Serang (Antara Megapolitan-Bogor) - Pemerintah Kota Serang, Banten seharusnya sudah mengantisipasi kehadiran angkutan umum berbasis daring atau aplikasi, sehingga tidak perlu sampai terjadi gesekan dengan angkutan konvensional.

Belajar dari kasus gesekan yang terjadi angkutan konvensional dan angkutan daring di Kota Tangerang pada Juli 2017 seharusnya sudah diantisipasi pemerintah Kota Serang dengan melakukan sosialisasi jauh-jauh sebelumnya.

Kebijakan mengenai penyelenggaraan angkutan umum diserahkan kepada pemerintah daerah dengan berpegang kepada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 108 Tahun 2017 tentang penyelenggara angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum tidak dalam trayek.

Namun kenyataan begitu layanan angkutan daring masuk ke Kota Serang mulai muncul gesekan yang pada akhirnya mencetus aksi unjuk rasa pada tanggal 26 Oktober yang dilakukan tukang ojek pangkalan yang merasa pendapatan berkurang dengan hadirnya ojek daring.

Gesekan dapat dilihat saat turun dari bus menjelang masuk Terminal Bus Pakupatan sepanduk bertuliskan penolakan kehadiran ojek daring bertebaran menghiasi jalan, membuat penumpang bus terpaksa menggunakan jasa tukang ojek yang mangkal di kawasan tersebut.

Kalaupun ingin menggunakan jasa ojek darin maka penumpang harus berjalan cukup jauh untuk janjian dengan pengemudi yang akan mengantarkan ke tempat tujuan.

Peraturan sebenarnya sudah cukup jelas untuk angkutan umum konvensional maupun berbasis daring karena saat ini sudah ada batas atas dan bawah sehingga di lapangan tarifnya akan sama, hanya saja hal itu diberlakuka untuk kendaraan roda empat.

Bagaiman dengan kendaraan roda dua atau ojek. Selama ini pemerintah tidak pernah mengatur angkutan roda dua sebagai angkutan umum, pertimbangannya karena faktor keamanan dengan demikian untuk wilayah ini memang masih abu-abu.

Kalaupun pemerintah daerah ingin mengatur kendaraan roda dua sebagai angkutan umum memang tidak ada landasan hukumnya. Pemerintah hanya mengakui kendaraan roda tiga dan roda empat untuk angkutan umum di luar trayek.

Dengan demikian persoalan keributan antara pengojek pangkalan dan daring bukanlah menjadi ranah pemerintah daerah, tugas dari pemerintah daerah adalah menciptakan angkutan umum yang nyaman untuk mengantarkan warganya sampai ke tempat tujuan.

Hadirnya tukang ojek baik itu pangkalan maupun daring karena kegagalan pemerintah daerah menyediakan layanan angkutan umum yang nyaman dalam artian rutenya jelas, tarif yang dikenakan pasti, serta tidak perlu berjalan jauh untuk mendapatkan angkutan umum.

Menurut pengamat transportasi Djoko Setijowarno kegaduhan yang ditimbulkan dengan hadirnya angkutan daring disebabkan kegagalan pemerintah daerah menyediakan transportasi umum. Ceruk pasar ini kemudian diambil alih angkutan daring.

Publik menginginkan layanan transportasi umum mendekat kawasan permukiman. Andai berjalan kaki, tidak lebih dr 500 meter. Transportasi umum daring menawarkan solusi itu.

Kebutuhan layanan itu, lambat diantisipasi pemerintah daerah. Ketika sepeda motor mudah dan murah mendapatkannya, jadilah sepeda motor menjadi sarana transportasi umum. Walau tidak termasuk kategori transportasi umum sesuai UU 22/2009 tentang  Lalu Lintas Angkutan Jalan.

Dengan demikian paradigma pendekatan membangun transportasi umum harus mulai berubah.

Semula bisnis transportasi umum dengan mengandalkan setoran, sekarang harus membeli layanan (buy the service).

Bukan lagi berorientasi kepada "pendapatan" tetapi pada "pengguna", dengan demikian rute menyesuaikan dengan kebutuhan publik.

Rute transportasi umum harus menjangkau penumpang yang berada di area permukiman.

Kendalanya, program transportasi umum tidak mendatangkan keuntungan (profit), melainkan manfaat (benefit).

Hal ini yang membuat program transportasi umum kurang disukai kepala daerah,  kepala daerah lebih suka program bangun jalan yang jelas menghadirkan profit dalam jangka pendek.
      
Ojek

Lantas bagaimana dengan hadirnya kendaraan roda dua sebagai angkutan umum (ojek) yang jelas dengan belum tersedianya transportasi umum yang memadai kehadiran roda dua sebagai angkutan umum tidak dapat ditolak.

Masyarakat terpaksa memilih kendaraan roda dua untuk mobilitas dirinya menuju ke tempat tujuan, meskipun resiko tidak mendapat perlindungan asuransi apabila terjadi kecelakaan, serta kondisi angkutan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Tentunya pemerintah daerah tidak akan bertanggungjawab kalau sepeda motor yang digunakan sebagai angkutan umum mengalami kecelakaan karena remnya blong atau rusak akibat tidak adanya uji kelayakan untuk kendaraan roda dua.

Solusinya selama angkutan roda dua belum ada yang mengatur sebaiknya angkutan ojek pangkalan dan ojek daring dapat hidup berdampingan. Bisa saja ojek pangkalan ini bergabung dengan ojek online tentunya dengan difasilitasi kelengkapan kendaraan dan kelengkapan pengamanan (helm, jaket, sepatu).

Hadirnya angkutan umum berbasis daring baik roda dua maupun roda empat selama ini sangat membantu warga,  order cukup melalui aplikasi maka kendaraan sudah sampai di lokasinya berada serta siap untuk mengantar ke berbagai lokasi tujuan.

Kehadiran layanan aplikasi ini mau tidak mau akan selalu menghiasi dalam kehidupan masyarakat, masyarakat akan semakin dimudahkan dengan tarif yang terjangkau mobiliasi dapat dilaksanakan ke berbagai lokasi tujuan, begitu juga kemudahan dalam mengirimkan barang, atau membeli sesuatu.

Kehadiran roda dua sebagai angkutan umum tidak mungkin untuk ditutup sepanjang pemerintah daerah belum mampu memenuhi transportasi umum dalam lingkungan.

Bertumbuhnya perumahan di Kota Serang dengan area yang sangat luas harusnya dibarengi dengan penyediaan transportasi yang memadai, tanpa hal terebut maka masyarkaat akan menggunakan angkutan roda dua sebagai sarana transportasi.

Belum tersedianya transportasi umum juga akan membuat masyarakat lebih senang menggunakan kendaraan pribadi ke berbagai lokasi tujuan. Kendala adalah kemacetan yang menghiasi jalan utama aupun jalan kecil. Padahal pemerintah melalui Kementerian Perhubungan menyediakan bantuan pendaan bagi pemerintah daerah yang mengalami keterbatasan dana untuk penyediaan transportasi umum.

Persoalannya kembali kepada kemauan serta ada tidaknya profit, sehingga Pemerintah Daerah lebih memilih untuk membangun jalan bagi warganya yang tentunya semakin mendorong munculnya angkutan pribadi dan angkutan tidak resmi lainnya.  (Ant/BPJ).

Pewarta: Ganet Dirgantoro

Editor : M. Tohamaksun


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017