Bogor (Antara Megapolitan) - Peniliti Institut Pertanian Bogor  (IPB) dan Institut Teknologi Bandung (ITB) yang terdiri atas Ika Amalia Kartika, A. Febriani Pahan, Ono Suparno dan Danu Ariono berkolaborasi meneliti tentang  ekstraksi minyak dan resin nyamplung dengan pelarut.

Buah nyamplung (Calophyllum inophyllum) merupakan salah satu tanaman yang banyak tumbuh di pesisir pantai Indonesia.

Tanaman ini pula tersebar di berbagai belahan dunia seperti Madagaskar, Afrika Timur, Asia Selatan, Asia Tenggara, Kepulauan Pasifik, Hindia Barat dan Amerika Serikat.

Di Indonesia sendiri pohon nyamplung banyak dijumpai di daerah  Maluku, Papua dan Pulau Jawa. Pada penelitian kali ini pelarut kimia yang digunakan yaitu pelarut heksan dan metanol.

Proses ekstraksi pada penelitian ini menggunakan pelarut metanol dan heksan dimana buah nyamplung diperoleh dari Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus (KHTDK) Carita, Banten.

Biji nyamplung yang memiliki kadar minyak tinggi yaitu sebesar 39,43 persen ini berpotensi dimanfaatkan sebagai salah satu sumber minyak nabati.

Selain itu pula, kandungan karbohidrat dan serat yang tinggi yaitu 28,56 persen dan 45,29 persen membuat cangkang nyamplung sangat berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai sumber perekat kertas, papan gipsum dan papan partikel.

Selain minyak, resin yang dihasilkan dari proses ekstraksi memiliki nilai bilangan asam yang cukup tinggi. Bilangan asam merupakan standar dalam penentuan kualitas.

Nilai bilangan asam resin yang lebih tinggi dari minyak dikarenakan resin memiliki senyawa- senyawa fenolik yang memiliki sifat antioksidan, anti inflamasi, anti kanker dan anti mikroba.

Dengan temuan ini ekstraksi nyamplung potensian diaplikasikan dalam pengobatan.

Minyak nyamplung dengan nilai bilangan iod rendah sangat potensial untuk digunakan sebagai sumber minyak nabati, untuk bahan baku sampo, kondisioner, lotion cream, salep dan produk kosmetik baik dalam bentuk cair, pasta maupun bubuk.

Tidak mengherankan bila selama ini masyarakat sering menggunakan minyak nyamplung sebagai obat penyakit kulit dan rematik.

Pada penelitian ini dapat diketahui bahwa hasil ekstraksi minyak dan resin sangat dipengaruhi oleh waktu, suhu, bilangan asam dan perbandingan pelarut heksan per metanol.

Perlakuan terbaik ekstraksi untuk minyak biji nyamplung yakni pada waktu ekstraksi  lima jam dengan nisbah pelarut empat banding dua dengan suhu 50 derajat Celcius.

Pemanfaatan akan biji nyamplung sebagai salah satu sumber minyak nabati diharapkan dapat lebih berkembang. Produktivitas yang dihasilkan dapat mencapai 20 ton per hektare per tahun dimana, nilainya lebih tinggi bila dibandingkan dengan tanaman sawit yang mencapai 6 ton per hektare per tahun.

Penelitian ini disampaikan dalam Seminar Nasional Inovasi untuk Kedaulatan Pangan yang diselenggarakan  Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) yang bekerja sama dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Institut Pertanian Bogor ( LPPM IPB) pada akhir tahun 2016 silam.  (GG/ris) .

Pewarta: Humas IPB/Dr. Ika Amalia Kartika dan Tim

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017