Bogor (Antaranews Megapolitan) - Ledakan hama wereng yang terjadi beberapa bulan lalu perlu dikaji kembali. Pasalnya ledakan hama wereng yang terjadi di Indonesia ini tidak hanya terjadi sekali, namun sudah terjadi berulangkali dan kasusnya hampir sama dengan kasus sebelumnya. Ledakan hama wereng ini sudah terjadi sejak era orde baru dan kembali terjadi pada tahun 2011. Pada akhir tahun 2017 ternyata hama wereng kembali menjadi masalah besar dan menyebabkan gagal panen di berbagai daerah.
Sebagai upaya dalam menanggulangi masalah yang sama, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) menggelar seminar nasional “Menemukan Kembali PHT Kita: Memutus Lingkaran Setan Ledakan Wereng Coklat dan Virus Padi.” Seminar ini diselenggarakan di Auditorium Thoyib Hadi Widjaya Fakultas Pertanian IPB (22/3) ini diikuti sekira 300 peserta. Peserta berasal dari berbagai kalangan yakni akademisi, lembaga penelitian, kelompok tani, pemerhati pertanian, dan lembaga pemerintah.
Seminar ini merupakan kolaborasi antara Departemen Proteksi Tanaman IPB dengan Perhimpunan Entomologi Indonesia dan Perhimpunan Fitopatologi Indonesia. Tujuannya adalah berusaha menjawab permasalahan terkini seputar ledakan hama wereng yang terjadi di Indonesia.
“Kami berharap seminar ini bisa memberikan jalan keluar dalam memecahkan permasalahan yang muncul akibat serangan wereng coklat. Semoga seminar ini bisa memberikan manfaat bagi kita semua,” ujar Ketua panitia, Dr. Ir. Giyanto, M.Si.
Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) IPB, Dr. Ir. Aji Hermawan, M.M mengatakan langkah ini merupakan bagian dari upaya merespon serangan wereng tahun lalu yang begitu mendadak sehingga perlu respon cepat untuk mengatasi persoalan tersebut.
“Mudah-mudahan seminar nasional ini dapat menemukan rekomendasi pengendalian hama wereng sesuai konsep PHT (pengendalian hama terpadu),” ujar Dr. Ir. Aji Hermawan.
Sejarah ledakan hama wereng coklat pertama kali yang terjadi sekitar tahun 1980-an. Pemerintah lalu mengeluarkan Inpres No 3 Tahun 1986 tentang Peningkatan Pengendalian Hama Wereng Coklat pada Padi. Instruksi Presiden inilah yang menjadi cikal bakal terbitnya konsep pengendalian hama terpadu (PHT).
Prof. Dr. Ir. Damayanti Buchori, M.Sc. selaku Ketua Perhimpunan Entomologi Indonesia menegaskan bahwa konsep PHT sudah diatur dalam UU No 12 Tahun 1992 Pasal 20 ayat 1 tentang Perlindungan Tanaman yang dilakukan dengan konsep PHT. Ia juga menegaskan bahwa konsep PHT ini seharusnya diterapkan oleh pemerintah dan masyarakat terutama petani. Selain UU No 12 Tahun 1992, terdapat UU No 6 tahun 1995 yang lebih menegaskan pada upaya perlindungan tanaman. Apabila undang-undang tidak dilaksanakan dengan benar atau dilanggar seharusnya orang yang melanggar itu mendapat pidana.
Sementara itu, menurut peneliti IPB Dr. Ir. Hermanu Triwidodo, M.Sc, status serangan hama wereng tahun 2018 belum dapat diprediksi. Pasalnya ledakan hama wereng terjadi karena berbagai faktor. Diantaranya adalah pola tanam, penggunaan pestisida, varietas padi yang ditanam, dan perilaku petani selama masa tanam padi. Penelitian yang telah dilakukan beberapa tahun lalu menyebutkan bahwa penggunaan pestisida yang berlebihan ternyata lebih memicu terjadinya ledakan hama wereng coklat.
“Pola tanam yang tidak serempak juga memicu terjadinya ledakan hama wereng coklat. Ini karena tersedianya sumber makanan bagi hama wereng tersebut. Selain kerugian secara langsung, hama wereng coklat padi ternyata juga menyebarkan virus kerdil rumput dan kerdil hampa,” ujarnya.
Serangan hama wereng yang diikuti oleh serangan virus dapat mengakibatkan gagal panen sebesar 100%. Hal ini disebabkan karena virus kerdil rumput dan kerdil hampa dapat menyerang tanaman padi semenjak masih dalam persemaian. Apabila tanaman terinfeksi semenjak masa vegetatif, tanaman tersebut tidak bisa berbunga dan berbuah. Gejala yang disebabkan oleh kedua virus ini sangat khas.
Gejala kerdil rumput berupa tanaman menjadi kerdil, anakan banyak, dan mirip seperti rumput. Adapun gejala kerdil hampa berupa tanaman menjadi kerdil dan berwarna kuning. Gejala ini mirip dengan gejala kekurangan unsur hara sehingga petani memutuskan untuk menambah dosis pupuknya. Padahal dengan menambah dosis pupuk atau pestisida dapat mematikan beberapa predator dan musuh alami hama wereng sehingga memicu ledakan hama wereng.
Upaya pengendalian yang sesuai dengan konsep PHT yang direkomendasikan dari seminar ini adalah mengupayakan tanam serempak, olah tanah dengan baik, menggunakan varietas tahan wereng (Inpari 18, Inpari 13, Inpari 33), membuat persemaian setelah kondisi lahan besih dari sumber hama, memasang lampu perangkap disekitar lahan, rekayasa lingkungan dengan menanam tanaman penghasil bunga dengan tujuan menyediakan sumber makanan bagi musuh alami, aplikasi cendawan entomopatogen (Metharizium anosiplae) dan menggunakan insektisida tepat jenis dan tepat dosis.
“Penggunaan varietas tahan yang tidak sesuai dengan lokasi atau tanah belum tentu bisa meminimalkan terjadinya ledakan hama wereng coklat. Upaya pengendalian yang potensial dilakukan adalah dengan memperhatikan pola tanam dan menyediakan sumber makanan bagi predator dan musuh alami wereng,” ujar Kepala Loka Penelitian Penyakit Tungro Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan, Dr. Fausiah T Ladja, SP, M.Si.(Rosyid/Zul)
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018
Sebagai upaya dalam menanggulangi masalah yang sama, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) menggelar seminar nasional “Menemukan Kembali PHT Kita: Memutus Lingkaran Setan Ledakan Wereng Coklat dan Virus Padi.” Seminar ini diselenggarakan di Auditorium Thoyib Hadi Widjaya Fakultas Pertanian IPB (22/3) ini diikuti sekira 300 peserta. Peserta berasal dari berbagai kalangan yakni akademisi, lembaga penelitian, kelompok tani, pemerhati pertanian, dan lembaga pemerintah.
Seminar ini merupakan kolaborasi antara Departemen Proteksi Tanaman IPB dengan Perhimpunan Entomologi Indonesia dan Perhimpunan Fitopatologi Indonesia. Tujuannya adalah berusaha menjawab permasalahan terkini seputar ledakan hama wereng yang terjadi di Indonesia.
“Kami berharap seminar ini bisa memberikan jalan keluar dalam memecahkan permasalahan yang muncul akibat serangan wereng coklat. Semoga seminar ini bisa memberikan manfaat bagi kita semua,” ujar Ketua panitia, Dr. Ir. Giyanto, M.Si.
Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) IPB, Dr. Ir. Aji Hermawan, M.M mengatakan langkah ini merupakan bagian dari upaya merespon serangan wereng tahun lalu yang begitu mendadak sehingga perlu respon cepat untuk mengatasi persoalan tersebut.
“Mudah-mudahan seminar nasional ini dapat menemukan rekomendasi pengendalian hama wereng sesuai konsep PHT (pengendalian hama terpadu),” ujar Dr. Ir. Aji Hermawan.
Sejarah ledakan hama wereng coklat pertama kali yang terjadi sekitar tahun 1980-an. Pemerintah lalu mengeluarkan Inpres No 3 Tahun 1986 tentang Peningkatan Pengendalian Hama Wereng Coklat pada Padi. Instruksi Presiden inilah yang menjadi cikal bakal terbitnya konsep pengendalian hama terpadu (PHT).
Prof. Dr. Ir. Damayanti Buchori, M.Sc. selaku Ketua Perhimpunan Entomologi Indonesia menegaskan bahwa konsep PHT sudah diatur dalam UU No 12 Tahun 1992 Pasal 20 ayat 1 tentang Perlindungan Tanaman yang dilakukan dengan konsep PHT. Ia juga menegaskan bahwa konsep PHT ini seharusnya diterapkan oleh pemerintah dan masyarakat terutama petani. Selain UU No 12 Tahun 1992, terdapat UU No 6 tahun 1995 yang lebih menegaskan pada upaya perlindungan tanaman. Apabila undang-undang tidak dilaksanakan dengan benar atau dilanggar seharusnya orang yang melanggar itu mendapat pidana.
Sementara itu, menurut peneliti IPB Dr. Ir. Hermanu Triwidodo, M.Sc, status serangan hama wereng tahun 2018 belum dapat diprediksi. Pasalnya ledakan hama wereng terjadi karena berbagai faktor. Diantaranya adalah pola tanam, penggunaan pestisida, varietas padi yang ditanam, dan perilaku petani selama masa tanam padi. Penelitian yang telah dilakukan beberapa tahun lalu menyebutkan bahwa penggunaan pestisida yang berlebihan ternyata lebih memicu terjadinya ledakan hama wereng coklat.
“Pola tanam yang tidak serempak juga memicu terjadinya ledakan hama wereng coklat. Ini karena tersedianya sumber makanan bagi hama wereng tersebut. Selain kerugian secara langsung, hama wereng coklat padi ternyata juga menyebarkan virus kerdil rumput dan kerdil hampa,” ujarnya.
Serangan hama wereng yang diikuti oleh serangan virus dapat mengakibatkan gagal panen sebesar 100%. Hal ini disebabkan karena virus kerdil rumput dan kerdil hampa dapat menyerang tanaman padi semenjak masih dalam persemaian. Apabila tanaman terinfeksi semenjak masa vegetatif, tanaman tersebut tidak bisa berbunga dan berbuah. Gejala yang disebabkan oleh kedua virus ini sangat khas.
Gejala kerdil rumput berupa tanaman menjadi kerdil, anakan banyak, dan mirip seperti rumput. Adapun gejala kerdil hampa berupa tanaman menjadi kerdil dan berwarna kuning. Gejala ini mirip dengan gejala kekurangan unsur hara sehingga petani memutuskan untuk menambah dosis pupuknya. Padahal dengan menambah dosis pupuk atau pestisida dapat mematikan beberapa predator dan musuh alami hama wereng sehingga memicu ledakan hama wereng.
Upaya pengendalian yang sesuai dengan konsep PHT yang direkomendasikan dari seminar ini adalah mengupayakan tanam serempak, olah tanah dengan baik, menggunakan varietas tahan wereng (Inpari 18, Inpari 13, Inpari 33), membuat persemaian setelah kondisi lahan besih dari sumber hama, memasang lampu perangkap disekitar lahan, rekayasa lingkungan dengan menanam tanaman penghasil bunga dengan tujuan menyediakan sumber makanan bagi musuh alami, aplikasi cendawan entomopatogen (Metharizium anosiplae) dan menggunakan insektisida tepat jenis dan tepat dosis.
“Penggunaan varietas tahan yang tidak sesuai dengan lokasi atau tanah belum tentu bisa meminimalkan terjadinya ledakan hama wereng coklat. Upaya pengendalian yang potensial dilakukan adalah dengan memperhatikan pola tanam dan menyediakan sumber makanan bagi predator dan musuh alami wereng,” ujar Kepala Loka Penelitian Penyakit Tungro Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan, Dr. Fausiah T Ladja, SP, M.Si.(Rosyid/Zul)
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018