Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi Partai NasDem Asep Wahyuwijaya menyuarakan revisi Undang-Undang mengenai koperasi demi mengembalikan koperasi sebagai pilar utama ekonomi.

Kita harus punya regulasi yang meletakan koperasi pada marwahnya yang sesuai dengan amanat konstitusi, melindungi anggota koperasi dan bisa menyiapkan program yang berkelanjutan," ungkap Asep dalam Rapat Kerja dengan Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Rabu.

Legislator asal Kabupaten Bogor ini menilai masalah tersebut bisa diantisipasi melalui penyempurnaan regulasi, khususnya UU No 25 Tahun 1992 tentang Koperasi.

"UU Koperasi yang ada sekarang sudah jadul dan tidak kompatibel dengan kondisi saat ini. Revisi UU Koperasi adalah keniscayaan," ungkap Asep Wahyuwijaya.

Pria yang akrab disapa Kang AW ini juga mengusulkan regulasi yang adaptif terhadap perkembangan, termasuk di dalamnya yang terkait dengan urgensi digitalisasi, dan sebagainya. 

Ia berharap regulasi yang lebih adaptif dan inklusif ini dapat segera terealisasi. Dengan pembaruan ini, Asep berharap stigma negatif terhadap koperasi dapat dihapus, serta marwah koperasi sebagai pilar ekonomi utama rakyat dapat dikembalikan.

Pada rapat tersebut Asep juga menyampaikan pentingnya memperkuat koperasi sebagai tulang punggung ekonomi Indonesia. Menurut dia, peran koperasi perlu didukung piranti regulasi yang mampu menghadapi tantangan zaman.

Asep menyebut bahwa koperasi seharusnya menjadi tulang punggung (backbone) ekonomi Indonesia, sebagaimana diatur dalam pasal 33 ayat (1) Undang - Undang Dasar 1945.

Ia berharap konsep ini diperkuat oleh kementerian terkait melalui program yang berkelanjutan dan mendukung kemandirian ekonomi bagi rakyat. 

"Kalau kita perbandingkan dengan bagaimana keberadaan koperasi di Belanda, dimana ada koperasi milik petani dapat mendirikan sebuah bank bernama Rabo Bank yang kantornya bertebaran di berbagai negara, maka mestinya Kementrian Koperasi pun memiliki konsep yang sama," ujar politisi jebolan Unpad Bandung ini.

Asep menegaskan bahwa Kementerian Koperasi jangan hanya berpikir untuk menjadikan koperasi sebatas penyalur susu dan beras saja.

"Hemat saya ini soal konsep atau paradigma yang mesti dimiliki oleh Pak Menteri, Wamen dan jajaran pegawai di Kementerian Koperasi jika ingin menjadikan koperasi sebagai instrumen ekonomi kerakyatan ini bangkit," tegasnya.

Ia memberi contoh ketika melihat besarnya kredit dari bank pemerintah yang jumlahnya ribuan triliun yang mestinya dapat dijadikan sebagai modal sekaligus peluang bagi koperasi untuk tumbuh dan berkembang apabila para penerima kredit itu terhimpun sebagai anggota koperasi. 

"Bisa juga kementerian (koperasi) mengorganisir para pekerja lalu mendirikan koperasi pekerja yang dalam kondisi tertentu bisa membantu anggotanya saat perusahaannya tutup atau terjadi pemutusan hubungan kerja. Koperasi bisa menjadi jaring pengaman sosial dan ekonomi bagi para buruh,” kata Asep.

Lebih lanjut, ia mengkritisi stigma negatif yang melekat pada koperasi, terutama koperasi simpan pinjam yang sering terlibat kasus penipuan.

“Banyak kasus fraud muncul, ada koperasi yang mengumpulkan dana dengan slogan menggiurkan namun ujung-ujungnya KUD atau ‘ketua untung duluan’, yang akhirnya berdampak pada citra negatif terhadap koperasi itu sendiri,” tuturnya.

Menurut dia, Kementerian Koperasi seharusnya tidak hanya bereaksi saat ada masalah, seperti pemadam kebakaran.
 

Pewarta: ANTARA

Editor : M Fikri Setiawan


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2024