Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi NasDem Asep Wahyuwijaya menekankan perlunya kajian mendalam mengenai rencana konsolidasi aset Himbara (Himpunan Bank Negara) dan rencana investasinya agar tidak menimbulkan risiko bagi stabilitas BUMN terkait.
Asep dalam keterangannya di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis, menyatakan dukungannya terhadap upaya konsolidasi aset tujuh BUMN jumbo tersebut dan upaya investasi yang akan dilakukan oleh Badan Danantara, dengan sejumlah catatan penting.
Ia menyebutkan, Badan Pengelola Investasi Danantara memiliki potensi untuk memberikan konstribusi yang amat besar jika aset-aset yang dimiliki tujuh perusahaan pelat merah tersebut dapat dikelola dan diinvestasikan dengan tepat.
Tujuh perusahaan tersebut PT Bank Mandiri Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk, PT PLN, PT Pertamina, PT Bank Negara Indonesia Tbk, PT Telkom Indonesia Tbk, dan PT Mineral Industri Indonesia (MIND ID).
Sehingga, kata dia, ujung-ujungnya dapat memberikan konstribusi yang signifikan terhadap keberadaan fiskal negara. Namun, ia meminta agar strategi yang diterapkan tidak sekadar meniru model investasi seperti Temasek dari Singapura.
"Jika kita mengimajinasikan bahwa Danantara ini seperti Temasek, maka sesungguhnya keadaannya tidaklah sama," ujarnya.
Asep menjelaskan, secara historis, Temasek yang berdiri pada tahun 1974 ini dimulai dengan aset hanya ratusan juta SGD namun kini telah tumbuh besar dan telah mengelola asset hingga ratusan miliar dolar.
Bisnis Temasek tumbuh dan berkembang secara otentik dengan memulai bisnisnya dari bawah seperti mengelola hotel, pabrik susu, sepatu, sabun cuci hingga maskapai penerbangan. Sekarang, Temasek sudah memiliki banyak usaha dan telah ekspansi ke berbagai bidang.
"Kondisi ini jelas berbeda dengan Danantara yang dengan serta merta akan menjadi super holding besar, bahkan asetnya melebihi Temasek karena menggabungkan perusahaan yang sudah sehat dan mapan secara finansial dan operasional," ungkap Asep.
Ia juga menggarisbawahi perbedaan mendasar antara aset yang dimiliki oleh perusahaan seperti Pertamina, Telkom, Mind ID, dan PLN yang memiliki aset fisik yang jelas, dengan aset Bank Mandiri, BRI dan BNI yang asetnya pun ada berupa dana kelolaan dari masyarakat.
Menurut Asep, jika ketujuh BUMN itu asetnya digabungkan, sementara neraca asetnya sendiri sejak awal sudah berbeda, maka harus menjadi perhatian karena bagi pihak bank yang sudah menjadi perusahaan terbuka akan berdampak pada kepercayaan public.
"Jika kita lihat Pertamina, Mind ID, Telkom dan PLN, jelas ada barang yang bisa dijadikan aset. Sementara di bank, ada aset yang berupa dana pihak ketiga yang harus dipisahkan. Sehingga, apakah benar nilai aset Danantara yang disebut-sebut mencapai USD600 miliar itu termasuk aset bank yang didalamnya ada dana masyarakat yang dikelola? Saya kira hal ini tentunya perlu untuk diuji bersama agar tidak ada salah persepsi terkait dengan besaran aset sesungguhnya yang kelak menjadi modal investasi Danantara," paparnya.
Legislator asal Kabupaten Bogor ini menilai penggabungan bisnis perbankan dengan sektor lainnya yang jelas-jelas memiliki core business berbeda, seperti energi, migas dan tambang, berpotensi menimbulkan masalah.
"Bank memiliki spirit dan hakekat bisnis yang sangat ketat dan amat prudent (hati-hati) karena bisnisnya menyangkut kepercayaan dalam mengelola dan melindungi dana masyarakat. Jika digabungkan dengan bisnis lain yang berbeda inti bisnisnya dan tidak sehati-hati bisnis bank maka kira-kira akan seperti apa juga konsekuensinya," tuturnya.
Ia meminta agar bank-bank BUMN seperti BRI, Mandiri, dan BNI memberikan pandangan tertulis terkait potensi, dampak dan risiko yang mungkin terjadi.
Asep pun menyinggung soal rencana investasi apa yang sesungguhnya akan dilakukan oleh Danantara.
"Lagi-lagi, jika dibandingkan dengan Temasek yang memulai bisnisnya dari bawah lalu tumbuh menjadi besar dengan berbagai rencana bisnis yang telah dijalankannya, sementara Danantara sendiri kan sesungguhnya mengkonsolidasikan BUMN-BUMN yang sudah memang sudah besar dan solid," tuturnya.
Menurut dia, bank-bank BUMN saat ini posisinya sudah berada dalam kondisi yang performed dan sedang terus tumbuh dengan berbagai inovasi yang dilakukan.
"BRI, Mandiri, dan BNI sudah semakin mapan dan akan terus berkembang. Saya rasa penting bagi kami di DPR untuk mendapatkan informasi yang jelas, terkait penggabungan aset bank-bank BUMN ke dalam Badan Danantara agar dukungan politik kita pun firm dan bisa diberikan secara solid karena tidak ada pihak yang dirugikan dan semuanya untung" kata Asep.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2024
Asep dalam keterangannya di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis, menyatakan dukungannya terhadap upaya konsolidasi aset tujuh BUMN jumbo tersebut dan upaya investasi yang akan dilakukan oleh Badan Danantara, dengan sejumlah catatan penting.
Ia menyebutkan, Badan Pengelola Investasi Danantara memiliki potensi untuk memberikan konstribusi yang amat besar jika aset-aset yang dimiliki tujuh perusahaan pelat merah tersebut dapat dikelola dan diinvestasikan dengan tepat.
Tujuh perusahaan tersebut PT Bank Mandiri Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk, PT PLN, PT Pertamina, PT Bank Negara Indonesia Tbk, PT Telkom Indonesia Tbk, dan PT Mineral Industri Indonesia (MIND ID).
Sehingga, kata dia, ujung-ujungnya dapat memberikan konstribusi yang signifikan terhadap keberadaan fiskal negara. Namun, ia meminta agar strategi yang diterapkan tidak sekadar meniru model investasi seperti Temasek dari Singapura.
"Jika kita mengimajinasikan bahwa Danantara ini seperti Temasek, maka sesungguhnya keadaannya tidaklah sama," ujarnya.
Asep menjelaskan, secara historis, Temasek yang berdiri pada tahun 1974 ini dimulai dengan aset hanya ratusan juta SGD namun kini telah tumbuh besar dan telah mengelola asset hingga ratusan miliar dolar.
Bisnis Temasek tumbuh dan berkembang secara otentik dengan memulai bisnisnya dari bawah seperti mengelola hotel, pabrik susu, sepatu, sabun cuci hingga maskapai penerbangan. Sekarang, Temasek sudah memiliki banyak usaha dan telah ekspansi ke berbagai bidang.
"Kondisi ini jelas berbeda dengan Danantara yang dengan serta merta akan menjadi super holding besar, bahkan asetnya melebihi Temasek karena menggabungkan perusahaan yang sudah sehat dan mapan secara finansial dan operasional," ungkap Asep.
Ia juga menggarisbawahi perbedaan mendasar antara aset yang dimiliki oleh perusahaan seperti Pertamina, Telkom, Mind ID, dan PLN yang memiliki aset fisik yang jelas, dengan aset Bank Mandiri, BRI dan BNI yang asetnya pun ada berupa dana kelolaan dari masyarakat.
Menurut Asep, jika ketujuh BUMN itu asetnya digabungkan, sementara neraca asetnya sendiri sejak awal sudah berbeda, maka harus menjadi perhatian karena bagi pihak bank yang sudah menjadi perusahaan terbuka akan berdampak pada kepercayaan public.
"Jika kita lihat Pertamina, Mind ID, Telkom dan PLN, jelas ada barang yang bisa dijadikan aset. Sementara di bank, ada aset yang berupa dana pihak ketiga yang harus dipisahkan. Sehingga, apakah benar nilai aset Danantara yang disebut-sebut mencapai USD600 miliar itu termasuk aset bank yang didalamnya ada dana masyarakat yang dikelola? Saya kira hal ini tentunya perlu untuk diuji bersama agar tidak ada salah persepsi terkait dengan besaran aset sesungguhnya yang kelak menjadi modal investasi Danantara," paparnya.
Legislator asal Kabupaten Bogor ini menilai penggabungan bisnis perbankan dengan sektor lainnya yang jelas-jelas memiliki core business berbeda, seperti energi, migas dan tambang, berpotensi menimbulkan masalah.
"Bank memiliki spirit dan hakekat bisnis yang sangat ketat dan amat prudent (hati-hati) karena bisnisnya menyangkut kepercayaan dalam mengelola dan melindungi dana masyarakat. Jika digabungkan dengan bisnis lain yang berbeda inti bisnisnya dan tidak sehati-hati bisnis bank maka kira-kira akan seperti apa juga konsekuensinya," tuturnya.
Ia meminta agar bank-bank BUMN seperti BRI, Mandiri, dan BNI memberikan pandangan tertulis terkait potensi, dampak dan risiko yang mungkin terjadi.
Asep pun menyinggung soal rencana investasi apa yang sesungguhnya akan dilakukan oleh Danantara.
"Lagi-lagi, jika dibandingkan dengan Temasek yang memulai bisnisnya dari bawah lalu tumbuh menjadi besar dengan berbagai rencana bisnis yang telah dijalankannya, sementara Danantara sendiri kan sesungguhnya mengkonsolidasikan BUMN-BUMN yang sudah memang sudah besar dan solid," tuturnya.
Menurut dia, bank-bank BUMN saat ini posisinya sudah berada dalam kondisi yang performed dan sedang terus tumbuh dengan berbagai inovasi yang dilakukan.
"BRI, Mandiri, dan BNI sudah semakin mapan dan akan terus berkembang. Saya rasa penting bagi kami di DPR untuk mendapatkan informasi yang jelas, terkait penggabungan aset bank-bank BUMN ke dalam Badan Danantara agar dukungan politik kita pun firm dan bisa diberikan secara solid karena tidak ada pihak yang dirugikan dan semuanya untung" kata Asep.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2024