Gedung berbentuk segi empat yang terletak di sebelah utara gedung Balai Kota Gouverneurskantoor (sekarang Museum Sejarah Jakarta) menjadi pusat komunikasi yang menghubungkan antara Pulau Jawa dengan daratan Eropa.

Bangunan itu bernama Post-en Telegraaf Kantoor atau Kantor Pos dan Telegraf yang berdiri di alun-alun Balai Kota Batavia.

Direktur Pos Properti Indonesia Junita Roemawi mengatakan bangunan yang kini bernama Gedung Pos Fatahillah atau juga familiar disebut Kantor Pos Kota dirancang oleh insinyur bangunan nasional bernama Ir. Richard Baumgarter pada tahun 1929.

"Gedung Pos Fatahillah pernah difungsikan menjadi kantor pos dan telegraf. Saat ini difungsikan tetap menjadi kantor pos dan sebagai sentra usaha, mikro, kecil, dan menengah (UMKM)," ujarnya saat ditemui ANTARA di kawasan Pos Bloc Jakarta pada pertengahan Maret 2024.

Gaya modern awal bernama Nieuwe Zakelijkheid yang populer pada rentang tahun 1920-an hingga 1930-an diterapkan dalam arsitektur kantor pos yang berada di kawasan Kota Tua Jakarta tersebut.

Gaya arsitekturnya serupa dengan gedung West-Java Handel-Maatschappij atau WEVA, sekarang menjadi Gedung Jasindo yang berada di sebelah kanan Gedung Pos Fatahillah.

Bangunan itu banyak beradaptasi dengan iklim tropis Hindia Belanda dengan konstruksi fasad ganda dan jendela-jendela besar untuk sirkulasi udara yang lebih baik. Gedung Pos Fatahillah mulai digunakan pada tahun 1931.

Meski sudah berusia hampir satu abad, namun kantor pos dan telegraf itu kini masih aktif untuk mengirim surat maupun membayar pajak dan iuran bulanan, serta berfungsi pula sebagai sentra UMKM.

Kawasan strategis

Ketika zaman kolonial, pos dan telegraf memegang peran kunci dalam komunikasi jarak jauh. Hal itu membuat keberadaan Gedung Pos Fatahillah berada dekat dengan gedung pemerintahan.

Gedung Pos Fatahillah terletak sangat strategis di depan bangunan Balai Kota Pemerintah Hindia Belanda. Hal itu untuk memastikan distribusi yang cepat dari pembaruan terkini, sehingga berita dan komunikasi bisa tersebar secepat mungkin ke berbagai wilayah, hingga benua.

Ensiklopedia Jakarta Jilid 2 Terbitan Lentera Abadi menceritakan bahwa kota tua saat zaman kolonial merupakan kawasan yang menarik bagi orang-orang pada masa itu. Kawasan kota tua tidak hanya sebagai pusat pemerintahan dan bisnis, tetapi juga sebagai pusat pertemuan budaya antaretnis.

Luas kota tua mencapai 136 hektare yang membentang dalam dua wilayah kotamadya, yaitu Jakarta Barat dan Jakarta Utara. Kawasan itu memiliki stasiun kereta dan pelabuhan yang berperan penting dalam sektor perhubungan di masa kolonial.

Dalam usia yang telah menyentuh angka 95 tahun, Pos Indonesia (perusahaan di bawah Kementerian Badan Usaha Milik Negara) selaku pemilik Gedung Pos Fatahillah tetap mempertahankan keaslian bangunan yang berstatus sebagai cagar budaya tersebut.

Perseroan menggunakan bangunan bersejarah sebagai daya tarik pariwisata yang dapat memberikan manfaat ekonomi tambahan bagi perusahaan dan komunitas setempat. Penggunaan ruang yang efisien dengan memastikan bahwa ruang di dalam bangunan dimanfaatkan secara optimal.

Visibilitas merk terus ditingkatkan oleh Pos Indonesia melalui pemasaran kreatif dan penyelenggaraan acara atau promosi di Gedung Pos Fatahillah. Bangunan itu pernah menjadi lokasi pameran seni kontemporer dan beberapa acara lain yang mampu menyita banyak perhatian publik.

Pos Indonesia memperhatikan dampak lingkungan terhadap cagar budaya dan mengadopsi praktik bisnis yang berkelanjutan agar Gedung Pos Fatahillah tetap terlindungi dan relevan sebagai aset yang bermanfaat bagi perusahaan dan publik.

Kegiatan revitalisasi dan optimalisasi aset properti negara yang dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara atau BUMN selaras dengan upaya pemerintah yang ingin mengubah bangunan cagar budaya menjadi ruang publik dan pusat ekonomi kerakyatan.

Dari Gedung yang semula berfungsi hanya sebagai kantor pos dan telegraf itu, lalu menjadi kantor pos dan pusat UMKM menandakan fleksibilitas perusahaan di bawah BUMN tersebut dalam memanfaatkan cagar budaya untuk literasi seni-budaya dan aspek bisnis.


Relevan

Tepat tengah hari pada pengujung Maret 2024, langit Jakarta bersih dari awan-awan yang menghalangi paparan panas sinar Matahari. Kotak besi berwarna jingga bertuliskan brievenbus yang dalam bahasa Indonesia artinya "kota surat" dan kata buslischting berarti "koleksi" tampak berkilauan diapit dua pohon setinggi tiga meter di depan Gedung Pos Fatahillah.

Sebanyak empat gerai UMKM minuman manis berada di sepanjang teras kantor pos tersebut. Ketika masuk lebih jauh ke area terbuka yang berada di tengah bangunan terlihat banyak gerai makanan-minuman, seperti aneka mi, es krim, maupun dimsum, hingga yang berat berupa nasi ayam.

Ada juga beberapa gerai yang menjajakan produk fesyen, seperti pakaian dan aksesori. Bahkan, restoran ayam goreng dan hotel kapsul juga menyewa gedung itu di sisi kanan, sedangkan kantor pos berada di sisi kiri area terbuka.

Pos Indonesia menyatakan gedung itu tidak terlalu luas, sehingga tidak cocok untuk diubah menjadi "creative hub", seperti Pos Bloc. Meski demikian, perseroan telah mengoptimalkan setiap ruangan agar setiap pengunjung yang datang silih berganti merasa nyaman.

Toilet direnovasi agar pengunjung yang berwisata di kawasan Alun-Alun Fatahillah bisa berhenti di Gedung Pos Fatahillah.

Perusahaan itu mencatat ada beberapa potensi calon penyewa properti, bahkan aplikasi media sosial juga tertarik untuk menyewa dalam artian untuk studio mereka dan lain-lain, tetapi masih dalam tahap negosiasi.

Meski telah berusia hampir satu abad, namun gedung bersejarah itu masih relevan sampai kini sebagai kantor pos. Restorasi dan perawatan dilakukan secara berkelanjutan agar bangunan bersejarah itu terus berdiri kokoh melewati berbagai zaman.
 

Pewarta: Sugiharto Purnama

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2024