Bioteknologi modern yang kuat bisa menjadi solusi dalam menghadapi tantangan dan ancaman krisis pangan dunia, tanaman pangan dengan bioteknologi modern harus dikembangan demi mengantisipasi ancaman krisis pangan yang diprediksi memuncak mulai tahun 2050.
Koordinator Pendaftaran Varietas Tanaman, Kementerian Pertanian RI, Lutful Hakim keterangan tertulisnya, Minggu mengatakan titik kritis utamanya adalah alih fungsi lahan dan produktivitas pangan khususnya padi cenderung stagnan.
Dengan 278,70 juta jiwa penduduk Indonesia pada tahun 2023 dan akan mengalami peningkatan sekitar 2,26 persen pada tahun 2030 atau sekitar 285 juta jiwa, maka dibutuhkan sedikitnya 8 juta hektar lahan sawah untuk mencukupi kebutuhan pangan nasional.
Lutful menjelaskan bahwaa pemanfaatan bioteknologi modern sangat dibutuhkan dalam peningkatan profuktivitas pangan. Di tahun 2023 ini, baru 10 jenis jenis tanaman pangan yang berhasil menggunakan bioteknologi modern, diantaranya tebu, kentang, dan jagung.
Maka itu perlu pengembangan berkelanjutan agar lebih banyak jenis varietas tanaman yang bisa berhasil dengan bioteknologi modern.
Sementara itu, Komisi Keamanan Hayati, Roy Sparringa mengatakan, kondisi ketahanan pangan dunia diperparah dengan hadirnya Covid-19. Banyak negara mengalami kelaparan kronis dan kerawanan gizi.
Di Indonesia sendiri, kata Roy, sekitar 95 persen penduduk masih kekurangan asupan buah dan sayur. Karenanya masalah kesehatan seperti obesitas dan stunting masih menjadi prioritas yang harus segera diatasi.
“Stunting memang mulai berkurang, tapi prevalansinya masih tinggi. Sebenarnya, bila bisa diaplikasi dengan maksimal, bioteknologi modern bisa menjadi solusi ketahanan pangan dan masalah gizi di Indonesia. Di negara lain seperti Vietnam dan Philipina bioteknologi modern sudah lebih berkembang,” tuturnya.
Di samping itu, Roy juga menyoroti tren diet sehat yang tengah marak di masyarakat Indonesia. Alih-alih menyehatkan, tren diet sehat hanya bisa memenuhi 60 persen dari standar kecukupan gizi.
Selain itu juga menimbulakan tantangan baru, yakni emisi karbon yang luar biasa. Menurutnya, perlu ada regulasi yang lebih jelas terkait sertifikasi aman pangan.
Di tempat yang sama, Imam Sujono dari PT Syngenta Indonesia mengatakan, pihaknya berhasil meluncurkan benih jagung bioteknologi pertama di Indonesia dengan kualitas tinggi dan memiliki keunggulan ganda.
Adapun benih jagung unggul varietas NK Pendekar Sakti, NK Sumo Sakti, dan NK Perkasa Sakti memiliki keunggulan ganda dan yang pertama kali mendapatkan sertifikat pelepasan varietas di Indonesia.
Keunggulan ganda yang dimiliki adalah toleran terhadap herbisida glifosat serta sekaligus tahan terhadap penggerek batang atau Asian Corn Borer/Ostrinia furnacalis.
Menurut Imam, dengan keunggulan ganda tersebu akan membuat petani dapat menekan ongkos produksi, meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil panen, dan juga membuat budi daya jagung lebih aman dan nyaman.
Selain itu, jagung bioteknologi itu dapat meningkatkan hasil sekitar 10-15 persen dibandingkan varietas sama yang nonbioteknologi, sehingga apabila ditanam secara luas dapat mendongkrak panen jagung dari rata-rata nasional sebesar 5,3 ton per hektare menjadi tujuh ton per hektare.
"Tahun ini, kami terus menggenjot produksi benih jagung agar semakin banyak petani yang mendapatkan benih jagung berkualitas dengan hasil prima dan mendukung swasembada jagung," kata dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023
Koordinator Pendaftaran Varietas Tanaman, Kementerian Pertanian RI, Lutful Hakim keterangan tertulisnya, Minggu mengatakan titik kritis utamanya adalah alih fungsi lahan dan produktivitas pangan khususnya padi cenderung stagnan.
Dengan 278,70 juta jiwa penduduk Indonesia pada tahun 2023 dan akan mengalami peningkatan sekitar 2,26 persen pada tahun 2030 atau sekitar 285 juta jiwa, maka dibutuhkan sedikitnya 8 juta hektar lahan sawah untuk mencukupi kebutuhan pangan nasional.
Lutful menjelaskan bahwaa pemanfaatan bioteknologi modern sangat dibutuhkan dalam peningkatan profuktivitas pangan. Di tahun 2023 ini, baru 10 jenis jenis tanaman pangan yang berhasil menggunakan bioteknologi modern, diantaranya tebu, kentang, dan jagung.
Maka itu perlu pengembangan berkelanjutan agar lebih banyak jenis varietas tanaman yang bisa berhasil dengan bioteknologi modern.
Sementara itu, Komisi Keamanan Hayati, Roy Sparringa mengatakan, kondisi ketahanan pangan dunia diperparah dengan hadirnya Covid-19. Banyak negara mengalami kelaparan kronis dan kerawanan gizi.
Di Indonesia sendiri, kata Roy, sekitar 95 persen penduduk masih kekurangan asupan buah dan sayur. Karenanya masalah kesehatan seperti obesitas dan stunting masih menjadi prioritas yang harus segera diatasi.
“Stunting memang mulai berkurang, tapi prevalansinya masih tinggi. Sebenarnya, bila bisa diaplikasi dengan maksimal, bioteknologi modern bisa menjadi solusi ketahanan pangan dan masalah gizi di Indonesia. Di negara lain seperti Vietnam dan Philipina bioteknologi modern sudah lebih berkembang,” tuturnya.
Di samping itu, Roy juga menyoroti tren diet sehat yang tengah marak di masyarakat Indonesia. Alih-alih menyehatkan, tren diet sehat hanya bisa memenuhi 60 persen dari standar kecukupan gizi.
Selain itu juga menimbulakan tantangan baru, yakni emisi karbon yang luar biasa. Menurutnya, perlu ada regulasi yang lebih jelas terkait sertifikasi aman pangan.
Di tempat yang sama, Imam Sujono dari PT Syngenta Indonesia mengatakan, pihaknya berhasil meluncurkan benih jagung bioteknologi pertama di Indonesia dengan kualitas tinggi dan memiliki keunggulan ganda.
Adapun benih jagung unggul varietas NK Pendekar Sakti, NK Sumo Sakti, dan NK Perkasa Sakti memiliki keunggulan ganda dan yang pertama kali mendapatkan sertifikat pelepasan varietas di Indonesia.
Keunggulan ganda yang dimiliki adalah toleran terhadap herbisida glifosat serta sekaligus tahan terhadap penggerek batang atau Asian Corn Borer/Ostrinia furnacalis.
Menurut Imam, dengan keunggulan ganda tersebu akan membuat petani dapat menekan ongkos produksi, meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil panen, dan juga membuat budi daya jagung lebih aman dan nyaman.
Selain itu, jagung bioteknologi itu dapat meningkatkan hasil sekitar 10-15 persen dibandingkan varietas sama yang nonbioteknologi, sehingga apabila ditanam secara luas dapat mendongkrak panen jagung dari rata-rata nasional sebesar 5,3 ton per hektare menjadi tujuh ton per hektare.
"Tahun ini, kami terus menggenjot produksi benih jagung agar semakin banyak petani yang mendapatkan benih jagung berkualitas dengan hasil prima dan mendukung swasembada jagung," kata dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023