Karawang (Antara Megapolitan) - Ribuan warga Kabupaten Karawang, Jabar, yang tergabung dalam Aliansi LSM bersama LMDH mempertanyakan kebijakan pemkab setempat yang membagi-bagikan lahan kepada sekelompok masyarakat dari Serikat Tani Telukjambe Bersatu (STTB).
Mereka mempertanyakan hal tersebut melalui unjuk rasa di kantor pemkab setempat, jalan raya Ahmad Yani Karawang, Selasa.
"Kami meminta pemkab tegas dalam menyikapi kebijakan pemerintah pusat yang ingin membagi-bagikan lahan di kawasan hutan. Padahal sudah jelas, lahan di kawasan hutan itu sudah digarap selama puluhan tahun oleh LMDH (Lembaga Masyarakat Desa Hutan)," kata Nace Permana, seorang pengunjuk rasa.
Ia mengatakan, ada ribuan KK yang tergabung dalam 16 LMDH Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan Telukjambe dan Pangkalan Karawang yang menggarap lahan di kawasan hutan itu.
Karenanya secara tegas pihaknya menolak membagikan lahan garapan kepada petani non-LMDH di Kawasan Hutan Telukjambe, khususnya kepada sekelompok masyarakat tani yang mengklaim sebagai konflik agraria di Telukjambe, mengatasnamakan STTB.
"Jelas kami terusik atas kebijakan pemerintah yang akan memberikan lahan garapan kepada petani yang mengklaim sebagai korban konflik agraria di Telukjambe. Sebab semua lahan di kawasan hutan Karawang sudah ada yang menggarapnya," kata dia.
Pengunjuk rasa lainnya, Rahmat mengatakan, saat ini mereka yang mengklaim sebagai korban konflik agraria dengan PT Pertiwi Lestari dipersilakan tinggal di rumah dinas bupati, karena rumah dinas itu tidak digunakan oleh bupati.
Seharusnya, kata dia, pemkab bisa memanggil kepala desa terkait. Jika mereka yang tinggal di rumah dinas bupati warganya, silakan dibawa pulang. Bukan justru dipersilakan tinggal di rumah dinas.
Sutedjo, pengunjuk rasa lainnya juga menyayangkan sikap pemkab, khususnya wakil bupati yang cukup semangat merealisasikan rencana bagi-bagi lahan garapan di kawasan hutan untuk sekelompok masyarakat dari STTB.
"Seharusnya dikaji terlebih dahulu, jangan asal instruksi presiden, langsung dilaksanakan. Pemkab harus punya sikap atas persoalan ini," kata dia.
Ia khawatir persoalan lahan tersebut menjadi bagian dari permainan mafia tanah dan mafia politik tanah di ibu kota. Sehingga perlu disikapi serius dengan kajian yang matang oleh pemkab.
Sementara itu, saat ini masyarakat tani dari STTB yang mengklaim sebagai korban konflik agraria itu tinggal di rumah dinas bupati Karawang.
Rumah dinas bupati dijadikan sebagai tempat mengungsi mereka, karena selama sudah hampir dua tahun ini rumah dinas tersebut tidak ditempati Bupati Karawang Cellica Nurrachadiana.
Pemkab Karawang harus menanggung biaya makan mereka sehari-hari yang jumlahnya mencapai puluhan hingga ratusan orang.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017
Mereka mempertanyakan hal tersebut melalui unjuk rasa di kantor pemkab setempat, jalan raya Ahmad Yani Karawang, Selasa.
"Kami meminta pemkab tegas dalam menyikapi kebijakan pemerintah pusat yang ingin membagi-bagikan lahan di kawasan hutan. Padahal sudah jelas, lahan di kawasan hutan itu sudah digarap selama puluhan tahun oleh LMDH (Lembaga Masyarakat Desa Hutan)," kata Nace Permana, seorang pengunjuk rasa.
Ia mengatakan, ada ribuan KK yang tergabung dalam 16 LMDH Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan Telukjambe dan Pangkalan Karawang yang menggarap lahan di kawasan hutan itu.
Karenanya secara tegas pihaknya menolak membagikan lahan garapan kepada petani non-LMDH di Kawasan Hutan Telukjambe, khususnya kepada sekelompok masyarakat tani yang mengklaim sebagai konflik agraria di Telukjambe, mengatasnamakan STTB.
"Jelas kami terusik atas kebijakan pemerintah yang akan memberikan lahan garapan kepada petani yang mengklaim sebagai korban konflik agraria di Telukjambe. Sebab semua lahan di kawasan hutan Karawang sudah ada yang menggarapnya," kata dia.
Pengunjuk rasa lainnya, Rahmat mengatakan, saat ini mereka yang mengklaim sebagai korban konflik agraria dengan PT Pertiwi Lestari dipersilakan tinggal di rumah dinas bupati, karena rumah dinas itu tidak digunakan oleh bupati.
Seharusnya, kata dia, pemkab bisa memanggil kepala desa terkait. Jika mereka yang tinggal di rumah dinas bupati warganya, silakan dibawa pulang. Bukan justru dipersilakan tinggal di rumah dinas.
Sutedjo, pengunjuk rasa lainnya juga menyayangkan sikap pemkab, khususnya wakil bupati yang cukup semangat merealisasikan rencana bagi-bagi lahan garapan di kawasan hutan untuk sekelompok masyarakat dari STTB.
"Seharusnya dikaji terlebih dahulu, jangan asal instruksi presiden, langsung dilaksanakan. Pemkab harus punya sikap atas persoalan ini," kata dia.
Ia khawatir persoalan lahan tersebut menjadi bagian dari permainan mafia tanah dan mafia politik tanah di ibu kota. Sehingga perlu disikapi serius dengan kajian yang matang oleh pemkab.
Sementara itu, saat ini masyarakat tani dari STTB yang mengklaim sebagai korban konflik agraria itu tinggal di rumah dinas bupati Karawang.
Rumah dinas bupati dijadikan sebagai tempat mengungsi mereka, karena selama sudah hampir dua tahun ini rumah dinas tersebut tidak ditempati Bupati Karawang Cellica Nurrachadiana.
Pemkab Karawang harus menanggung biaya makan mereka sehari-hari yang jumlahnya mencapai puluhan hingga ratusan orang.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017