Bogor (Antaranews Megapolitan) - Arsitektur lanskap bukan semata-mata merias lingkungan dengan tanaman berbunga, yang kemudian mengikuti pasar, tetapi juga soal komposisi alam, budaya, manusia, dan lingkungannya. Masing-masing tempat punya karakter, jangan sampai kita terbuai oleh pasar. Hal ini disampaikan oleh salah satu Desainer Indonesia 2017 versi Badan Ekonomi Kreatif Indonesia (BEKRAF), Ndaru Adi Pranoto .

Untuk itu, alumni dan mahasiswa Arsitektur Lanskap (ARL) Institut Pertanian Bogor (IPB) melakukan diskusi bertemakan “Lanscape Talk” di Gerimis Coffee and Space,  (5/4). Dalam diskusi ini mahasiswa dan alumni bercerita seputar permasalahan mereka tentang arsitektur lanskap, baik di dalam maupun di luar kampus. Menurut mereka, arsitektur lanskap masih dipandang sebagai alat bagi pelanggan mereka. Kurangnya pengakuan dari pelanggan juga membatasi kreativitas mereka.

Solusinya adalah meyakinkan pelanggan secara bertahap dan membuat karya-karya yang terbaik. Kedua langkah ini diyakini dapat menumbuhkan kepercayaan dari pelanggan.

“Kita bergerak tidak hanya berkumpul seperti ini, tapi kita harus menunjukkan ada karya kita,” ujar Fadhil, salah satu alumni ARL IPB. Diskusi ini bertujuan untuk mengakrabkan tali silaturahim antara alumni dengan mahasiswa ARL.

Andri, alumni ARL, menjelaskan tentang pemberdayaan masyarakat sekitar gunung Halimun Salak, terutama desa Nguncung. Di sini alumni ARL menjadi aktor utama dalam pengelolaan lanskap Taman Nasional Halimun Salak, terutama bidang perhutanannya. “Kita harus memandang masyarakat sebagai subyek, bukan sebagai obyek,” ujarnya.

Sementara itu Ndaru Adi Pranoto, alumni lainnya, menceritakan seluk beluk di balik desain Sekolah Kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan. Desain yang dibuat bersama timnya, selain memperhatikan aspek lingkungan di sana, juga mempertimbangkan aspek budaya Batak yang kental di sana.(PR/Zul)

Pewarta: Oleh: Humas IPB

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018