Bogor (Antara Megapolitan) - Indonesia menjadi peringkat empat di dunia dengan populasi usia produktif 67 persen dari usia 16 sampai 54 tahun, untuk menjadi produktif memerlukan energi lebih, energi terbesar berasal dari protein hewani.
"Oleh karena itu negara harus hadir untuk memastikan ketersediaan daging sebagai sumber protein hewani bagi generasi muda kita," kata Irma Isnafi Arief, saat membuka Workshop Forum Logistik Peternakan Indonesia (FLPI) di BLST IPB, Kota Bogor, Jawa Barat, Kamis.
Menurut Irma, konsumsi daging Indonesia sebesar 11,6 kilogram per kapita per tahun, konsumsi terbesar berasal dari daging ayam yakni 1,69 kilogram per kapita per tahun, sedangkan daging sapi 0,68 kilogram per kapita per tahun, sisanya daging ikan dan lainnya.
"Kebutuhan daging sapi dalam negeri tidak cukup, sehingga dipasok dari luar dengan pola pasok dalam bentuk sapi hidup dan dan daging beku," kata Irma.
Direktur P2HNAK Kementerian Pertanian, Fini Murfiani mengungkapkan, pekerjaan rumah dan regulasi terkait logistik peternakan masih perlu ditingkatkan. Seperti distribusi ternak yang belum memenuhi standar. Selain itu, negara juga harus hadir untuk mengedukasi masyarakat selaku konsumen untuk mau mengkonsumsi daging beku.
Marina Ratna D Kusumajati dari Perusahaan Daerah Dharma Jaya mengatakan, 95 persen suplai daging segar untuk wilayah Jakarta masih impor. Impor daging berasal dari Australia dan Selandia Baru.
"PD Dharma Jaya tidak menggunakan daging dari India, karena akan terjadi benturan di masyarakat kalau kita mengelola daging India yang harganya lebih murah," katanya.
Menurutnya, distribusi daging beku tidak ada masalah, tetapi distribusi daging segar masih ada masalah. Salah satu daerah yang menjual sapi agak murah dari NTT, berbeda dengan harga sapi di Jawa Timur dan Jawa Tengah, karena masih lebih murah sapi dari NTT.
"Ini jadi persoalan supaya sapi hidup harganya tidak terlalu mahal. Karena kalau harga yang diinginkan pemerintah dijual Rp80 ribu, tidak mungkin tercapai kalau harga sapi mahal," kata Marina.
Workshop Forum Logistik Peternakan Indonesia (FLPI) menghadirkan sejumlah narasumber dari kalangan pemerintah, pelaku usaha, asosiasi, dan akademisi. Workshop mengangkat tema "Kesadaran Konsumen dan Rantai Pasok Daging Sapi Beku di Indonesia".
Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor (IPB), Dr Moh Yamin, mengatakan, FLPI secara rutin melaksanakan workshop terkait peternakan. Mencari solusi untuk kemajuan di bidang peternakan.
"Salah satu persoalan adalah konsentrasi konsumen masih terfokus pada daging segar, sementara ketersediaan dan keamanannya di pasar tradisional terbatas. Kini daging beku sudah mulai ada di pasar tradisional, bagaimana cara mendidik konsumen untuk mengkonsumsi daging beku," kata Yamin.
Menurut Yamin, peran perguruan tinggi dan lembaga riset untuk membuktikan bahwa konsumsi daging beku baik bagi masyarakat, tidak hanya sekedar membangun image, tapi dibuktikan secara akademik.
"Karena masih ada keraguan di masyarakat yang meyakini daging segar lebih enak dari daging beku. Dan adanya isu daging beku itu tidak segar," kata Yamin.
Direktur FLPI, Prof Luki Abdullah menambahkan, FLPI yang beranggotakan 40 orang terdiri atas asosiasi, perusahaan, dan akademisi ingin memberikan kontribusi melalui workshop dengan tujuan keamanan, keselamatan produk peternakan.
"Workshop ini akan digali kepedulian dari konsumen terhadap daging, atau daging beku ini masih bisa disukai," katanya.
FLPI berupaya memberikan rekomendasi kepada pemerintah, tidak dalam bentuk riset, tapi melalui kerja sama dengan sejumlah perguruan tinggi yang memiliki reputasi yang bisa membantu menyediakan data.
"Workshop ini berbagi pengalaman, kepada anggota, kementerian pertanian, kementerian koordinator perekonomian dan perusahaan," kata Luki.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017
"Oleh karena itu negara harus hadir untuk memastikan ketersediaan daging sebagai sumber protein hewani bagi generasi muda kita," kata Irma Isnafi Arief, saat membuka Workshop Forum Logistik Peternakan Indonesia (FLPI) di BLST IPB, Kota Bogor, Jawa Barat, Kamis.
Menurut Irma, konsumsi daging Indonesia sebesar 11,6 kilogram per kapita per tahun, konsumsi terbesar berasal dari daging ayam yakni 1,69 kilogram per kapita per tahun, sedangkan daging sapi 0,68 kilogram per kapita per tahun, sisanya daging ikan dan lainnya.
"Kebutuhan daging sapi dalam negeri tidak cukup, sehingga dipasok dari luar dengan pola pasok dalam bentuk sapi hidup dan dan daging beku," kata Irma.
Direktur P2HNAK Kementerian Pertanian, Fini Murfiani mengungkapkan, pekerjaan rumah dan regulasi terkait logistik peternakan masih perlu ditingkatkan. Seperti distribusi ternak yang belum memenuhi standar. Selain itu, negara juga harus hadir untuk mengedukasi masyarakat selaku konsumen untuk mau mengkonsumsi daging beku.
Marina Ratna D Kusumajati dari Perusahaan Daerah Dharma Jaya mengatakan, 95 persen suplai daging segar untuk wilayah Jakarta masih impor. Impor daging berasal dari Australia dan Selandia Baru.
"PD Dharma Jaya tidak menggunakan daging dari India, karena akan terjadi benturan di masyarakat kalau kita mengelola daging India yang harganya lebih murah," katanya.
Menurutnya, distribusi daging beku tidak ada masalah, tetapi distribusi daging segar masih ada masalah. Salah satu daerah yang menjual sapi agak murah dari NTT, berbeda dengan harga sapi di Jawa Timur dan Jawa Tengah, karena masih lebih murah sapi dari NTT.
"Ini jadi persoalan supaya sapi hidup harganya tidak terlalu mahal. Karena kalau harga yang diinginkan pemerintah dijual Rp80 ribu, tidak mungkin tercapai kalau harga sapi mahal," kata Marina.
Workshop Forum Logistik Peternakan Indonesia (FLPI) menghadirkan sejumlah narasumber dari kalangan pemerintah, pelaku usaha, asosiasi, dan akademisi. Workshop mengangkat tema "Kesadaran Konsumen dan Rantai Pasok Daging Sapi Beku di Indonesia".
Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor (IPB), Dr Moh Yamin, mengatakan, FLPI secara rutin melaksanakan workshop terkait peternakan. Mencari solusi untuk kemajuan di bidang peternakan.
"Salah satu persoalan adalah konsentrasi konsumen masih terfokus pada daging segar, sementara ketersediaan dan keamanannya di pasar tradisional terbatas. Kini daging beku sudah mulai ada di pasar tradisional, bagaimana cara mendidik konsumen untuk mengkonsumsi daging beku," kata Yamin.
Menurut Yamin, peran perguruan tinggi dan lembaga riset untuk membuktikan bahwa konsumsi daging beku baik bagi masyarakat, tidak hanya sekedar membangun image, tapi dibuktikan secara akademik.
"Karena masih ada keraguan di masyarakat yang meyakini daging segar lebih enak dari daging beku. Dan adanya isu daging beku itu tidak segar," kata Yamin.
Direktur FLPI, Prof Luki Abdullah menambahkan, FLPI yang beranggotakan 40 orang terdiri atas asosiasi, perusahaan, dan akademisi ingin memberikan kontribusi melalui workshop dengan tujuan keamanan, keselamatan produk peternakan.
"Workshop ini akan digali kepedulian dari konsumen terhadap daging, atau daging beku ini masih bisa disukai," katanya.
FLPI berupaya memberikan rekomendasi kepada pemerintah, tidak dalam bentuk riset, tapi melalui kerja sama dengan sejumlah perguruan tinggi yang memiliki reputasi yang bisa membantu menyediakan data.
"Workshop ini berbagi pengalaman, kepada anggota, kementerian pertanian, kementerian koordinator perekonomian dan perusahaan," kata Luki.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017