Umami merupakan salah satu dari lima rasa dasar selain rasa manis, asam, asin dan pahit yang disebabkan oleh adanya komponen monosodium glutamat (MSG). MSG diproduksi melalui proses fermentasi mikroba menggunakan bakteri seperti Corynebacterium sp. dan Brevibacterium sp. 

Sumber karbon yang digunakan biasanya adalah molases, glukosa, atau pati terhidrolisis. Selain itu, glutamat bebas banyak terkandung pada produk pangan yang dikonsumsi sehari-hari seperti produk daging, buah-buahan, sayuran, dan bumbu masakan instan.

MSG sampai saat ini masih tergolong sebagai bahan yang aman dan masuk dalam katagori bahan GRAS “Generally recognize as safe” dan pemerintah Indonesia memasukkan batas maksimum penggunaan MSG sebagai Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB) yaitu dalam jumlah secukupnya yang diperlukan untuk menghasilkan efek yang diinginkan. 

Namun, sebagian besar masyarakat menganggap bahwa penggunaan MSG memberikan efek negatif terhadap kesehatan. Umumnya, produk MSG komersial tidak mencantumkan jumlah atau dosis tertentu yang dibutuhkan untuk menghasilkan citarasa yang gurih. 

Oleh karena itu, diperlukan adanya acuan penggunaan MSG untuk keperluan sehari-hari sehingga tidak digunakan secara berlebihan.

Peneliti dari Institut Pertanian Bogor (IPB) melakukan penelitian berjudul “Ambang Deteksi dan Preferensi Rasa Umami dari Monosodium Glutamat (MSG) dalam Sistem Pangan”.

Mereka adalah Dede R. Adawiyah (SEAFAST Center IPB), Budi Nurtama (Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan), Meuti (mahasiswa Program magister Studi Ilmu Pangan) dan Feby Setiawan (mahasiswa Program magister Studi Teknologi Pangan).

Penelitian ini dilakukan untuk menentukan ambang deteksi rasa umami dari MSG, mempelajari interaksi biner antara rasa umami dari MSG dengan keempat rasa dasar lain (manis, asin, asam dan pahit) dan menentukan ambang preferensi rasa umami dari MSG dalam model pangan.

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa nilai ambang deteksi rasa umami pada penggunaan garam sebanyak 0.30 g garam/100 mL yaitu 0.08 g MSG/100 mL, sedangkan pada penggunaan garam sebanyak 0.42 g garam/100 mL yaitu 0.02 g MSG/100 mL. 

Sedangkan nilai ambang preferensi menggunakan persamaan psikofisik Fechner pada konsentrasi 0.30 g garam/100 mL adalah 0.25 g MSG/100 mL, sedangkan pada konsentrasi 0.42 g garam/100 mL adalah 0.06 g MSG/100 mL.

"Riset ini bisa menjadi informasi ilmiah mengenai jumlah MSG yang dibutuhkan untuk menghasilkan rasa gurih yang diinginkan pada produk pangan," ujar Dede.

Dalam penelitian ini, ambang deteksi MSG ditentukan berbasis larutan garam karena dalam penggunaannya MSG biasanya bersamaan dengan garam (bukan sebagai larutan tunggal). 

Selain itu, nilai ambang preferensi diperlukan sebagai informasi mengenai konsentrasi terkecil dari  MSG yang mulai disukai konsumen. Sampel pangan yang digunakan yaitu sayuran bayam, kemudian di uji ambang deteksinya menggunakan metode Three-alternative forced-choice (3-AFC) (ASTM) dan R-Index menggunakan panel terseleksi dan panel tidak terlatih (ISO: initiated sensory assesors). (AT/Zul)

Pewarta: Humas IPB

Editor : Feru Lantara


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017