Politisi dan advokat Dr. (c) MM Ardy Mbalembout mengatakan Nusa Tenggara Timur NTT membutuhkan pemimpin yang memiliki panggilan hati dan dan keberpihakan yang mutlak pada kepentingan dan kebutuhan rakyat NTT. Bukan pemimpin yang memprioritaskan kepentingan golongan dan pribadi.

Hal tersebut dikatakan dalam diskusi yang digagas media BULIR.ID bertema "Proyeksi Pembangunan NTT 5 Tahun ke Depan", para narasumber menyampaikan sejumlah kriteria menjadi pemimpin NTT yang tepat lima tahun ke depan.

"Jadi kita mencari pemimpin NTT, dalam hal ini gubernur yang selesai dengan dirinya sendiri. Kita butuh pemimpin yang memiliki hati untuk membawa NTT keluar dari berbagai persoalan yang dihadapi saat ini," kata Ardy dalam keterangannya, Kamis.

Dalam diskusi yang digagas media BULIR.ID bertema "Proyeksi Pembangunan NTT 5 Tahun ke Depan", para narasumber menyampaikan sejumlah kriteria menjadi pemimpin NTT yang tepat lima tahun ke depan di PMKRI Cabang Jakarta Timur.

Diketahui, diskusi ini menghadirkan Dr. (c) MM Ardy Mbalembout selaku Politisi dan Advokat terkemuka NTT di Jakarta, Dosen LSPR dan Pengamat Etika Komunikasi Publik Dr. Yohanes Don Bosco Doho, Stela Nau selaku Founder Komunitas NTT Muda dan Drs. Asri Hadi selaku Dosen Senior IPDN dan Ketua Dewan Pakar BULIR.ID sebagai pemantik diskusi serta Emanuel Odo yang bertindak sebagai moderator diskusi.

Lebih lanjut, Wakil Ketua Mahkamah Partai DPP PD ini membeberkan NTT masuk dalam wilayah Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI). ALKI adalah alur laut yang ditetapkan berdasarkan konvensi hukum laut internasional sebagai alur yang terbuka bagi perlintasan perdagangan internasional dan kapal asing.

"Jadi nantinya pusat perekonomian tidak lagi hanya di Selat Malaka, Singapura, tetapi akan ada di Rote ataupun Labuan Bajo NTT. Itulah mengapa kita lihat sekarang investasi luar biasa. Tapi efek ganda pembangunan dan investasi besar-besaran itu tidak menyentuh pada kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat," kata Ardy yang namanya ikut diperbincangkan sebagai salah satu sosok yang ikut maju dalam kontestasi Pilgub NTT akhir-akhir ini.

Menurut Kepala Departemen Hukum dan HAM Partai DPP Partai Demokrat ini, pemimpin NTT ke depan selain memiliki integritas, harus juga memiliki pengetahuan, wawasan dan strategi pembangunan berskala lokal, nasional maupun internasional.

"Jangan sampai pemimpin itu menjadi "boneka", diatur. Tidak tahu apa yang dilakukan. Tidak peduli dengan kebutuhan masyarakat. 

Ke depan apakah kita masih mau mempertahankan pemimpin seperti itu, jawaban kembali pada masyarakat NTT," ujarnya.

Sementara itu, Dosen LSPR dan Pengamat Etika Komunikasi Publik Dr. Yohanes Don Bosco Doho menyampaikan NTT ke depan membutuhkan pemimpin yang manusiawi dan bermartabat. Hal ini menjadi fondasi dan modal dasar dalam pembangunan NTT lima tahun ke depan yang lebih baik.

"Kalau pemimpinnya bermartabat dan manusiawi, pasti manusia yang dipimpinnya ini akan merasa nyaman dan akhirnya mereka boleh bersama-sama membangun NTT," kata Doktor lulusan Universitas Negeri Jakarta ini mengawali paparannya berjudul "Menanti Pemimpin Baru untuk NTT yang Manusiawi dan Bermartabat".

Menurut pria kelahiran Flores, 17 Agustus 1972 itu, pemimpin NTT ke depan harus memiliki etika yang bersinggungan secara khusus dengan integritas dan etika komunikasi publik yang memadai untuk mengomunikasikan berbagai kebijakan kepada masyarakat sebagai sasaran dan subjek pembangunnanya.

"Jadi bagaimana seorang pemimpin tidak boleh berkomunikasi secara bohong atau menipu atau bahkan mengata-ngatain masyarakatnya, tapi dia harus bisa membangun dengan menggunakan prinsip etika komunikasi publik yang baik," bebernya.
 

Pewarta: Feru Lantara

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2024