifikasi kompetensi sektor pertanian sangat diperlukan, agar sumber daya manusia pertanian Indonesia terspesialisasi pada bidang-bidang profesi dengan kompetensi tertentu.

Ia mengatakan, konsekuensi logis dari kondisi tersebut, diperlukan SDM Pertanian yang kompeten, professional dan dan berdaya saing.

"Tanpa penyiapan SDM yang baik, bukan tidak mungkin lapangan pekerjaan yang selama ini dikerjakan oleh tenaga kerja Indonesia diganti oleh tenaga kerja asing yang lebih kompeten dan professional," kata Widi yang juga Ketua Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Pertanian.

Dalam rangka itu, LSP Pusat Pelatihan Pertanian, BPPSDMP Kementerian Pertanian memberikan bimbingan teknis kepada 24 Asesor Kompetensi Sektor Pertanian.

Tujuan penyelenggaraan Bimtek ini adalah untuk menambah jumlah Asesor Kompetensi Bidang Keahlian sesuai tuntutan kebutuhan.

Kepala BNSP, Sumarna F Abdurahman yang hadir sebagai pembicara mengatakan, secara nasional pemerintah telah mencanangkan pengembangan sumber daya manusia Indonesia berbasis kompetensi.

Basis kompetensi ini dijabarkan dalam berbagai sektor termasuk pertanian. Di mana pelaksanaan sistem sertifikasi profesi ini ada tiga pilar untuk mengembangkan tenaga kerja berbasis kompetensi.

"Pengembangan tenaga kerja berbasis kompetensi ini diawali dulu dengan pengembangan standar kompetensinya," katanya.

Standar kompetensi ini lanjutnya, adalah apa yang dibutuhkan oleh industri. Setelah mengetahui apa saja yang dibutuhkan industri, lalu lembaga pendidikan digunakan sebagai acuan untuk mengembangkan kurikulumnya.

"Agar nanti lulusannya itu bisa menguasai kompetensi yang dibutuhkan oleh industrinya," kata Sumarna.

Untuk memastikan lulusan sektor pertanian itu telah kompeten maka dilakukan uji melalui sertifikasi kompetensi.

Sejatinya sertifikasi profesi ini adalah menjamin dan memastikan bahwa mereka yang akan memasuki dunia kerja ini sudah kompeten di bidangnya, kemudian dijadikan acuan bagi industri untuk merekognisi standar tenaga kerja yang mereka butuhkan.

Ia menambahkan, dengan sertifikasi ini, tenaga kerja Indonesia akan setaraf dengan tenaga kerja yang ada di ASEAN dan siap bersaing.

"Tetapi harus ada pengakuan dulu di tingkat ASEAN nya bahwa tenaga kerja harus bersertifikasi standar kompetensi," kata Sumarna.

Pewarta: Laily Rahmawaty

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018