Sebanyak 13 anak berambut gimbal atau gembel menjalani ruwatan massal dalam pergelaran Dieng Culture Festival (DCF) XIV Tahun 2024 di Kompleks Candi Arjuna, Desa Dieng Kulon, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, Sabtu.   

Sebelum menjalani ruwatan massal, anak-anak berambut gimbal yang seluruhnya perempuan itu terlebih dahulu dikirab dari halaman rumah salah seorang pemangku adat Dieng, Mbah Sumanto, menuju Kompleks Candi Arjuna.  

Selanjutnya, anak-anak berambut gimbal itu menjalani prosesi ruwatan yang diawali dengan doa yang dipimpin Mbah Sumarsono selaku pemangku adat Dieng dan dilanjutkan dengan penjamasan yang dilakukan oleh kaum perempuan, dalam hal ini perempuan pejabat maupun istri pejabat sebagai simbol pemberian doa restu.  

Sementara untuk prosesi pemotongan atau pencukuran rambut gimbal dilakukan oleh kaum laki-laki, yakni para pejabat maupun keluarga dari anak berambut gimbal dengan didampingi oleh dua pemangku adat, yakni Mbah Sumanto dan Mbah Sumarsono.   

Baca juga: Kemenparekraf sebut Dieng Culture Festival masuk Top 10 KEN

Prosesi tersebut diakhiri dengan pelarungan rambut gimbal di Telaga Balekambang yang berada tidak jauh dari Kompleks Candi Arjuna.

Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Dinparbud) Kabupaten Banjarnegara Tursiman mengatakan anak-anak yang menjalani ruwatan tersebut telah berambut gimbal atau gembel sejak lahir.  

"Nah rambut gembel itu, selain sebagai sebuah hal yang barangkali tidak umum di masyarakat, tapi anugerah, anugerah bagi masyarakat setempat," katanya di sela prosesi ruwatan rambut gimbal.

Ia mengatakan upaya yang harus dilakukan agar rambut anak-anak itu tumbuh dengan normal berupa ritual pencukuran rambut gimbal yang dimulai dengan penjamasan.

Selain itu, kata dia, anak yang akan menjalani ruwatan harus menyampaikan apa permintaannya.

Baca juga: Kementerian PUPR percantik Kawasan wisata Dieng kembangkan ekonomi Jawa Tengah

"Permintaan itu bukan dari permintaan orang tua atau permintaan sendiri, tapi keinginan dari dalamnya, engga sadar. Tadi ada yang ingin meri (anak itik, red.), ingin lengger, dan sebagainya, kalau itu tidak dituruti, nanti tumbuh lagi rambut gembel," katanya.

Ia mengharapkan melalui ritual tersebut, anak-anak yang menjalani ruwatan tidak lagi berambut gimbal, sehingga bisa tumbuh dengan normal.

Di samping itu, kata dia, ritual tersebut merupakan budaya turun-temurun yang harus dilestarikan dan pengunjung juga bisa melihat suasana pariwisata di Dieng.

Terkait dengan jumlah peserta, dia mengatakan seluruhnya berjumlah 13 anak yang berasal dari Magelang, Wonosobo, Banyumas, dan mayoritas dari Banjarnegara.

"Yang mendaftar banyak, ada 30-an, tapi tahun ini cukup 13, kita kurasi bagi anak-anak SD ke bawah. Tadi ada yang orang tua, tapi kami tidak menerima yang orang tua," kata Tursiman.

Ibunda salah seorang peserta ruwatan, Erna Murniyati mengatakan anaknya, Qiana Alisha Chandani (5) yang merupakan putri ketiga berambut gimbal sejak usia 4 bulan yang diawali dengan kondisi demam biasa hingga demam tinggi dan kejang.

Baca juga: Dieng waspada, tetap aman dikunjungi wisatawan

Setelah rambut Qiana mulai gimbal, dia mencoba menyisirnya namun keesokan harinya kembali gimbal dan hal itu terus berulang.

"Saya tanyakan ke orang tua, ternyata memang gimbal, saya enggak berani cukur juga," kata dia yang merupakan warga Desa Pekunden, Kabupaten Banyumas.

Menurut dia, Qiana menyukai binatang dan ketika makan tidak suka menggunakan lauk melainkan makan nasi putih maupun singkong rebus.

Selain itu, kata dia, Qiana tidak mau pakai baju bagus dan tidak mau mandi, sehingga seperti gembel.

"Permintaannya meri dua ekor sama permen yupi love warna pink satu dus, enggak pernah ganti sejak kecil," kata Erna.

Pewarta: Sumarwoto

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2024