Jakarta, 18/12 (ANTARA) - Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menyimpulkan ada tiga faktor penyebab yang berkontribusi terhadap jatuhnya pesawat Sukhoi RRJ 95B-97004 Superjet 100 di Gunung Salak, Bogor, Jawa Barat, kata Ketua KNKT Tatang Kurniadi.
"Hasil investigasi KNKT dengan berbagai pihak terhadap jatuhnya pesawat Sukhoi, menyimpulkan ada tiga faktor yang berkontribusi terhadap kecelakaan tersebut," Kata Tatang Kurniadi dalam keterangan pers di Gedung KNKT, Jakarta, Selasa.
Menurut Tatang, faktor pertama adalah awak pesawat tidak menyadari kondisi pegunungan di sekitar jalur penerbangan yang dilalui dikarenakan beberapa faktor, dan berakibat awak pesawat mengabaikan pihak dari "Terrain Awareness Warning" (TAWS).
"Pada pukul 14.26 WIB, pilot minta izin untuk turun ke ketinggian 6000 kaki serta untuk membuat orbit (lintasan melingkar) ke kanan agar pesawat tidak terlalu tinggi untuk proses pendaratan di Halim menggunakan landasan 06. Izin tersebut diberikan oleh petugas 'Jakarta Approach'," ujar dia.
Ia mengatakan tiga puluh delapan (38) detik sebelum benturan, TAWS memberikan peringatan berupa suara: "Terrain Ahead, Pull UP" dan diikuti oleh enam (6) kali "Avoid Terrain". Pilot In Command (PIC) mematikan TAWS tersebut, karena berasumsi bahwa peringatan tersebut diakibatkan oleh "database" yang bermasalah.
Kedua, lanjut dia, Jakarta Radar belum mempunyai batas ketinggian minimum pada pesawat yang diberikan "vector" dan sistim dari Jakarta Radar belum dilengkapi dengan "Minimum Safe Altitude Warnin" (MSAW) yang berfungsi untuk daerah Gunung Salak.
"Pelayanan Jakarta Radar belum mempunyai batas ketinggian minimum untuk melakukan vector pada suatu daerah tertentu dan MSAW yang ada pada sistim tidak memberikan peringatan kepada petugas Jakarta Approach sampai dengan pesawat menabrak," paparnya.
Ia menjelaskan vector adalah perintah berupa arah yang diberikan oleh pengatur lalu lintas udara kepada pilot pada pelayanan radar.
Hal yang terakhir, kata dia, terjadi pengalihan perhatian terhadap awak pesawat dari percakapan yang berkepanjangan dan tidak terkait dengan penerbangan.
"Sehingga menyebabkan pilot yang menerbangkan pesawat tidak dengan segera mengubah arah pesawat ketika orbit dan pesawat keluar dari orbit tanpa disengaja," ujarnya.
A063
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2012
"Hasil investigasi KNKT dengan berbagai pihak terhadap jatuhnya pesawat Sukhoi, menyimpulkan ada tiga faktor yang berkontribusi terhadap kecelakaan tersebut," Kata Tatang Kurniadi dalam keterangan pers di Gedung KNKT, Jakarta, Selasa.
Menurut Tatang, faktor pertama adalah awak pesawat tidak menyadari kondisi pegunungan di sekitar jalur penerbangan yang dilalui dikarenakan beberapa faktor, dan berakibat awak pesawat mengabaikan pihak dari "Terrain Awareness Warning" (TAWS).
"Pada pukul 14.26 WIB, pilot minta izin untuk turun ke ketinggian 6000 kaki serta untuk membuat orbit (lintasan melingkar) ke kanan agar pesawat tidak terlalu tinggi untuk proses pendaratan di Halim menggunakan landasan 06. Izin tersebut diberikan oleh petugas 'Jakarta Approach'," ujar dia.
Ia mengatakan tiga puluh delapan (38) detik sebelum benturan, TAWS memberikan peringatan berupa suara: "Terrain Ahead, Pull UP" dan diikuti oleh enam (6) kali "Avoid Terrain". Pilot In Command (PIC) mematikan TAWS tersebut, karena berasumsi bahwa peringatan tersebut diakibatkan oleh "database" yang bermasalah.
Kedua, lanjut dia, Jakarta Radar belum mempunyai batas ketinggian minimum pada pesawat yang diberikan "vector" dan sistim dari Jakarta Radar belum dilengkapi dengan "Minimum Safe Altitude Warnin" (MSAW) yang berfungsi untuk daerah Gunung Salak.
"Pelayanan Jakarta Radar belum mempunyai batas ketinggian minimum untuk melakukan vector pada suatu daerah tertentu dan MSAW yang ada pada sistim tidak memberikan peringatan kepada petugas Jakarta Approach sampai dengan pesawat menabrak," paparnya.
Ia menjelaskan vector adalah perintah berupa arah yang diberikan oleh pengatur lalu lintas udara kepada pilot pada pelayanan radar.
Hal yang terakhir, kata dia, terjadi pengalihan perhatian terhadap awak pesawat dari percakapan yang berkepanjangan dan tidak terkait dengan penerbangan.
"Sehingga menyebabkan pilot yang menerbangkan pesawat tidak dengan segera mengubah arah pesawat ketika orbit dan pesawat keluar dari orbit tanpa disengaja," ujarnya.
A063
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2012