Suatu negara selalu membutuhkan produk yang dibuat oleh negara-negara lain untuk memenuhi kebutuhan pasar domestiknya.

Skema perdagangan internasional yang disebut importasi tersebut menjadi peluang yang besar untuk meningkatkan perekonomian melalui peningkatan nilai tambah manufaktur (manufacturing value added/MVA) dengan memacu daya saing produsen dalam negeri agar tidak kalah dengan produk dari luar.
 
Barang impor yang masuk ke dalam wilayah pabean Indonesia juga menjadi catatan referensi untuk melakukan perlindungan terhadap industri, dengan cara tidak diterbitkannya perizinan impor (PI) atau pertimbangan teknis (Pertek) apabila produk yang masuk itu sudah bisa diproduksi secara domestik.

Kondisi ideal tersebut bisa terjadi apabila produk impor masuk sesuai aturan alias legal, namun apabila produk tersebut masuk ke wilayah pabean secara ilegal dan masif, maka akan menghancurkan industri dalam negeri.

Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita dan Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan mengakui saat ini banyak barang impor ilegal beredar di pasaran yang mengancam keberlangsungan industri domestik.

Seperti halnya yang diungkapkan oleh Menperin Agus bahwa ada satu perusahaan besar melakukan importasi ilegal dengan jumlah hingga tiga kali lipat dari kuantitas produk yang diberi izin melalui PI.

"Perusahaan besar itu mendapatkan perizinan impor 1 juta, tapi di lapangan ditemukan dengan PI yang sama masuknya 4 juta," kata dia.

Praktik ilegal itu tentu mengancam keberlangsungan industri dalam negeri karena barang impor ilegal yang dijual pasti jauh di bawah harga produk serupa yang dibuat oleh produsen domestik atau barang impor legal.

Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) mencontohkan, barang tekstil dan produk tekstil (TPT) yang melalui importasi legal dan merek buatan dalam negeri memiliki selisih harga hingga lima kali lipat dengan produk TPT ilegal.

Hal itu terjadi karena barang impor legal dan merek dalam negeri mesti membayar pajak dan administrasi perizinan sebelum bisa beredar di pasaran.

Ada beberapa modus yang digunakan oleh para importir nakal, antara lain, yakni pelarian dari kode Harmonized System (HS) yang tak sesuai, pembedaan jumlah produk yang masuk dari total PI yang diterbitkan, serta menghindari kewajiban pemenuhan Standar Nasional Indonesia (SNI).

Menyadari hal tersebut, Pemerintah atas inisiasi Kemendag dan Kemenperin membentuk tim pemberantasan impor ilegal, serta mengusulkan untuk mengalihkan jalur masuk (entry point) barang-barang impor agar tidak tersentralisasi di Pulau Jawa.
 
Satgas pemberantasan
 
Tim pemberantasan yang dinamai Satgas Pengawasan Barang Impor Ilegal ini resmi dibentuk pada 19 Juli 2024. Satgas tersebut beranggotakan 11 kementerian dan lembaga yaitu, Kementerian Perdagangan, Kejaksaan Agung, Polri, Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian (Kemenperin), serta Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).

Selanjutnya, Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Badan Keamanan Laut (Bakamla), TNI AL, dinas provinsi kabupaten/kota yang membidangi perdagangan, serta Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin).

Sesuai namanya, satgas yang berlaku selama satu tahun ini bertujuan untuk memberantas peredaran impor ilegal sekaligus melakukan upaya mitigasi masuknya produk tak sesuai aturan itu ke dalam negeri.

Ada tujuh komoditas prioritas yang disasar oleh satgas ini, yakni tekstil, keramik, alas kaki, pakaian jadi, kosmetik, elektronika, dan barang tekstil jadi lainnya.

Misi dari gugus tugas ini melakukan inventarisasi permasalahan terkait dengan barang tertentu yang melakukan importasi, menetapkan sasaran program dan prosedur kerja, melakukan pemeriksaan perizinan berusaha atau persyaratan barang tertentu yang diberlakukan tata niaga impor, termasuk pengetatan pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) dan pajak.

Selain itu, satgas ini juga mesti melakukan klarifikasi terhadap pelaku usaha terkait dugaan pelanggaran, dengan menerapkan sanksi hukum sesuai dengan kewenangan berdasarkan ketentuan perundangan yang berlaku.

Tepat seminggu setelah satgas ini dibentuk, Pemerintah berhasil menggagalkan penyelundupan Rp40 miliar yang terdiri atas ponsel pintar dan komputer tablet senilai Rp2,7 miliar, pakaian jadi Rp20 miliar, barang elektronik Rp12,3 miliar, dan mainan anak senilai Rp5 miliar.

Para pelaku industri dalam negeri menaruh harapan tinggi atas dibentuknya satgas tersebut, seperti disuarakan oleh Hippindo, yang sedari awal menanti dibentuknya gugus tugas ini.

Dengan terbentuknya satgas ini, Pemerintah secara langsung melindungi 800 merek ritel dengan total tenaga kerja mencapai lebih dari 600 ribu orang. Dengan begitu pemajuan industri pengolahan non-migas bisa diwujudkan, mengingat 52 persen pertumbuhan ekonomi nasional ditopang oleh daya beli di sektor ritel.

Hal serupa disuarakan oleh Asosiasi Produsen Serat, dan Benang Filament Indonesia (Apsyfi) yang menyebut bahwa dengan terbentuknya tim ini bisa menjadi angin segar bagi sektor TPT di Tanah Air.

Namun dengan catatan pemberantasan barang impor ilegal perlu dibarengi hukuman berat terhadap para mafia atau oknum pemerintahan yang meloloskan produk tak sesuai regulasi tersebut.

Apsfyi memperkirakan volume impor ilegal atas produk pakaian jadi pada 2023 saja mencapai 663.000 ton. Itu belum termasuk produk-produk lainnya.


Pengalihan jalur masuk

Selain membentuk Satgas Pemberantasan Impor Ilegal, Pemerintah juga bakal mengalihkan jalur masuk (entry point) produk impor yang awalnya tersentralisasi di Pelabuhan Tanjung Priok-Jakarta dan Pelabuhan Tanjung Perak-Surabaya menjadi ke wilayah timur Indonesia, yaitu berlokasi di Sorong atau di Belitung.

Usulan pemindahan jalur masuk ini bertujuan untuk mempersempit ruang gerak importir nakal dengan melakukan penyebaran entry point komoditas yang tengah diawasi sehingga tidak tersentralisasi di Pulau Jawa.

Cara ini dinilai efektif karena barang impor ilegal banyak masuk melalui pelabuhan kecil sehingga dengan melakukan diversifikasi jalur pelabuhan, secara langsung bisa meningkatkan infrastruktur dan sistem pengawasan dan bisa meminimalisasi "permainan" oleh aparat nakal.

Nantinya pengalihan jalur masuk produk impor ke wilayah Indonesia timur ini tak hanya ditujukan pada tujuh sektor yang kini tengah diawasi oleh satgas pemberantasan impor ilegal saja, tapi juga akan diperluas ke sektor lain.

"Kami juga akan memberikan usulan di luar tujuh komoditas yang mungkin bisa kita kenakan policy," kata Menperin Agus.

Keberhasilan Satgas Pengawasan Barang Impor Ilegal dan kebijakan pengalihan jalur masuk pelabuhan untuk meminimalisasi kerugian industri ini tak hanya dipegang oleh Pemerintah saja.

Masyarakat juga memiliki peranan besar dalam menjaga stabilitas industri dalam negeri, dengan cara menolak menggunakan atau membeli produk impor yang tidak berlabel SNI dan tak berbahasa Indonesia.

Kebijakan pembentukan satgas tersebut bisa menjaga kontribusi sektor industri terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional yang saat ini sebesar 19,28 persen, dengan nilai tambah manufaktur sebanyak 255 miliar dolar AS. 

Gerak cepat satgas tersebut menyiratkan asa terang bahwa industri dalam negeri segera terselamatkan dari serbuan produk impor ilegal sehingga ancaman badai pemutusan hubungan kerja karyawan pun bisa dielakkan.

Editor: Achmad Zaenal M

Pewarta: Ahmad Muzdaffar Fauzan

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2024