Ini cerita perjalanan tentang usaha ternak kambing di Koperasi Peternak Akar Rumput di Desa Tayem Timur, Kecamatan Karangpucung, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah.

Kandang-kandang kambing di tempat itu, tidak seperti kandang kambing kebanyakan, yang kurang terawat dan menebar bau khas kambing dan kotorannya.

Kandang-kandang kambing di Akar Rumput tertata rapi, bersih, dan tidak menimbulkan bau yang kurang sedap. Demikian pula dengan kambing-kambing yang berada di dalam kandang terlihat bersih.

Bagian depan kantor koperasi itu terdapat bangunan dua lantai, terbuat dari kayu. Lantai 1 kandang kambing, sedangkan lantai 2  ruangan pengurus koperasi.

Kandang di bangunan depan itu menjadi etalase bibit-bibit unggul kambing perah dijual.

Ketua Koperasi Akar Rumput Putut Dwi Prasetyo. menyebutkan usaha koperasinya fokus pada pembibitan kambing perah guna menghasilkan bibit unggul untuk dipasarkan ke berbagai daerah.

Koperasi yang digerakkan oleh Putut Dwi Prasetyo (42) itu berawal dari sebuah komunitas kecil yang beranggotakan pemuda-pemuda desa setempat.

Putut, sarjana hukum dan pernah menjadi dosen di perguruan tinggi swasta di Cilacap , sempat menjadi pedagang kambing di pasar yang dipasok dari kambing yang dibudidayakan warga. 

Awal pembentukan koperasi  dari obrolan Putut bersama beberapa teman sekampung sekitar tahun 2006 terkait dengan banyaknya pemuda di Desa Tayem yang tidak bekerja dan kalaupun ada yang bekerja, pekerjaan mereka di luar daerah.

Putut mengajak teman-temannya belajar beternak kambing dengan cara yang lebih baik.  Orang tua mereka selama ini telah beternak kambing lokal Jawa Randu dengan cara yang sangat tradisional tetapi bisa bertahan hidup di kampung dan menjadikan peternakan sebagai sektor unggulan di Desa Tayem Timur.

Putut mengumpulkan warga desa. Terkumpul 24 orang. Setiap pemuda membawa satu hingga dua ekor kambing. Dari situlah terbentuk komunitas Perkumpulan Peternak Sengkala Hijau. Nama Sengkala Hijau diambil dari  nama gunung kecil di Desa Tayem Timur, yakni Gunung Sengkala.

Memasuki bulan ketiga, ada anggota kelompok yang mempertanyakan kapan mereka mendapatkan bantuan. Sejumlah anggota beranggapan jika ada pembentukan kelompok, akan ada bantuan dari pemerintah.

Kelompok itu dibentuk bukan untuk mencari bantuan, melainkan untuk belajar. Hingga akhirnya pada bulan keempat, anggota tersis 14 orang karena yang lain mundur.

Anggota yang tersisa kemudian membudidayakan kambing tersebut dengan harapan bisa mendapatkan hasil tambahan dari susu perah walaupun saat itu masyarakat belum lazim minum susu kambing.

Putut dan teman-temannya berupaya mencari kambing Saanen yang mampu menghasilkan susu dalam jumlah banyak meskipun populasinya di Indonesia sangat jarang. Berdasarkan literasi, kambing asal Swiss itu tercatat masuk ke Tapos pada masa pemerintahan Presiden Soeharto.

Akhirnya mendapatkan anakan kambing Saanen dari salah satu peternakan di Sukabumi, Jawa Barat. Kambing Saanen disilangkan dengan kambing lokal, yakni satu pejantan Saanen dikawinkan dengan banyak betina yang merupakan kambing lokal, dan kambing hasil persilangan itu lebih produktif.

Perkumpulan Peternak Sengkala Hijau berkoordinasi dengan Kementerian Pertanian untuk meminta akses impor kambing dari Australia guna mendapatkan genetik baru dan menghindari kawin sedarah pada kambing-kambing yang dibudidayakan.

Perkumpulan yang semula hanya beranggotakan 14 pemuda Desa Tayem akhirnya berkembang hingga ke beberapa desa, bahkan di desa-desa itu sekarang telah terbentuk kelompok-kelompok baru dengan tetap menginduk ke Desa Tayem sebagai pusat kegiatan dan hingga saat ini jumlah anggota secara keseluruhan telah mencapai 248 orang dengan populasi kambing yang dibudidayakan sekitar 3.600 ekor.

Perkumpulan Peternak Sengkala Hijau juga membina dan mendampingi kelompok-kelompok tani di desa dalam budi daya kambing.

Baca juga: Pakar: Koperasi miliki peran strategis wujudkan ekonomi di atas 8 persen


Putut suatu ketika bertemu Agus Santoso yang merupakan Staf Khusus Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah. Perkumpulan Peternak Sengkala Hijau memberi masukan bahwa Perkumpulan Peternak Sengkala Hijau sudah selayaknya menjadi koperasi.

Pada tahun 2020, Perkumpulan Peternak Sengkala Hijau membentuk koperasi peternak dengan nama Akar Rumput dan saat itu membina 5 kelompok peternak. Nama Akar Rumput digunakan karena anggota koperasi berasal dari kalangan masyarakat desa.

"Nama ini kami gunakan dengan harapan walaupun kami kecil dan rendah sebagai ekosistem bisnis, tetapi punya ketahanan seperti rumput," kata Putut.

Hal itu berkaitan dengan keberadaan rumput yang pertama tumbuh saat musim hujan namun masih tetap bertahan hidup ketika musim kemarau.

Hingga saat ini Perkumpulan Peternak Sengkala Hijau tetap ada dan menjadi salah satu unit bisnis Koperasi Peternak Akar Rumput yang menangani pembuatan pupuk kotoran hewan (kohe). Kohe dari ternak kambing milik anggota koperasi diolah menjadi pupuk organik siap pakai.

Pupuk yang dihasilkan tersebut selanjutnya dijual sebanyak 70 persen melalui koperasi dengan harga Rp20.000 per karung, sedangkan 30 persen diberikan kepada peternak untuk memupuk tanaman yang mereka budidayakan di kebun.

Koperasi Peternak Akar Rumput hingga kini membina 11 kelompok peternak di Jawa Tengah dan Jawa Barat. Akar Rumput juga menyuplai kebutuhan bibit kambing untuk sejumlah peternakan di Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Bali. Rata-rata pengiriman sekitar 160 ekor per bulan.

Kambing dijual Rp25 juta hingga Rp30 juta per ekor untuk bibit utama, sedangkan harga kambing siap produksi berkisar Rp7 juta hingga Rp8 juta per ekor. 

Koperasi ini tak hanya menjual ternak kambing, melainkan produk turunannya seperti susu kambing dengan merek "Sayasuka". Produknya juga ada dalam portal pemasaran Dinas Koperasi dan UMKM Jawa Tengah. 

Nama dan kegiatan koperasi itu pun pernah diteliti oleh mahasiswa Universitas Amikom Purwokerto dalam membuat skripsi. 

Kini dengan semangat membangun kewirausahaan dan membudidayakan ternak kamping, Koperasi Peternak Akar Rumput dapat menjadi model yang baik dan sukses. Koperasi Peternak Akar Rumput, dengan diawali dari perkumpulan yang digagas tahun 2006, kini berkembang pesat. 


Baca juga: Koperasi bisa berkontribusi lebih besar daripada BUMN atau Swasta

Pewarta: Sumarwoto

Editor : Budi Setiawanto


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2025