Karawang (Antara Megapolitan) - Ratusan warga Kabupaten Karawang, Jawa Barat, yang tergabung dalam Masyarakat Karawang Bersatu menolak program Wanatani Nusantara yang digulirkan pemerintah pusat.
Penolakan itu disampaikan dalam unjuk rasa di kompleks Pemkab Karawang, Jumat, dengan alasan program tersebut dikhawatirkan akan merusak fungsi kawasan hutan di Karawang.
"Kawasan hutan di Karawang yang merupakan daerah resapan air dan paru-paru Karawang sekarang kondisinya sudah dikelilingi kawasan industri," kata Nace Permana, aktivis yang juga Tenaga Pendamping Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) di Karawang.
Ia menjelaskan bahwa Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah menerbitkan Surat Keputusan Nomor: SK15/PSKL/SET/KUM.1/7/2017 dan PERMEN LHK Nomor 39 Tahun 2017.
Isi kedua keputusan tersebut, antara lain, rekomendasi tentang program Wanatani Nusantara di daerah hulu Karawang.
Pemerintah pusat kemudian menunjuk Serikat Tani Telukjambe Bersatu (STTB) dan Pondok Pesantren Al Baghdadi untuk menggarap ribuan hektare areal hutan di Karawang. Pada lahan yang sama sudah LMDH yang memanfaatkan lahan hutan untuk bercocok tanam secara tumpang sari.
"Kami Masyarakat Karawang Bersatu (MKB) yang terdiri atas berbagai elemen masyarakat di Karawang sepakat menolak keputusan itu," katanya.
Nace menilai keputusan itu telah menyalahi ketentuan yang berlaku. Pasalnya, fungsi hutan adalah untuk menyangga keseimbangan alam, bukan untuk menanam jagung, seperti direncanakan pemerintah melalui program Wanatani Nusantara.
Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, disebutkan bahwa setiap daerah harus memiliki ruang terbuka hijau (RTH) sebagai penyeimbang kehidupan. Sementara itu, RTH di Kabupaten Karawang saat ini dalam status mengkhawatirkan.
"Jika kawasan hutan yang masih tersisa dibabat melalui program Wanatani Nusantara, Karawang akan terancam bencana yang dahsyat," katanya.
Ia juga menilai program Wanatani Nusantara bukan program sosial. Masalahnya, konsep yang dibuat hanya ingin memperkaya pemilik modal, atau lebih bisa dikatakan kapitalisasi masyarakat hutan di Karawang.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017
Penolakan itu disampaikan dalam unjuk rasa di kompleks Pemkab Karawang, Jumat, dengan alasan program tersebut dikhawatirkan akan merusak fungsi kawasan hutan di Karawang.
"Kawasan hutan di Karawang yang merupakan daerah resapan air dan paru-paru Karawang sekarang kondisinya sudah dikelilingi kawasan industri," kata Nace Permana, aktivis yang juga Tenaga Pendamping Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) di Karawang.
Ia menjelaskan bahwa Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah menerbitkan Surat Keputusan Nomor: SK15/PSKL/SET/KUM.1/7/2017 dan PERMEN LHK Nomor 39 Tahun 2017.
Isi kedua keputusan tersebut, antara lain, rekomendasi tentang program Wanatani Nusantara di daerah hulu Karawang.
Pemerintah pusat kemudian menunjuk Serikat Tani Telukjambe Bersatu (STTB) dan Pondok Pesantren Al Baghdadi untuk menggarap ribuan hektare areal hutan di Karawang. Pada lahan yang sama sudah LMDH yang memanfaatkan lahan hutan untuk bercocok tanam secara tumpang sari.
"Kami Masyarakat Karawang Bersatu (MKB) yang terdiri atas berbagai elemen masyarakat di Karawang sepakat menolak keputusan itu," katanya.
Nace menilai keputusan itu telah menyalahi ketentuan yang berlaku. Pasalnya, fungsi hutan adalah untuk menyangga keseimbangan alam, bukan untuk menanam jagung, seperti direncanakan pemerintah melalui program Wanatani Nusantara.
Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, disebutkan bahwa setiap daerah harus memiliki ruang terbuka hijau (RTH) sebagai penyeimbang kehidupan. Sementara itu, RTH di Kabupaten Karawang saat ini dalam status mengkhawatirkan.
"Jika kawasan hutan yang masih tersisa dibabat melalui program Wanatani Nusantara, Karawang akan terancam bencana yang dahsyat," katanya.
Ia juga menilai program Wanatani Nusantara bukan program sosial. Masalahnya, konsep yang dibuat hanya ingin memperkaya pemilik modal, atau lebih bisa dikatakan kapitalisasi masyarakat hutan di Karawang.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017