Berbagai pernyataan kontroversial selalu dilotarkan Habib Rizieq dari Arab Saudi sebagai bentuk penampakan semunya menolak dikonfirmasi oleh Kepolisian Negara dalam kasus dugaan pornografi percakapan bermuatan mesum yang beredar di media sosial. Percakapan itu diduga melibatkan Rizieq dan Firza Husein.

Ultimatumnya mengajak pengikutnya untuk melakukan revolusi adalah sesuatu yang di luar kepatutan seorang ulama. Jika konteks tersebut dinyatakan pada saat Indonesia melawan penjajahan Belanda adalah sangat tepat, tapi dalam situasi masyarakat dan negara yang sudah final terhadap Ideologi Pancasila adalah suatu keniscayaan seorang ulama yang mencari popularitas dengan cara memakai label agama dengan menyebarkan kebencian terhadap pemerintah dan apa yang akan terjadi seandainya revolusi yang digaungkan dan diterjehmakan keliru muncul terjadi di tengah-tengah masyarakat berdampak bentrok fisik antara masyarakat yang cinta tanah air (Pancasila) dengan ormas mengklaim menolak Pancasila.

Pernyataan tersebut sudah serius masuk ranah Makar terhadap bangsa dan negara Indonesia. Pertayaan apakah yang melatarbelakangi pengingkaran rasa kebangsaan Habib Rizieq tersebut sampai membuat pertanyataan ultimatum melakukan Revolusi ?.

Dukungan Politis

Sejak ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan percakapan pornografi, Habib Rizieq sudah duluan melarikan diri ke luar negeri, dan terakhir visanya diperpanjang oleh Pemerintah Arab Saudi. Sudah beberapa kali dipangil bahkan dipaksa pulang Habib Rizieq menolak upaya penyelesaian kasusnya tersebut. Padahal jika Habib Rizieq pulang dan menjelaskan persoalan secara terang benderang maka tidak ada masalah antara Habib Rizieq dengan Kepolisian.

Selain itu, posisi Habib Rizieq dalam hukum Indonesia adalah subjek hukum dan harus dilepaskan segala bentuk status sosialnya dan atribut apapun yang melekat terhadapnya. Tetapi karena sudah dari awal berburuk sangka terhadap pemerintah dan sudah merasa seolah-olah ulama panutan di nusantara memanfaatkan label tersebut dipergunakannya bahwa dirinya telah di kriminaliasi oleh pemerintah. Dapat dibayangkan jika para ulama-ulama lainnya mencontoh perilaku Habib Rizieq ketika berhadapan dengan hukum akan memunculkan sikap pro dan kontra di masyarakat dan pencitraan serta kredibilitas label ulama akan terpojokkan.

Kasus yang dialami Habib Rizieq adalah hal yang semestinya dapat diselesaikan secara hukum karena memiliki kapastian legalitas, tapi ketika para politisi di Indonesia dan tokoh-tokoh yang tergabung dalam gerakan Bela Islam mengunjunginya di Arab Saudi termasuk pemerintah Arab Saudi yang menujukkan keberpihakan terhadapnya membuat Habib Rizieq lupa diri.

Langkah rekonsiliasi yang digagas oleh rekan-rekannya dalam GNFUI untuk mencari titik temu penyelesaian kasusnya tersebut telah disikapai dengan sangat bijak oleh pemerintah. Dari sebelum munculnya kasus Habib Rizieq, pihak pemerintah tidak pernah menciderai hati umat Islam di Indonesia, faktanya ormas Islam terbesar di Indonesia NU dan Muhammadiya termasuk ormas-ormas besar lainnya tetap solid mendukung pemerintah dalam penuntasan kasus Basuki Tjahaya Purnama (Ahok). Dan semua pihak sudah menerima keputusan pengadilan terhadap Ahok.

Tetapi kita aparat hukum memeriksa sebagian di GNF-MUI dan termasuk Habib Rizieq sendiri dalam berbagai kasusnya dikampanyekan sebagai kriminaliasi ulama. Pertanyaan dimana negara melakukan kriminaliasi tersebut, apakah bukannya mereka yang selalu melakukan kampanye kriminaliasi berlindung di label agama. Jadi apapun tindakannya tidak boleh disentuh oleh hukum karena sudah menganggap apa yang menjadi tindakannya sudah sesuai ketentuan agama. Jadi kesepakatan negara yang sudah dibuat oleh pendiri bangsa dan menjadi kesepakatan bersama dari Sabang sampai Maureke dengan hitungan mereka segera diganti ?.

Mewujudkan Partai Tunggal

Manuver Habib Rizieq dengan ultimatum revolusinya dapat dianggap test cest dari kekuatan partai di Indonesia untuk menjadi partai tunggal berasaskan hukum Islam hal ini sangat jelas dalam butir-butir pernyataan ultimatum revolusinya point ke 4 "Kembali ke UUD 18 Agustus 1945 asli yang dijiwai oleh Piagam Jakarta 22 Juni 1945 sesuai Dekrit Presiden 5 Juli 1959". Pertayaan adalah, dapatkah kemajemukan di Indonesia menerima partai tunggal berasaskan agama Islam ?.

Pemaksaan keinginan dari fenomena kasus Habib Rizieq sudah terlihat dari sekarang, apakah mereka sudah merasa yakin bahwa ormas-ormas besar dan tradisional di Indonesia pasti akan mendukung pemaksaan politik tersebut. Dan sudah yakinkah Arab Saudi untuk memberikan dukungan politiknya terhadap partai tunggal tersebut walaupun di Indonesia sudah memiliki mayoritas umat Muslim terbesar. Dan apakah agenda-agenda desain politik yang terjadi saat ini yang dimotori oleh Habib Rizieq tidak memiliki implikasi jangka panjang terhadap toleransi dan kemajemukan di Indonesia.

Hubungan trimetris sudah terlihat dari persoalan Habib Rizieq yang hal itu sebagai taktik politiknya untuk menyelamatkan kewibawaannya dalam kasus konten pornografi. Semakin ditariknya pihak-pihak yang berkepentingan dalam kontestasi politik tahun 2019 untuk masuk dalam lingkaran. Hal ini agar dapat dilihat publik bahwa kasus yang dialaminya lebih berat kontens politik dari pada aspek subjek hukum.

Pemerintah masih bijak dalam membuka ruang dialog dengan GNF-MUI untuk menyelesaikan kasusnya tersebut yang membuat pihak GNF-MUI dan kelompok pendukungnnya sudah mendapat memiliki point diplomasi dengan pihak pemerintah. Padahal pemerintah hanya melihat bahwa GNF-MUI adalah umat dan masyarakat yang perlu didengar aspirasinya tapi untuk kasus kontek pornografi pemerintah tetap bersikukuh diselesaikan secara hukum. Sebagai pembelajaran politik agama jangan dipakai sebagai kekuatan dalam menyebar kebencian terhadap pemerintah.

Pengingkaran semangat kebangsaan Habib Rizieq terhadap Indonesia sudah sangat mendalam, hal ini dapat terjadi karena dukungan dari partai politik yang memiliki kesamaan untuk secepatnya mengganti Pancasila dengan kembali ke Piagam Jakarta 22 Juni 1945. Dalam konteks ultimatum ini sudah sangat jelas partai politik, tokoh elite politik dan Habib Rizieq berserta ormas pendukungnya yang masih mencita-citakan tegaknya negara Khilafiah.

*) Penulis adalah mahasiswa Pasca Sarjana dan Komunitas Pengkajian Studi Perbandingan Ilmu Politik.

Pewarta: Agung Virdianto *)

Editor : M. Tohamaksun


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017