Guru Besar dalam Bidang Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof Dr dr Ikhwan Rinaldi mengatakan kualitas pelayanan kanker perlu ditingkatkan dalam rangka menuju Indonesia Emas 2045.
Data GLOBOCAN 2020 memprakirakan adanya 19,3 juta kasus kanker baru dan hampir 10 juta kematian akibat kanker pada tahun 2020. Berbagai penelitian juga menunjukkan adanya peningkatan tren kanker yang terjadi pada usia di bawah 50 tahun.
"Bila kanker tidak ditangani secara komprehensif, kanker dapat menjadi ancaman bagi Indonesia yang akan mencapai puncak bonus demografi pada tahun 2045, bersamaan dengan Indonesia Emas 2045," katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin.
Baca juga: Doktor UI: Embrio salah satu faktor penting keberhasilan proses bayi tabung
Prof Ikhwan mengatakan faktor pendidikan yang kurang, rendahnya pendapatan, jauhnya jarak ke tempat pelayanan kesehatan, penggunaan terapi komplementer dan alternatif, serta rendahnya cakupan deteksi dini kanker menjadi faktor besar keterlambatan layanan kanker yang didapat pasien.
Menurutnya, hampir sepertiga hingga setengah kasus kanker di Indonesia dapat dicegah apabila masyarakat mendapatkan pemahaman yang baik mengenai faktor risiko kanker dan perkembangan intervensi pencegahan kanker.
"Keterlambatan penanganan kanker tidak hanya berdampak pada kualitas hidup pasien, namun juga berdampak pada biaya pelayanan kesehatan," ujarnya.
Baca juga: FKUI beri penyuluhan dan pengobatan kepada santri di Pesantren Kota Depok
Terkait hal ini, Prof Ikhwan mengatakan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah merekomendasikan setiap negara agar memiliki rencana pengendalian kanker nasional yang setara dan mencakup aspek pencegahan, skrining, diagnosis, pengobatan, survivorship, serta perawatan yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarga saat menghadapi masalah terkait penyakit yang mengancam jiwa. Rekomendasi ini dapat dilaksanakan melalui Pusat Kanker Komprehensif.
Pusat Kanker Komprehensif, kata dia, merupakan pusat kekuatan rencana pengendalian kanker nasional dan bertugas untuk mengembangkan pendekatan inovatif dalam pencegahan, diagnosis, dan pengobatan kanker. Lebih lanjut, integrasi antara Pusat Kanker Komprehensif dan layanan kesehatan primer dapat meningkatkan kualitas layanan kanker.
Baca juga: FKUI berikan edukasi tentang anemia dan stunting warga Lombok Barat
Untuk itu, dia menilai mahasiswa FK yang nantinya akan menjadi dokter umum yang bekerja di layanan primer, residen spesialis penyakit dalam, serta residen disiplin lain yang berhubungan dengan pelayanan kanker harus bersiap-siap dengan kompetensi yang paripurna dalam menghadapi tantangan beban kanker di masa depan.
"Untuk dapat memastikan peserta didik memiliki kompetensi yang cukup, diperlukan instrumen asesmen yang memadai seperti Entrustable Professional Activity/EPA (aktivitas profesional yang dipercayakan) sebagai instrumen yang dapat digunakan untuk menilai kompetensi peserta didik," tutur Prof Ikhwan Rinaldi.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023
Data GLOBOCAN 2020 memprakirakan adanya 19,3 juta kasus kanker baru dan hampir 10 juta kematian akibat kanker pada tahun 2020. Berbagai penelitian juga menunjukkan adanya peningkatan tren kanker yang terjadi pada usia di bawah 50 tahun.
"Bila kanker tidak ditangani secara komprehensif, kanker dapat menjadi ancaman bagi Indonesia yang akan mencapai puncak bonus demografi pada tahun 2045, bersamaan dengan Indonesia Emas 2045," katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin.
Baca juga: Doktor UI: Embrio salah satu faktor penting keberhasilan proses bayi tabung
Prof Ikhwan mengatakan faktor pendidikan yang kurang, rendahnya pendapatan, jauhnya jarak ke tempat pelayanan kesehatan, penggunaan terapi komplementer dan alternatif, serta rendahnya cakupan deteksi dini kanker menjadi faktor besar keterlambatan layanan kanker yang didapat pasien.
Menurutnya, hampir sepertiga hingga setengah kasus kanker di Indonesia dapat dicegah apabila masyarakat mendapatkan pemahaman yang baik mengenai faktor risiko kanker dan perkembangan intervensi pencegahan kanker.
"Keterlambatan penanganan kanker tidak hanya berdampak pada kualitas hidup pasien, namun juga berdampak pada biaya pelayanan kesehatan," ujarnya.
Baca juga: FKUI beri penyuluhan dan pengobatan kepada santri di Pesantren Kota Depok
Terkait hal ini, Prof Ikhwan mengatakan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah merekomendasikan setiap negara agar memiliki rencana pengendalian kanker nasional yang setara dan mencakup aspek pencegahan, skrining, diagnosis, pengobatan, survivorship, serta perawatan yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarga saat menghadapi masalah terkait penyakit yang mengancam jiwa. Rekomendasi ini dapat dilaksanakan melalui Pusat Kanker Komprehensif.
Pusat Kanker Komprehensif, kata dia, merupakan pusat kekuatan rencana pengendalian kanker nasional dan bertugas untuk mengembangkan pendekatan inovatif dalam pencegahan, diagnosis, dan pengobatan kanker. Lebih lanjut, integrasi antara Pusat Kanker Komprehensif dan layanan kesehatan primer dapat meningkatkan kualitas layanan kanker.
Baca juga: FKUI berikan edukasi tentang anemia dan stunting warga Lombok Barat
Untuk itu, dia menilai mahasiswa FK yang nantinya akan menjadi dokter umum yang bekerja di layanan primer, residen spesialis penyakit dalam, serta residen disiplin lain yang berhubungan dengan pelayanan kanker harus bersiap-siap dengan kompetensi yang paripurna dalam menghadapi tantangan beban kanker di masa depan.
"Untuk dapat memastikan peserta didik memiliki kompetensi yang cukup, diperlukan instrumen asesmen yang memadai seperti Entrustable Professional Activity/EPA (aktivitas profesional yang dipercayakan) sebagai instrumen yang dapat digunakan untuk menilai kompetensi peserta didik," tutur Prof Ikhwan Rinaldi.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023