Bogor (Antara Megapolitan) - Tiga peneliti dari Departemen Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) berhasil menemukan kandungan bioetanol dari limbah buah tomat.
"Sebenarnya limbah tomat berpotensi besar sebagai pendukung produksi bioetanol," kata Muhammad Romli salah satu dari tiga peneliti IPB, di Bogor, Kamis.
Ide mengembangkan penelitian bioetanol dari tomat berawal dari melihat karakteristik tomat yang udah rusak, sehingga banyak tomat dibuang menjadi smapah organik yang berakhir di tempat pembuangan akhir.
Bahkan lanjutnya, di sentra produksi tomat menghasilkan limbah hingga 20 sampai 50 persen. Kondisi tersebut sangat disayangkan, karena limbah tomat berpotensi sebagai substrat untuk memproduksi bioetanol.
"Saat ini bioetanol menjadi salah satu solusi menjanjikan karena merupakan sumber energi alternatif, terutama bahan pengganti bensin," katanya.
Menurut Romli, permintaan akan bioetanol di masyarakat juga terus meningkat, hal tersebut menjadi alasan bahwa pengembangan bioetanol menjadi penting dilakukan untuk memenuhi kebutuhan nasional.
Selain itu, pengembangan limbah tomat sebagai bioetanol juga bertujuan untuk menambah nilai jual produk serta menekan laju pembungan limbah tomat sebagai upaya menjaga lingkungan agar tidak terus tercemar.
Penelitian tentang bioetanol dari limbah tomat dilakukan tiga peneliti IPB yakni Muhammad Romli, Heldinnie Gustie Atiqah dan Suprihatini.
Mereka bertiga melakukan proses produksi bioetanol dari limbah buah yang dilakukan melalui fermentasi anaerob oleh Khamir Sacharomyces cerevisiae. Jenis Khamir tersebut mampu menghasilkan etanol dengan kadar yang cukup tinggi yakni 10 sampai 15 persen.
"Sacharomyces cerevisiae digunakan karena memiliki kadar alkohol yang tinggi dari 12 persen hingga 18 persen, kadar gula juga tinggi, serta tetap aktif melakukan fermentasi pada suhu 4 sampai 32 derjat celcius," katanya.
Lebih lanjut dijelaskannya, proses fermentasi etanol tidak hanya membutuhkan glukosa sebagai sumber kabon namun juga membutuhkan sumber nutrisi pendukung lainnya, terutama sumber nitrogen. Penambahan nutrien yang sesuai akan meningkatkan aktivitas mikroorganisme, sehingga produksi etanol juga meningkat.
Romli mengatakan, sumber nitrogen yang biasa digunakan dalam proses fermentasi etanol antara lain adalah ekstrak khamir, corn step liquor, ammonium sulfat, urea, protein, ekstrak gandum, dan bahan lainnya yang pada dasarnya memiliki kandungan nitrogen dalam jumlah tinggi.
"Perlakuan lain yang diamati adalah pengaruh penambahan nutrisi berupa urea dalam media fermentasi," katanya.
I menambahkan, urea mengandung nitrogen dalam jumlah tinggi, dimana unsur nitrogen diperlukan untuk pemeliharaan sel dan pertumbuhan mikroba. Selain itu, penggunaan urea disebabkan oleh mudahnya akses untuk mendapatkan dan harganya yang murah.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa pengayaan nutrien melalui penambahan urea dapat meningkatkan kadar etanol dari 1,26 persen (v/v) menjadi 1,53 persen (v/v) pada fermentor dengan 10 persen inokulum (sediaan yang mengandung jasat renik tertentu).
"Penambahan urea yang dilakukan pada fermentor dengan 15 persen inokulum menghasilkan peningkatan kadar etanol dari 1,59 persen (v/v) menjadi 1,86 persen (v/v)," kata Romli.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017
"Sebenarnya limbah tomat berpotensi besar sebagai pendukung produksi bioetanol," kata Muhammad Romli salah satu dari tiga peneliti IPB, di Bogor, Kamis.
Ide mengembangkan penelitian bioetanol dari tomat berawal dari melihat karakteristik tomat yang udah rusak, sehingga banyak tomat dibuang menjadi smapah organik yang berakhir di tempat pembuangan akhir.
Bahkan lanjutnya, di sentra produksi tomat menghasilkan limbah hingga 20 sampai 50 persen. Kondisi tersebut sangat disayangkan, karena limbah tomat berpotensi sebagai substrat untuk memproduksi bioetanol.
"Saat ini bioetanol menjadi salah satu solusi menjanjikan karena merupakan sumber energi alternatif, terutama bahan pengganti bensin," katanya.
Menurut Romli, permintaan akan bioetanol di masyarakat juga terus meningkat, hal tersebut menjadi alasan bahwa pengembangan bioetanol menjadi penting dilakukan untuk memenuhi kebutuhan nasional.
Selain itu, pengembangan limbah tomat sebagai bioetanol juga bertujuan untuk menambah nilai jual produk serta menekan laju pembungan limbah tomat sebagai upaya menjaga lingkungan agar tidak terus tercemar.
Penelitian tentang bioetanol dari limbah tomat dilakukan tiga peneliti IPB yakni Muhammad Romli, Heldinnie Gustie Atiqah dan Suprihatini.
Mereka bertiga melakukan proses produksi bioetanol dari limbah buah yang dilakukan melalui fermentasi anaerob oleh Khamir Sacharomyces cerevisiae. Jenis Khamir tersebut mampu menghasilkan etanol dengan kadar yang cukup tinggi yakni 10 sampai 15 persen.
"Sacharomyces cerevisiae digunakan karena memiliki kadar alkohol yang tinggi dari 12 persen hingga 18 persen, kadar gula juga tinggi, serta tetap aktif melakukan fermentasi pada suhu 4 sampai 32 derjat celcius," katanya.
Lebih lanjut dijelaskannya, proses fermentasi etanol tidak hanya membutuhkan glukosa sebagai sumber kabon namun juga membutuhkan sumber nutrisi pendukung lainnya, terutama sumber nitrogen. Penambahan nutrien yang sesuai akan meningkatkan aktivitas mikroorganisme, sehingga produksi etanol juga meningkat.
Romli mengatakan, sumber nitrogen yang biasa digunakan dalam proses fermentasi etanol antara lain adalah ekstrak khamir, corn step liquor, ammonium sulfat, urea, protein, ekstrak gandum, dan bahan lainnya yang pada dasarnya memiliki kandungan nitrogen dalam jumlah tinggi.
"Perlakuan lain yang diamati adalah pengaruh penambahan nutrisi berupa urea dalam media fermentasi," katanya.
I menambahkan, urea mengandung nitrogen dalam jumlah tinggi, dimana unsur nitrogen diperlukan untuk pemeliharaan sel dan pertumbuhan mikroba. Selain itu, penggunaan urea disebabkan oleh mudahnya akses untuk mendapatkan dan harganya yang murah.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa pengayaan nutrien melalui penambahan urea dapat meningkatkan kadar etanol dari 1,26 persen (v/v) menjadi 1,53 persen (v/v) pada fermentor dengan 10 persen inokulum (sediaan yang mengandung jasat renik tertentu).
"Penambahan urea yang dilakukan pada fermentor dengan 15 persen inokulum menghasilkan peningkatan kadar etanol dari 1,59 persen (v/v) menjadi 1,86 persen (v/v)," kata Romli.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017