Tempe merupakan makanan yang cukup terkenal di kalangan masyarakat Indonesia. Tempe kaya akan protein, serta mengandung vitamin B12 yang jarang ada pada pangan nabati.

Tempe merupakan makanan tradisional yang diolah melalui proses fermentasi kedelai dengan menambahkan kapang 'Rhizopus sp'. Sebanyak 50% kedelai di Indonesia digunakan untuk memproduksi tempe.

Salah satu permasalahan produk tempe adalah umur simpan tempe yang relatif singkat yaitu sekitar 1-2 hari. Tempe yang tidak terjual segera akan menjadi semangit (over fermented) dan akan membusuk selama penyimpanan.

Melihat permasalahan diatas Jeffry Al Bukhori mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) sekaligus Ketua PKMP (Program Kreatifitas Mahasiswa, Penelitian) bersama tim yaitu Novi Kurnianto, Muhammad Afif Shultoni,
Muhammad Rizky Marhaban dan Fakhri Ramadian Hidayat mengadakan suatu penelitian tentang 'coating' tempe.

Penelitian ini bertujuan untuk menemukan bahan 'coating' yang cocok digunakan pada pada tempe.

Sebagai produsen tempe terbesar di dunia, Indonesia harus dapat mengembangkan inovasi produknya. Salah satu cara memperpanjang umur simpan suatu produk makanan ialah dengan cara pengemasan.

Dewasa ini telah dikenal teknologi pengemasan yang dapat dimakan (edible coating). 'Coating' merupakan
teknik pelapisan suatu produk menggunakan bahan tertentu.

'Edible coating' pada produk makanan mampu menghambat perpindahan uap air, mencegah kehilangan aroma, mencegah perpindahan lemak, meningatkan karakteristik fisik, dan sebagai pembawa zat aditif. Bahan yang digunakan dapat terbuat dari bahan-bahan alami sehingga aman digunakan ataupun dikonsumsi.

''Karena tempe tidak dapat disimpan terlalu lama, penjual tempe tidak dapat mendistribusikan secara luas dan rugi ketika tempe busuk. Nah, kami mencoba untuk meningkatkan umur simpan tempe dengan metode 'coating' yang biasa juga dilakukan pada pengawetan buah segar, 'coating' yang kami lakukan bukan secara langsung ke dalam pangannya namun dengan 'coating'/pelapisan pada kemasan yang digunakan untuk membungkus produk tempe,'' ujar Muhammad Afif Sulthoni anggota tim PKMP.

Inovasi 'coating' pada tempe dilakukan menggunakan bahan-bahan alami seperti pati, kitosan ataupun ekstrak bawang. Tim ini melakukan pengamatan daya tahan umur simpan serta karakteristik fisiko-kimia tempe yang diberi
perlakuan 'coating'.

''Bahan yang kami gunakan untuk 'coating' tempenya adalah ekstrak bawang putih yang kami cari dari berbagai literatur mengandung allicin yaitu zat antimikroba. Tujuannya agar mikroba pembusuk pada tempe dapat dihambat jumlahnya dan meningkatkan umur simpan tempe. Perlakuannya adalah tempe kontrol (tanpa coating), perlakuan tempe dengan coating ekstrak bawang 20% dan tempe dengan coating ekstrak bawang 30%,” tutur Afif.

Hal pertama yang dilakukan adalah membuat larutan ekstrak bawang dengan penambahan etanol sebagai pelarut. Ekstrak tersebut dioleskan ke daun pisang yang akan digunakan sebagai pembungkus tempe. Kedelai yang sudah
diberi ragi dibungkus dengan daun pisang dengan olesan daun bawang (setelah kering) tersebut.

''Hasilnya positif. Tempe yang di 'coating' dengan ekstrak bawang memang lebih tahan lama daripada yang tidak. Kalau dari pengamatan, tempe yang tidak di coating tahan 2-3 hari sedangkan tempe yang dicoating masih cukup
bagus hingga hari ke 7. Di hari ke 8 penampakan tempe masih bagus tapi dari bau sudah agak membusuk. Data yang kami dapat, konsentrasi bawang putih sebesar 30% adalah yang terbaik. Untuk konsentrasi lebih tinggi kami belum melakukannya. Kini kami tinggal melakukan pengujian sifat fisiko-kimia tempe hasil coating,” ungkap Afif.  (IR/Zul).

Pewarta: Humas IPB

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017