London (Antara Megapolitan-Bogor) - Indonesia pada Konferensi ke-7 Negara Pihak Konvensi PBB Anti-Korupsi menegaskan sudah saatnya negara saling terbuka dalam pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi, selain pentignya menunjukkan komitmen dan saling percaya dalam kerja sama terkait hal itu.
Sikap Indonesia itu dikemukakan dalam pernyataan nasional disampaikan Menkumham Yasonna H. Laoly pada sesi debat umum Conference of State Parties (COSP) United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) ke-7 di Markas PBB Wina, Austria, Senin (6/11).
KBRI/PTRI Wina dalam keterangan yang diterima Antara London, Selasa menyebutkan, konferensi dibuka Executive Director UNODC Yuri Fedotov dan dihadiri oleh 50 pejabat setingkat Menteri, lebih dari 500 delegasi mewakili Negara Pihak dan peninjau UNCAC serta organisasi internasional dan NGO berlangsung tanggal 6-10 November ini.
Konferensi dipimpin Jaksa Agung Guatemala Thelma Aldana. Sementara itu, Delegasi RI pada pertemuan ini dipimpin Menteri Hukum dan HAM didampingi Dubes/Watapri Wina, Jampidsus dan Wakil Ketua KPK selaku wakil Ketua Delegasi, yang beranggotakan pejabat unsur Kemenko Polhukam, Kemenkumham, Kemlu, Setkab, Kejagung, KPK, dan KBRI/PTRI Wina.
Dalam Sesi ke-7 COSP UNCAC itu, Menkumham Yasonna H. Laoly mengatakan selama ini negara-negara korban seperti Indonesia mengalami kesulitan dalam upaya perampasan aset karena sikap kaku dan kurang kooperatif negara-negara yang dimintakan bantuan dalam kerja sama pelacakan dan pengembalian terpidana tipikor dan aset-asetnya.
"Seharusnya perbedaan sistem hukum tidak menjadi kendala bahkan pendekatan yang perlu diambil adalah menjembatani perbedaan sistem hukum tersebut demi keberhasilan kerja sama internasional sejalan dengan semangat UNCAC," ujar Yasonna.
Namun di sisi lain, Laoly juga menghargai dan mengakui negara pihak yang berkomitmen bekerja sama dengan Indonesia, khususnya terhadap yurisdiksi yang melakukan penyitaan aset hasil tindak pidana korupsi atas permintaan Indonesia.
Pada kesempatan itu, Laoly mengingatkan seluruh delegasi di Konferensi mengenai berbagai upaya para pelaku tipikor yang menggunakan segala cara untuk melepaskan diri dari jerat hukum dan melindungi aset hasil korupsinya.
Pada kesempatan terpisah, Dubes/Wakil Tetap RI untuk PBB di Wina, Dr Darmansjah Djumala, menjelaskan COSP penting bagi Indonesia karena agenda Pertemuan juga membahas review implementasi Konvensi PBB Anti-Korupsi (United Nations Convention against Corruption/UNCAC). "Proses review merupakan mekanisme meninjau sejauh mana negara pihak telah mengimplementasikan UNCAC serta memberikan rekomendasi bagi negara terkait optimalisasi implementasi konvensi tersebut. Saat ini Indonesia sedang menjalanani proses review putaran kedua," ujar Dubes Djumala.
Dubes Djumala juga menerangkan dari review terhadap Indonesia pada putaran pertama tahun 2010, rekomendasi yang diperoleh dilaksanakan antara lain dalam bentuk penyusunan Rancangan Undang-Undang, yakni RUU KUHAP, RUU Tipikor, RUU Bantuan Hukum Timbal Balik dan RUU Ekstradisi. Reformasi di bidang legislasi nasional tersebut sejalan dengan prioritas kebijakan pemerintah Indonesia sebagaimana tertuang dalam Nawa Cita dalam rangka reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya.
COSP UNCAC merupakan pertemuan tingkat tinggi Negara-negara Pihak dan peninjau UNCAC serta organisasi internasional terkait guna membahas isu-isu yang menjadi perhatian dan kepentingan bersama dalam mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi.
Di sela-sela konferensi Menteri Laoly berkesempatan melakukan pertemuan bilateral dengan Rusia, Swiss dan China membahas berbagai bentuk kerja sama hukum. (ANT/ZG).
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017
Sikap Indonesia itu dikemukakan dalam pernyataan nasional disampaikan Menkumham Yasonna H. Laoly pada sesi debat umum Conference of State Parties (COSP) United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) ke-7 di Markas PBB Wina, Austria, Senin (6/11).
KBRI/PTRI Wina dalam keterangan yang diterima Antara London, Selasa menyebutkan, konferensi dibuka Executive Director UNODC Yuri Fedotov dan dihadiri oleh 50 pejabat setingkat Menteri, lebih dari 500 delegasi mewakili Negara Pihak dan peninjau UNCAC serta organisasi internasional dan NGO berlangsung tanggal 6-10 November ini.
Konferensi dipimpin Jaksa Agung Guatemala Thelma Aldana. Sementara itu, Delegasi RI pada pertemuan ini dipimpin Menteri Hukum dan HAM didampingi Dubes/Watapri Wina, Jampidsus dan Wakil Ketua KPK selaku wakil Ketua Delegasi, yang beranggotakan pejabat unsur Kemenko Polhukam, Kemenkumham, Kemlu, Setkab, Kejagung, KPK, dan KBRI/PTRI Wina.
Dalam Sesi ke-7 COSP UNCAC itu, Menkumham Yasonna H. Laoly mengatakan selama ini negara-negara korban seperti Indonesia mengalami kesulitan dalam upaya perampasan aset karena sikap kaku dan kurang kooperatif negara-negara yang dimintakan bantuan dalam kerja sama pelacakan dan pengembalian terpidana tipikor dan aset-asetnya.
"Seharusnya perbedaan sistem hukum tidak menjadi kendala bahkan pendekatan yang perlu diambil adalah menjembatani perbedaan sistem hukum tersebut demi keberhasilan kerja sama internasional sejalan dengan semangat UNCAC," ujar Yasonna.
Namun di sisi lain, Laoly juga menghargai dan mengakui negara pihak yang berkomitmen bekerja sama dengan Indonesia, khususnya terhadap yurisdiksi yang melakukan penyitaan aset hasil tindak pidana korupsi atas permintaan Indonesia.
Pada kesempatan itu, Laoly mengingatkan seluruh delegasi di Konferensi mengenai berbagai upaya para pelaku tipikor yang menggunakan segala cara untuk melepaskan diri dari jerat hukum dan melindungi aset hasil korupsinya.
Pada kesempatan terpisah, Dubes/Wakil Tetap RI untuk PBB di Wina, Dr Darmansjah Djumala, menjelaskan COSP penting bagi Indonesia karena agenda Pertemuan juga membahas review implementasi Konvensi PBB Anti-Korupsi (United Nations Convention against Corruption/UNCAC). "Proses review merupakan mekanisme meninjau sejauh mana negara pihak telah mengimplementasikan UNCAC serta memberikan rekomendasi bagi negara terkait optimalisasi implementasi konvensi tersebut. Saat ini Indonesia sedang menjalanani proses review putaran kedua," ujar Dubes Djumala.
Dubes Djumala juga menerangkan dari review terhadap Indonesia pada putaran pertama tahun 2010, rekomendasi yang diperoleh dilaksanakan antara lain dalam bentuk penyusunan Rancangan Undang-Undang, yakni RUU KUHAP, RUU Tipikor, RUU Bantuan Hukum Timbal Balik dan RUU Ekstradisi. Reformasi di bidang legislasi nasional tersebut sejalan dengan prioritas kebijakan pemerintah Indonesia sebagaimana tertuang dalam Nawa Cita dalam rangka reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya.
COSP UNCAC merupakan pertemuan tingkat tinggi Negara-negara Pihak dan peninjau UNCAC serta organisasi internasional terkait guna membahas isu-isu yang menjadi perhatian dan kepentingan bersama dalam mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi.
Di sela-sela konferensi Menteri Laoly berkesempatan melakukan pertemuan bilateral dengan Rusia, Swiss dan China membahas berbagai bentuk kerja sama hukum. (ANT/ZG).
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017