Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) Abdul Kadir Karding mengungkapkan sekitar 95 persen pekerja migran Indonesia (PMI) terkena kasus dan menjadi korban penyelundupan hingga tindak pidana perdagangan orang (TPPO) untuk bekerja di luar negeri.
"Berdasarkan data yang kami lihat rata-rata 90—95 persen PMI kena masalah, yaitu nonprosesudar, human traficking, hingga intimidasi," kata Karding di Tangerang, Kamis.
Dengan tingginya angka pekerja migran melalui proses nonprosedural itu, pihaknya akan menargetkan peningkatan skill dan kemampuan sumber daya manusia (SDM) sebagai pekerja di luar negeri tersebut.
Baca juga: Menteri PPMI sebut pekerja migran ilegal capai lebih lima juta orang
Menurut dia, saat ini Indonesia hanya mampu memenuhi permintaan tenaga kerja ke luar negeri sebanyak 287.000 dari kuota 1,3 juta pekerja prosedural dengan memiliki keahlian yang baik.
"Ke depan kita akan memaksimalkan dan berusaha untuk penempatan kerja yang memiliki skill dan prosedural," ungkapnya.
Hingga kini, kata Menteri PPMI, masalah penempatan kerja di luar negeri akan menjadi perhatian penuh dari pemerintah. Bahkan, pihaknya terus berupaya dan secara konsisten untuk melakukan pemberantasan terhadap mafia atau oknum tindak pidana perdagangan orang (TPPO) hingga penyelundupan pekerja secara ilegal.
Selain itu, untuk beri perlindungan kepada PMI ke depannya, dibutuhkan analisis masalah apa saja dan potensi apa saja yang bisa dioptimalkan agar berdampak pada negara dan bangsa serta masyarakat.
"Langkah preventif yang pertama itu pelayanan harus dimaksimalkan, kemudian harus ada kampanye secara masif terkait dengan pemberangkatan kerja secara prosedural dan aman, dan kita sekarang sudah bekerja sama dengan seluruh pemerintah daerah, baik tingkat desa, pemerintah kabupaten/kota, maupun pemerintah provinsi untuk penanganan masalah itu," paparnya.
Kementerian PPMI dalam meminimalkan terjadinya kasus tenaga kerja melalui nonprosedural itu, kata Karding, dengan melakukan peningkatan kerja sama dengan berbagai negara yang aman seperti Jepang, Korea, Taiwan, Hong Kong, Jerman, dan negara Eropa lainnya.
"Kasus yang paling banyak itu memang di negara Timur Tengah seperti Arab Saudi. Namun, saat ini sedang moratorium. Berikutnya Malaysia itu paling banyak. Akan tetapi, kita juga akan memperbaiki sistemnya agar tidak ada lagi kasus-kasus," kata Menteri PPMI Abdul Kadir Karding.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2024