Bogor (Antaranews Megapolitan) - Eksplorasi darat sudah banyak dilakukan di Taman Nasional Ujung Kulon. Namun, eksplorasi perairan masih sangat sedikit. Hal ini diungkap Perwakilan Pengelola  Taman Nasional Ujung Kulon, Firmanto Noviareswanda, S.Hut, M.Si dalam Seminar Ekspedisi Zooxanthellae XIV – Ujung Kulon, Sabtu (24/3) di Kampus Institut Pertanian Bogor (IPB) Dramaga.

Kegiatan yang digelar oleh Fisheries Diving Club, IPB ini sebagai pelaporan hasil dari Ekspedisi Zooxanthellae XIV – Ujung Kulon yang dilakukan pada 15 Oktober-22 Oktober 2017 lalu di Taman Nasional Ujung Kulon. Dalam ekspedisi tersebut, pengamatan ekosistem terumbu karang dilakukan pada sebelas lokasi dari tiga pulau yang ada di lingkup Taman Nasional Ujung Kulon.

Ekspedisi tersebut dilakukan untuk mengetahui kondisi ekosistem terumbu karang, serta mengetahui aspek sosial ekonomi perikanan yang ada di Taman Nasional Ujung Kulon. Firmanto mencontohkan monitoring penyu yang pertama kali dilakukan. “Baru sebatas itu saja, sehingga, kami sangat terbuka untuk kerjasama khususnya eksplorasi perairan di Taman Nasional Ujung Kulon sendiri.

Dengan kerja sama tersebut, harapannya dapat tercipta kesejahteraan bagi masyarakat dari alam, sesuai dengan motto kita yaitu “leuweung hejo, masarakat hejo” yang artinya masyarakatnya sejahtera, alamnya lestari,” tambahnya

Banyak hal menarik yang ditemui dalam ekspedisi ini. Hal tersebut dikarenakan cuaca yang buruk menyebabkan arus cukup kuat. Selain itu, sempat masuk surat peringatan dari Direktorat Jenderal Perhubungan Laut untuk tidak melakukan kegiatan atau pun melintas dari Perhubungan Laut saat kapal yang digunakan ekspedisi ini sudah mulai kembali ke darat.

“Potensi taman nasional ini sangat besar untuk wisata selam. Perlu adanya campur tangan dari pemerintah daerah dengan pengembang Kawasan Taman Nasional untuk memperbaiki akses menuju ke daerah tersebut,” ujar Dive Master FDC-IPB, Randi Restu.

Ada beberapa spot perairan di daerah Ujung Kulon ini yang memiliki ciri khas  unik yang mirip dengan perairan timur contohnya di Karang Copong. Karang Copong ini terbentuk dari bekas letusan Gunung Merapi seperti ada selokan di bawah laut yang di pinggir-pinggirnya ada terumbu karangnya.

“Kita melakukan ekspedisi di tiga pulau yang berada di daerah dalam dan luar Taman Nasional Ujung Kulon untuk membandingkan dari adanya perbedaan zonasi tersebut. Hasilnya menunjukkan bahwa ternyata pulau-pulau yang ada di dalam dan di luar taman nasional cenderung sama,” ungkap Ketua Pelaksana Ekspedisi Zooxanthellae XIV – Ujung Kulon, Karizma Fahlevy.

Ekspedisi ini merupakan salah satu program kerja besar FDC-IPB yang diadakan setiap tahun. Ekspedisi ini dilakukan untuk ke-14 kalinya sejak berdirinya FDC pada tahun 1987 Sedangkan eksplorasi ekosistem terumbu karang di Indonesia sudah dimulai sejak tahun 1991. Kegiatan serupa terus dilakukan untuk mengeksplorasi kekayaan alam dan ekosistem terumbu karang di Indonesia.

“Hal yang perlu kita upayakan adalah bagaimana hasil pemantauan dan hasil ekspedisi ini perlu diterjemahkan untuk bahan pengelolaan taman nasional, ekosistem terumbu karang, pengelolaan pemanfaatan jasa ekosistem terumbu karang yang penting seperti perikanan, wisata selam, bisa juga hal-hal terkait bioscience seperti bahan bioaktif karena banyak juga karang terumbu yang dimanfaatkan sebagai bahan medis atau obat-obatan,” ujar Dosen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) IPB sekaligus Anggota Luar Biasa FDC-IPB Angkatan 15, Indriani Sunuddin, S.Pi, M.Si.

Pemilihan lokasi ekspedisi ini didasari akan besarnya potensi yang terpendam dari Taman Nasional Ujung Kulon. Kekayaan sumberdaya hayati daratan dan perairan yang beragam menjadikan Taman Nasional Ujung Kulon sebagai salah satu aset nasional. Pada tahun 1991, Kawasan ini ditetapkan sebagai salah satu Situs Warisan Dunia yang ada di Indonesia. Namun, pada kenyataannya, eksplorasi bahari di taman nasional ini masih memerlukan perhatian khusus dari berbagai pihak.

 “Seminar ini digelar sebagai bentuk pelaporan hasil Ekspedisi Zooxanthellae XIV – Ujung Kulon yang output-nya berupa video dokumenter, laporan ilmiah, laporan populer berbentuk buku, dan beberapa jurnal,” tutur Ketua Pelaksana Seminar Ekspedisi Zooxathellae XIV – Ujung Kulon, Nadya Jeny (FDC 34). (DI/ris).

Pewarta: Oleh: Humas IPB/Karizma Fahlevy

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018