Bogor (Antara Megapolitan) - Serangga menempati habitat yang sangat beragam dan hampir dapat ditemui di segala macam tempat. Sebagian serangga menimbulkan kerugian bagi manusia sehingga disebut sebagai hama.
Tidak hanya terdapat di areal pertanian, hama juga ditemukan dalam permukiman manusia, namun kehadirannya menjadi penyebab dari beberapa masalah kesehatan. Berfokus pada hama permukiman, Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. drh. Upik Kesumawati H., MS., Ph.D melakukan penelitian dan mengamati perilaku hama permukiman yang dapat mengancam kesehatan manusia.
Keseimbangan alam merupakan kondisi stabil di mana adanya serangga di areal permukiman tidak mencapai taraf mengganggu penghuni di sana.
Permukiman yang dimaksud pun bukan hanya yang ada di perkotaan, permukiman di perdesaan, termasuk segala jenis bangunan tempat manusia melakukan aktivitasnya. Menurut penelitian Prof. Upik setiap jenis permukiman memiliki hama berbeda-beda.
Nyamuk Aedes aegypti yang dikenal sebagai vektor penyakit demam berdarah memiliki preferensi tinggal di perkotaan dan menyukai hidup di dalam rumah.
Sementara nyamuk Culex sp. juga hidup di perkotaan, mereka hidup di luar rumah seperti di genangan air yang tidak diperhatikan.
Di perkampungan berbeda lagi jenis nyamuknya, yaitu nyamuk Anopheles sp. Nyamuk yang menjadi vektor malaria ini ternyata menyukai hidup di permukiman daerah pinggiran. Namun selama tidak ada penderita malaria, maka penyebarannya melalui nyamuk tersebut tidak menjadi ancaman serius.
Sejauh ini, masyarakat umumnya belum mengerti akan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan untuk mencegah habitat perkembangbiakan nyamuk.
Hal-hal seperti mencegah genangan air, menutup penampungan air, tidak membuang sampah sembarangan menjadi tugas yang tidak selesai dari masa ke masa. Perilaku membuang sampah misalnya.
Sampah yang berserakan di lahan kosong, sampah yang membuat sungai tergenang telah menjadi habitat nyamuk.
Sementara itu kondisi dalam rumah yang sering menggantung pakaian-pakaian menyediakan fasilitas bagi nyamuk untuk beristirahat.
Makanan mereka pun tersedia di mana saja dimana manusia berada. Kondisi-kondisi tersebut menjadikan hama permukiman semacam nyamuk akan terus ada dan berkembang biak, dan kehadirannya mengganggu manusia.
Dampak buruk tidak langsung yang sangat dirasakan manusia penggunaan insektisida rumah tangga yang meningkat.
Sementara penggunaan bahan-bahan tersebut membutuhkan cara yang bijak, namun tidak semua masyarakat menerapkannya.
Timbullah masalah lain akibat insektisida tersebut, berupa resistensi hama yang menyebabkan serangga kebal terhadap insektisida tersebut.
Hal tersebut baru satu tentang nyamuk, padahal masih banyak hama yang harus diteliti. Sebab, permukiman telah menjadi tempat ideal untuk perkembangbiakan hama. Mulai dari makanan, tempat berlindung, dan air sebagai faktor pendukung.
Inventarisasi hama permukiman masih dikumpulkan untuk mendapatkan pengetahuan mengenai hama tersebut.
Penelitian mengenai bioekologi serangga juga dilakukan untuk mencari cara pengendalian hama permukiman dan mengembalikan keseimbangan yang ada sebelumnya. (EAW/ris).
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017
Tidak hanya terdapat di areal pertanian, hama juga ditemukan dalam permukiman manusia, namun kehadirannya menjadi penyebab dari beberapa masalah kesehatan. Berfokus pada hama permukiman, Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. drh. Upik Kesumawati H., MS., Ph.D melakukan penelitian dan mengamati perilaku hama permukiman yang dapat mengancam kesehatan manusia.
Keseimbangan alam merupakan kondisi stabil di mana adanya serangga di areal permukiman tidak mencapai taraf mengganggu penghuni di sana.
Permukiman yang dimaksud pun bukan hanya yang ada di perkotaan, permukiman di perdesaan, termasuk segala jenis bangunan tempat manusia melakukan aktivitasnya. Menurut penelitian Prof. Upik setiap jenis permukiman memiliki hama berbeda-beda.
Nyamuk Aedes aegypti yang dikenal sebagai vektor penyakit demam berdarah memiliki preferensi tinggal di perkotaan dan menyukai hidup di dalam rumah.
Sementara nyamuk Culex sp. juga hidup di perkotaan, mereka hidup di luar rumah seperti di genangan air yang tidak diperhatikan.
Di perkampungan berbeda lagi jenis nyamuknya, yaitu nyamuk Anopheles sp. Nyamuk yang menjadi vektor malaria ini ternyata menyukai hidup di permukiman daerah pinggiran. Namun selama tidak ada penderita malaria, maka penyebarannya melalui nyamuk tersebut tidak menjadi ancaman serius.
Sejauh ini, masyarakat umumnya belum mengerti akan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan untuk mencegah habitat perkembangbiakan nyamuk.
Hal-hal seperti mencegah genangan air, menutup penampungan air, tidak membuang sampah sembarangan menjadi tugas yang tidak selesai dari masa ke masa. Perilaku membuang sampah misalnya.
Sampah yang berserakan di lahan kosong, sampah yang membuat sungai tergenang telah menjadi habitat nyamuk.
Sementara itu kondisi dalam rumah yang sering menggantung pakaian-pakaian menyediakan fasilitas bagi nyamuk untuk beristirahat.
Makanan mereka pun tersedia di mana saja dimana manusia berada. Kondisi-kondisi tersebut menjadikan hama permukiman semacam nyamuk akan terus ada dan berkembang biak, dan kehadirannya mengganggu manusia.
Dampak buruk tidak langsung yang sangat dirasakan manusia penggunaan insektisida rumah tangga yang meningkat.
Sementara penggunaan bahan-bahan tersebut membutuhkan cara yang bijak, namun tidak semua masyarakat menerapkannya.
Timbullah masalah lain akibat insektisida tersebut, berupa resistensi hama yang menyebabkan serangga kebal terhadap insektisida tersebut.
Hal tersebut baru satu tentang nyamuk, padahal masih banyak hama yang harus diteliti. Sebab, permukiman telah menjadi tempat ideal untuk perkembangbiakan hama. Mulai dari makanan, tempat berlindung, dan air sebagai faktor pendukung.
Inventarisasi hama permukiman masih dikumpulkan untuk mendapatkan pengetahuan mengenai hama tersebut.
Penelitian mengenai bioekologi serangga juga dilakukan untuk mencari cara pengendalian hama permukiman dan mengembalikan keseimbangan yang ada sebelumnya. (EAW/ris).
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017