Bogor (Antara Megapolitan) - Kota Bogor terletak tepat di tengah-tengah wilayah Kabupaten Bogor. Dengan pola iklim yang dominan penghujan, maka Kota Bogor menjadi Kota yang memiliki kondisi yang cukup rentan.

Walaupun letaknya bisa dibilang terlindung, tetapi ternyata potensi bencana tetap ada.

Kita memang tidak boleh berharap terjadi, tetapi persiapan dan kesiapan harus selalu ada, karena manusia memiliki ciri khas cenderung lalai dalam kegiatan apapun sehingga berpotensi menimbulkan resiko.

Kota Bogor sudah berulang kali mengalami bencana, termasuk diantaranya karena kelalaian manusia, mapun karena kejadian alam.

Setiap lintas sektor memiliki peran sendiri-sendiri dalam mengantisipasi terjadinya bencana.

Sektor kesehatan yang dikomandani oleh Dinas Kesehatan, telah memiliki model untuk siaga terhadap bencana dari segi kesehatan.

Tujuan kesiagaan tersebut kembali pada konsep kesehatan menurut WHO, bahwa kesehatan bukan sekedar terbebas dari penyakit (jasmani/rohani), tetapi menjadikan manusia bernilai ekonomis, atau istilahnya adalah ''produktif''.

Model siaga ini tentunya harus dipersiapkan semaksimal mungkin, karena tantangan terberatnya adalah bagaimana mengkondisikan kesehatan bagi yang mengalami bencana sehingga bisa menjadi produktif atau produktif kembali.

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 145 Tahun 2007 tentang Pedoman penanggulangan Bencana Bidang Kesehatan, telah mengisyaratkan bagaimana tujuan siaga kesehatan yaitu mengupayakan keadaan manusia yang terwujud kesehatannya, sebelum kejadian, saat kejadian dan sesudah kejadian bencana.

Langkah-langkah yang diupayakan adalah pelayanan kesehatan agar manusia dapat menjalani aktivitasnya seperti sedia kala (produktif).

Kegiatan yang dilakukan sebelum bencana dengan melibatkan Dinas Kesehatan adalah promotif dan preventif. Sedangkan pada saat bencana adalah kuratif serta sesudah bencana adalah paliatif dan rehabilitatif.

Kegiatan promotif adalah kegiatan memberikan kesadaran kepada masyarakat, bagaimana pentingnya menjaga kesehatan, baik diri sendiri maupun lingkungan, karena potensial bencana juga turut disumbangkan oleh kondisi lingkungan yang tidak sehat.

Kemudian kegiatan preventif yaitu bagaimana masyarakat tanggap terhadap hal-hal yang berbahaya bagi kesehatan dan berupaya melakukan pencegahannya.

Fungsi promotif dan preventif dilaksanakan berjenjang hingga ke perifer oleh Puskesmas.

Kegiatan kuratif adalah kegiatan pengobatannya, paliatif adalah kegiatan mengurangi resiko yang terjadi, serta kegiatan rehabilitatif adalah kegiatan memperbaiki efek yang ditimbulkan oleh bencana terhadap kesehatan.

Pada tingkat Dinas Kesehatan, harus digalang koordinasi untuk kegiatan siaga bencana dengan menunjuk tim kesehatan.

Langkah-langkah penanggulangan pada saat terjadi bencana dan saat sesudahnya berdasarkan Permenkes Nomor 145 tersebut adalah melaksanakan koordinasi dengan satuan pelaksana penanggulangan bencana, kemudian mengaktifkan Pusat Pengendalian operasi penanggulangan bencana serta koordinasi dengan Rumah Sakit mengenai penerimaan pasien rujukan.

Jangan lupa juga untuk menyiapkan dan mengirimkan tenaga kesehatan, obat dan perbekalan, menghubungi puskesmas sekitar lokasi bencana serta melakukan penilaian cepat terpadu.

Selanjutnya yang harus dipenuhi adalah penanggulangan gizi darurat, memberikan imunisasi campak < 15 tahun dan melakukan surveilans epidemiologi.

Tim siaga bencana kesehatan adalah tim yang ditunjuk oleh Dinas Kesehatan, merupakan personel gabungan antara puskesmas-puskesmas di wilayah bencana ditambah koordinator dari Dinas Kesehatan.

Tim ini bersinergi dengan Tim Siaga Bencana Kota Bogor dan merupakan Tim Kesehatan yang berearaksi cepat atau disebut juga sebagai Tim Reaksi Cepat (TRC).

Kepala Puskesmas mengirimkan personel setiap puskesmas yang akan menjadi TRC. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1653 Tahun 2005, TRC dibentuk di Pusat, Provinsi serta setiap Kabupaten dan Kota.

Tugas TRC adalah melaksanakan penanggulangan krisis kesehatan akibat kedaruratan dan bencana baik yang bersifat akut maupun kronis di daerah bencana jika diperlukan oleh daerah.

TRC juga berperan melakukan penilaian (assesment) untuk mengetahui kebutuhan yang berhubungan dengan penanggulangan krisis kesehatan akibat  kedaruratan dan bencana dan memberikan informasi yang didapat dilokasi bencana.

Dalam keadaan tidak ada kedaruratan dan bencana, TRC melaksanakan tugas rutin di unit kerja  masing-masing.

Unsur-unsur TRC terdiri atas unsur Teknis Medis dan unsur Non Medis.

Unsur Teknis Medis terdiri atas Dokter Spesialis (Bedah, Orthopedi, Anestesi dan sebagainya), Dokter Umum/BSB, Perawat (mahir), Bidan, Apoteker/Asisten apoteker, dan unsur-unsur medis lainnya yang berperan sesuai kebutuhan. Unsur Non medis, terdiri atas tenaga kesehatan masyarakat, surveilans, gizi, kesling, administrator  kesehatan, sopir, petugas komunikasi, tehnisi dan unsur pelengkap lainnya.

Jika terjadi bencana, diharapkan Kota Bogor sangat siap, terutama dalam bidang kesehatannya. Koordinasi fasilitas pelayanan kesehatan juga sangat dibutuhkan.

Dengan armada 25 Puskesmas dan jejaring fasilitas kesehatan yang erat, maka semuanya akan berjalan sebagaimana mestinya. Bogor pasti siap !!!. (Adv).

Oleh:
dr. Armein Sjuhary Rowi, M.Kes, Kepala Seksi Pelayanan Kesehatan Primer dan Tradisional Dinas Kesehatan Kota Bogor.

Pewarta: dr. Armein Sjuhary Rowi, M.Kes

Editor : M. Tohamaksun


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017