Bekasi (Antara Megapolitan) - Ada total 31 juta penduduk di Jabodetabek, baru dua persen di antaranya yang kini memilih beraktivitas menggunakan angkutan umum.
Menurut Dewan Transportasi Kota Bekasi, Jawa Barat, menilai opsi "pemaksaan" untuk mengalihkan pengendara pribadi ke angkutan umum efektif menekan kemacetan lalu lintas di kota besar.
"Saat ini ada kesan `pemaksaan` yang dilakukan pemerintah untuk meminimalkan kemacetan, salah satu pengurangan lajur kendaraan pribadi dari empat menjadi dua, karena separuhnya digunakan untuk angkutan umum massal," kata Ketua Dewan Transportasi Kota Bekasi (DTKB) Harun Al Rasyid di Bekasi, Selasa.
Hal itu diungkapkannya saat menghadiri pelepasan Bus Premium Transjabodetabek oleh Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi di pelataran Mega Bekasi Hypermal Jalan Ahmad Yani, Bekasi Selatan, Kota Bekasi, Selasa pagi.
Menurut dia, jumlah pergerakan masyarakat di Kota Bekasi menuju Jakarta berdasarkan data yang diperolehnya pada kurun waktu 2015 mencapai total 550 ribu orang per hari.
Sebanyak 50 ribu di antaranya memanfaatkan jalur kereta via Stasiun Ir H Djuanda dan Stasiun Kranji. Sedangkan 500 ribu lainnya masih memanfaatkan kendaraan pribadi jenis mobil dan motor.
"Yang melintasi gerbang Tol Bekasi Barat mencapai dua ribu unit per hari. Saat ini masih ada 19 titik kemacetan di Kota Bekasi yang harus diselesaikan," katanya.
Harun mengatakan, dari total 31 juta penduduk di Jabodetabek, baru dua persen di antaranya yang kini memilih beraktivitas menggunakan angkutan umum.
"Di Jabodetabek ada sekitar 24 juta mobil dan motor pribadi. Sebanyak 73 persen motor, 25 persen mobil. Baru dua persennya saja masyarakat yang berminat menggunakan angkutan umum," katanya.
Upaya pemerintah menekan penggunaan kendaraan pribadi dari Bekasi menuju Jakarta dengan memanfaatkan Bus Transjakarta dan Bus Transjabodetabekbaru berkisar 10 hingga 15 persen pada kurun waktu 2016-2017.
"Targetnya hingga 2020 bisa sampai 40 persen masyarakat yang beralih ke kendaraan umum massal di Kota Bekasi," katanya.
Menurut Harun, implementasi kebijakan itu dilakukan pemerintah melalui dua opsi, yakni sosialisasi dan pemaksaan.
"Saat ini sebagian lajur jalan Tol Jakarta-Cikampek dimanfaatkan untuk Jalur Khusus Angkutan Umum (JKAU) pada bagian bahu jalan," katanya.
Selain itu, Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek juga telah melakukan kajian terkait pembatasan sepeda motor pada jalur padat. Salah satunya Jalan Ahmad Yani, Bekasi Selatan, dan sebagian wilayah DKI Jakarta.
Dikatakan Harun, dalam sisa waktu dua tahun ke depan, Pemerintah Kota Bekasi juga mendorong peralihan pengendara pribadi kepada angkutan umum melalui operasional Bus Transpatriot yang diproyeksikan menyasar sejumlah kawasan perniagaan dan perumahan.
"Pada Oktober 2017, kita akan operasionalkan sembilan unit Transpatriot trayek Pekayon-Pondokgede. Dinas Perhubungan Kota Bekasi juga tengah meminta tambahan 50 unit bus Transpatriot dari Kemenhub," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017
Menurut Dewan Transportasi Kota Bekasi, Jawa Barat, menilai opsi "pemaksaan" untuk mengalihkan pengendara pribadi ke angkutan umum efektif menekan kemacetan lalu lintas di kota besar.
"Saat ini ada kesan `pemaksaan` yang dilakukan pemerintah untuk meminimalkan kemacetan, salah satu pengurangan lajur kendaraan pribadi dari empat menjadi dua, karena separuhnya digunakan untuk angkutan umum massal," kata Ketua Dewan Transportasi Kota Bekasi (DTKB) Harun Al Rasyid di Bekasi, Selasa.
Hal itu diungkapkannya saat menghadiri pelepasan Bus Premium Transjabodetabek oleh Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi di pelataran Mega Bekasi Hypermal Jalan Ahmad Yani, Bekasi Selatan, Kota Bekasi, Selasa pagi.
Menurut dia, jumlah pergerakan masyarakat di Kota Bekasi menuju Jakarta berdasarkan data yang diperolehnya pada kurun waktu 2015 mencapai total 550 ribu orang per hari.
Sebanyak 50 ribu di antaranya memanfaatkan jalur kereta via Stasiun Ir H Djuanda dan Stasiun Kranji. Sedangkan 500 ribu lainnya masih memanfaatkan kendaraan pribadi jenis mobil dan motor.
"Yang melintasi gerbang Tol Bekasi Barat mencapai dua ribu unit per hari. Saat ini masih ada 19 titik kemacetan di Kota Bekasi yang harus diselesaikan," katanya.
Harun mengatakan, dari total 31 juta penduduk di Jabodetabek, baru dua persen di antaranya yang kini memilih beraktivitas menggunakan angkutan umum.
"Di Jabodetabek ada sekitar 24 juta mobil dan motor pribadi. Sebanyak 73 persen motor, 25 persen mobil. Baru dua persennya saja masyarakat yang berminat menggunakan angkutan umum," katanya.
Upaya pemerintah menekan penggunaan kendaraan pribadi dari Bekasi menuju Jakarta dengan memanfaatkan Bus Transjakarta dan Bus Transjabodetabekbaru berkisar 10 hingga 15 persen pada kurun waktu 2016-2017.
"Targetnya hingga 2020 bisa sampai 40 persen masyarakat yang beralih ke kendaraan umum massal di Kota Bekasi," katanya.
Menurut Harun, implementasi kebijakan itu dilakukan pemerintah melalui dua opsi, yakni sosialisasi dan pemaksaan.
"Saat ini sebagian lajur jalan Tol Jakarta-Cikampek dimanfaatkan untuk Jalur Khusus Angkutan Umum (JKAU) pada bagian bahu jalan," katanya.
Selain itu, Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek juga telah melakukan kajian terkait pembatasan sepeda motor pada jalur padat. Salah satunya Jalan Ahmad Yani, Bekasi Selatan, dan sebagian wilayah DKI Jakarta.
Dikatakan Harun, dalam sisa waktu dua tahun ke depan, Pemerintah Kota Bekasi juga mendorong peralihan pengendara pribadi kepada angkutan umum melalui operasional Bus Transpatriot yang diproyeksikan menyasar sejumlah kawasan perniagaan dan perumahan.
"Pada Oktober 2017, kita akan operasionalkan sembilan unit Transpatriot trayek Pekayon-Pondokgede. Dinas Perhubungan Kota Bekasi juga tengah meminta tambahan 50 unit bus Transpatriot dari Kemenhub," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017