Jakarta (Antara Megapolitan) - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) meminta publik mengawal revisi RUU Penyiaran. Itu harus dilakukan karena Komisi I DPR RI melarang secara total penayangan iklan rokok dalam undang undang tersebut.

Tulus Abadi dari YLKI mengatakan, saat ini industri rokok selalu melakukan berbagai cara untuk bisa memuluskan penjualannya dengan menghapus aturan, menunda implementasi, hingga melemahkan upaya pemerintah.

"Ini harus diwaspadai agar Komisi I DPR RI tetap konsisten," kata Tulus di Jakarta, Kamis.

Menurut Tulus, niat baik komisi I DPR RI juga harus didukung oleh publik mengingat pelarangan total iklan dan promosi rokok di televisi dan radio adalah sejarah baru di Indonesia.

Meskipun diakui Tulus gagasan ini bisa dibilang ketinggalan zaman karena banyak negara lain yang telah lebih dulu membatasi gerak iklan rokok, namun di sisi lain keinginan memutus rantai generasi perokok ini perlu diapresiasi.

Indonesia masih menjadi negara satu-satunya di ASEAN yang belum melarang iklan rokok di media penyiaran, negara tetangga lain seperti Thailand telah melarang iklan rokok pada 1989, Brunei Darussalam telah melarang iklan rokok sejak 1976, Singapura telah melarang iklan rokok sejak 1971 dan Malaysia telah melarang iklan rokok sejak 1982.

Sementara pada skala golobal ada 144 negara di dunia yang sudah melarang iklan rokok.

YLKI mengatakan ada beberapa alasan kenapa iklan rokok tidak boleh siar di televisi dan radio, pertama iklan rokok bersifat manupulatif dan tidak menampilkan fakta .

"Iklan rokok tidak pernah memaparkan zat-zat karsinogen yang ada di dalam rokok, iklan rokok juga tidak menjelaskan bahaya yang dapat dirasakan oleh orang yang mengonsumsinya, hal ini telah melanggar UU Perlindungan Konsumen," kata Tulus.

Selain itu rokok adalah produk legal untuk produk lethal (membunuh) seperti juga minuman berakohol di mana iklan minuman berakohol tidak boleh disiarkan.

"Kenapa di Indonesia iklan minuman berakohol dilarang disiarkan tetapi iklan rokok boleh, ini sangat aneh. Harusnya iklan rokok juga tidak boleh disiarkan," kata dia.

Muhammad Joni dari Komisi Nasional Pengendalian Tembakau (Komnas PT) turut mengapresiasi RUU Penyairan yang melarang total iklan rokok, karena Indonesia pernah membuat peraturan yang melarang iklan rokok.

"Pada masa pemerintahan Presiden Habibie Indonesia pernah melarang penyairan iklan rokok di televisi dan radio namun saat pemerintahan diganti kebijakan itu pun dihapuskan. Jadi saya rasa hal ini tidak sulit dilakukan," kata dia.

Dia juga berpesan Badan Legislasi untuk tidak mengutak-atik RUU Penyiaran yang baru  karena publik senantiasa mengawasinya.

Joni menuturkan revisi UU penyiaran telah dimulai sejak periode lalu, namun sejarah proses penyusunan RUU-nya ditandai oleh catatan buruk saat pasal tersebut hilang di tahap akhir.

"Kami tidak ingin preseden buruk ini terulang lagi. Kita harus kawal bersama agar pasal larangan iklan rokok ini disahkan," kata dia.  

Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani

Editor : M.Ali Khumaini


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017