Bogor (Antara Megapolitan) - Tingginya angka penyakit degeneratif di Indonesia mendorong Guru besar tetap Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof Sumiati, M.Sc merekayasa pakan unggas untung menghasilkan telur dan daging yang menyehatkan.
"Di Indonesia penyebab kematian tertinggi adalah stroke 21,1 persen dan 12,9 persen karena jantung. Menurut WHO 50 persen serangan jantung dan 20 persen serangan stroke disebabkan oleh kadar kolesterol tinggi," kata Sumiati di Bogor, Minggu.
Sumiati menjelaskan, kaitan antara rekayasa pakan unggas untuk menghasilkan telur dan daging fungsional dengan penyakit degeneratif adalah dari perubahan gaya hidup masyarakat terutama pada pola makan.
Perubahan pola gaya hidup ini sebagai dampak dari pertumbuhan ekonomi, kecanggihan teknologi melalui media sosial yang membawa dampak negatif.
"Perubahan pola hidup dari gaya makan ini membuat masyarakat rentan terkena penyakit degeneratif," katanya.
Selain stroke dan jantung, hasil penelitian Balitbangkes (2014) mengungkapkan, prevalensi defisiensi vitamin A di Indonesia masih tinggi. Menurut UNICEF (2015), defisiensi vitamin A yang terjadi hampir seluruh wilayah Indonesia tergolong "severe subclinical".
"Kecukupan asupan protein masih bermasalah di Indonesia," katanya.
Menurut Kemenkes RI (2016), sebesar 53,4 persen di Indonesia memiliki tingkat kecukupan protein sangat kurang dan kurang, terdiri atas 36,1 persen penduduk dengan tingkat kecukupan protein sangat kurang/minimal 17,3 persen penduduk dengan tingkat kecukupan protein kurang.
Sumiati menyatakan, bidang peternakan, khususnya komoditi telur dan daging unggas mempunyai peranan yang sangat penting untuk membantu mengatasi masalah tersebut.
"Telur dan daging selain sebagai sumber protein hewani berkualitas tinggi, juga dapat dirancang menjadi pangan fungsional," katanya.
Pangan yang aman di konsumsi manusia dari segi kesehatan, lanjutnya, harus mengandung asam lemak Omega 3 dan Omega 6 dengan rasio 1:4 sampai 1:10.
Ia mengatakan, dari hasil penelitian Suarni dan Yasin tahun 2011 dijelaskan pangan fungsional adalah pangan yang mengandung komponen bioaktif yang memberikan efek fisiologis multifungsi bagi tubuh, antara lain memperkuat daya tahan tubuh, mengatur ritme kondisi fisik, memperlambat penuaan dan membantu mencegah penyakit.
Dia mengatakan, beberapa telur omega dan daging unggas (itik, ayam, puyuh) fungsional telah dilakukan, seperti telur kaya omega-3, telur dengan Rasio Omega 3 dan Omega 6 berimbang serta desain telur rendah kolesterol.
"Juga ada telur kaya vitamin A, dan telur kaya antioksidan serta daging unggas fungsional rendah lemak dan kolesterol, tinggi vitamin A serta asam lemak Omega 3," katanya.
Sumiati melakukan penelitian yang didanai oleh Kemenristekdikti untuk merekayasa pakan unggas, khususnya itik. Pemilihan itik karena merupakan komoditas lokal yang perlu terus dikembangkan dengan segala potensinya.
Untuk menghasilkan telur unggas kaya omega3 rekayasa pakan yang dilakukan yakni membuat pakan dari bahan minyak ikan lemuru sebagai sumber Omega 3 sampai 5 persen dalam ransum mampu meningkatkan kandungan asam lemak Omega3 telur itik sekitar 78 persen dibandingkan ransum kontrol.
Sedangkan rekayasa pakan untuk menghasilkan telur rendah kolesterol dengan menggunakan choline chloride, lada hitam, tepung daun katuk, tepung daun Indigofera zollingeriana dan minyak ikan dalam pakan.
"Sebenarnya tidak susah untuk menghasilkan telur kaya omega, tergantung dari ransumnya (pakan)," kata Sumiati.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017
"Di Indonesia penyebab kematian tertinggi adalah stroke 21,1 persen dan 12,9 persen karena jantung. Menurut WHO 50 persen serangan jantung dan 20 persen serangan stroke disebabkan oleh kadar kolesterol tinggi," kata Sumiati di Bogor, Minggu.
Sumiati menjelaskan, kaitan antara rekayasa pakan unggas untuk menghasilkan telur dan daging fungsional dengan penyakit degeneratif adalah dari perubahan gaya hidup masyarakat terutama pada pola makan.
Perubahan pola gaya hidup ini sebagai dampak dari pertumbuhan ekonomi, kecanggihan teknologi melalui media sosial yang membawa dampak negatif.
"Perubahan pola hidup dari gaya makan ini membuat masyarakat rentan terkena penyakit degeneratif," katanya.
Selain stroke dan jantung, hasil penelitian Balitbangkes (2014) mengungkapkan, prevalensi defisiensi vitamin A di Indonesia masih tinggi. Menurut UNICEF (2015), defisiensi vitamin A yang terjadi hampir seluruh wilayah Indonesia tergolong "severe subclinical".
"Kecukupan asupan protein masih bermasalah di Indonesia," katanya.
Menurut Kemenkes RI (2016), sebesar 53,4 persen di Indonesia memiliki tingkat kecukupan protein sangat kurang dan kurang, terdiri atas 36,1 persen penduduk dengan tingkat kecukupan protein sangat kurang/minimal 17,3 persen penduduk dengan tingkat kecukupan protein kurang.
Sumiati menyatakan, bidang peternakan, khususnya komoditi telur dan daging unggas mempunyai peranan yang sangat penting untuk membantu mengatasi masalah tersebut.
"Telur dan daging selain sebagai sumber protein hewani berkualitas tinggi, juga dapat dirancang menjadi pangan fungsional," katanya.
Pangan yang aman di konsumsi manusia dari segi kesehatan, lanjutnya, harus mengandung asam lemak Omega 3 dan Omega 6 dengan rasio 1:4 sampai 1:10.
Ia mengatakan, dari hasil penelitian Suarni dan Yasin tahun 2011 dijelaskan pangan fungsional adalah pangan yang mengandung komponen bioaktif yang memberikan efek fisiologis multifungsi bagi tubuh, antara lain memperkuat daya tahan tubuh, mengatur ritme kondisi fisik, memperlambat penuaan dan membantu mencegah penyakit.
Dia mengatakan, beberapa telur omega dan daging unggas (itik, ayam, puyuh) fungsional telah dilakukan, seperti telur kaya omega-3, telur dengan Rasio Omega 3 dan Omega 6 berimbang serta desain telur rendah kolesterol.
"Juga ada telur kaya vitamin A, dan telur kaya antioksidan serta daging unggas fungsional rendah lemak dan kolesterol, tinggi vitamin A serta asam lemak Omega 3," katanya.
Sumiati melakukan penelitian yang didanai oleh Kemenristekdikti untuk merekayasa pakan unggas, khususnya itik. Pemilihan itik karena merupakan komoditas lokal yang perlu terus dikembangkan dengan segala potensinya.
Untuk menghasilkan telur unggas kaya omega3 rekayasa pakan yang dilakukan yakni membuat pakan dari bahan minyak ikan lemuru sebagai sumber Omega 3 sampai 5 persen dalam ransum mampu meningkatkan kandungan asam lemak Omega3 telur itik sekitar 78 persen dibandingkan ransum kontrol.
Sedangkan rekayasa pakan untuk menghasilkan telur rendah kolesterol dengan menggunakan choline chloride, lada hitam, tepung daun katuk, tepung daun Indigofera zollingeriana dan minyak ikan dalam pakan.
"Sebenarnya tidak susah untuk menghasilkan telur kaya omega, tergantung dari ransumnya (pakan)," kata Sumiati.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017