Project Manager ECPAT Indonesia Umi Farida mengatakan bujuk rayu atau grooming adalah pintu gerbang dalam eksploitasi seksual anak online.
"Grooming itu ibarat-nya pintu gerbang dari segala eksploitasi seksual anak online. Ketika anak menjadi korban, itu pasti pertamanya melalui grooming. Pasti anak di-grooming/didekati dulu oleh pelaku," kata Umi Farida dalam webinar bertajuk "Internet Aman Untuk Anak" di Jakarta, Kamis.
Grooming adalah sebuah proses untuk membangun sebuah hubungan dengan seorang anak melalui penggunaan internet atau teknologi digital lain dengan maksud untuk memancing, memanipulasi, atau menghasut anak agar anak bersedia melakukan kegiatan seksual.
Baca juga: KPPPA: Anak dieksploitasi secara daring
Dalam grooming online, biasanya pelaku mencari anak yang berada dalam kondisi rentan.
"Misalnya anak yang sedang menghadapi masalah keluarga, pertemanan, dan lingkungan sosialnya," kata Umi Farida.
Umi menjelaskan setelah anak percaya kepada pelaku atau ada relasi pacaran dengan pelaku, biasanya pelaku akan melakukan sexting.
"Sexting itu bentuknya bisa obrolan, gambar, foto, atau video," katanya.
Baca juga: Ecpat: Tempat Wisata Rawan Eksploitasi Seksual Terhadap Anak
Sexting akan membuat anak-anak rentan untuk menjadi korban pemerasan seksual, perundungan, bahkan bisa jadi gambarnya disalin atau digunakan dalam koleksi materi yang menampilkan kekerasan atau eksploitasi seksual pada anak.
Setelah pelaku melakukan grooming dan sexting terhadap anak, selanjutnya pelaku melakukan sextortion atau pemerasan seksual.
"Setelah foto/video ada di tangan pelaku, pelaku akan bilang ketemu yuk. Kalau tidak mau, foto/videonya saya sebar. Otomatis anak takut dong. Setelah mereka ketemu, pemerasan-nya berlanjut. Jika kamu tidak mau berhubungan seksual dengan saya, video akan saya sebar. Akhirnya terjadi kasus kekerasan seksual di situ," kata Umi Farida.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023
"Grooming itu ibarat-nya pintu gerbang dari segala eksploitasi seksual anak online. Ketika anak menjadi korban, itu pasti pertamanya melalui grooming. Pasti anak di-grooming/didekati dulu oleh pelaku," kata Umi Farida dalam webinar bertajuk "Internet Aman Untuk Anak" di Jakarta, Kamis.
Grooming adalah sebuah proses untuk membangun sebuah hubungan dengan seorang anak melalui penggunaan internet atau teknologi digital lain dengan maksud untuk memancing, memanipulasi, atau menghasut anak agar anak bersedia melakukan kegiatan seksual.
Baca juga: KPPPA: Anak dieksploitasi secara daring
Dalam grooming online, biasanya pelaku mencari anak yang berada dalam kondisi rentan.
"Misalnya anak yang sedang menghadapi masalah keluarga, pertemanan, dan lingkungan sosialnya," kata Umi Farida.
Umi menjelaskan setelah anak percaya kepada pelaku atau ada relasi pacaran dengan pelaku, biasanya pelaku akan melakukan sexting.
"Sexting itu bentuknya bisa obrolan, gambar, foto, atau video," katanya.
Baca juga: Ecpat: Tempat Wisata Rawan Eksploitasi Seksual Terhadap Anak
Sexting akan membuat anak-anak rentan untuk menjadi korban pemerasan seksual, perundungan, bahkan bisa jadi gambarnya disalin atau digunakan dalam koleksi materi yang menampilkan kekerasan atau eksploitasi seksual pada anak.
Setelah pelaku melakukan grooming dan sexting terhadap anak, selanjutnya pelaku melakukan sextortion atau pemerasan seksual.
"Setelah foto/video ada di tangan pelaku, pelaku akan bilang ketemu yuk. Kalau tidak mau, foto/videonya saya sebar. Otomatis anak takut dong. Setelah mereka ketemu, pemerasan-nya berlanjut. Jika kamu tidak mau berhubungan seksual dengan saya, video akan saya sebar. Akhirnya terjadi kasus kekerasan seksual di situ," kata Umi Farida.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023