Bekasi (Antara Megapolitan) - Keluarga pasien Falya Rafani Blegur mempertanyakan independensi Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDI) dalam menangani dugaan pelanggaran kode etik anggotanya pada kasus malpraktik di Rumah Sakit Awal Bros Kota Bekasi, Jawa Barat.
"Saya mempertanyakan independensi MKDKI, sebab banyak sekali kejanggalan dalam agenda sidang yang mereka gelar hari ini," kata Ayah Falya, Ibrahim Blegur di Bekasi, Kamis.
Dia menilai agenda persidangan MKDKI kali ini lebih mengarah pada penyelamatan lembaga profesi MKDKI dengan membela salah satu anggotanya yang terjerat kasus malpraktik yakni dr Yenni Wiarni Abbas sebagai tergugat dalam dugaan kasus pidana yang menyebabkan Falya (14 bulan) meninggal dunia pada 1 November 2015 di RS Awal Bros Kota Bekasi.
Dia menilai, telah terjadi kepanikan di internal MKDKI atas berlanjutnya kasus pidana malpraktik itu di Direktorat Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda Metro Jaya.
Indikasi kepanikan itu terlihat dari agenda sidang hari ini. Kenapa MKDKI baru melaksanakan sidang hari ini sementara surat laporan terkait pelanggaran kode etik anggota oleh Dr Yenni telah kami sampaikan sejak 16 November 2015.
Pelaksanaan sidang pun terkensan mendadak karena suratnya ditandatangani Ketua MKDKI Dody Firmanda pada 15 November 2016, dan sidang dilaksanakan hanya selang sehari saja, katanya.
Ibrahim menilai, MKDKI merasa posisi Dr Yenni dalam kasus ini sudah tersudut pascaputusan Hakim Pengadilan Negeri Bekasi yang telah memenangkan gugatan perdata atas kasus malpraktik tersebut pada Juni 2016.
"Terlihat sekali sikap reaktif MKDKI yang merasa anggotanya saat ini dalam posisi tersudut. Awalnya mungkin mereka anggap pidana tidak jalan, nyatanya Polda menghubungi saya akan ada gelar perkara internal di Polda Metro Jaya terkait kasus ini," katanya.
Selanjutnya agenda kepolisian akan berlanjut pada penetapan tersangka dan naik ke persidangan, ujarnya.
Dalam agenda sidang dugaan pelanggaran kode etik Dr Yenni oleh MKDKI di Kantor Dinas Kesehatan Kota Bekasi Jalan Sudirman, Bekasi Barat, Kamis siang, dihadiri tiga majelis sidang, sepuluh perwakilan RS Awal Bros dan tiga perwakilan keluarga Falya.
Sidang tersebut tidak bisa berjalan karena perwakilan keluarga memilih `walkout` tanpa menandatangani daftar hadir yang disiapkan oleh penyelenggara.
"Ini aneh, kenapa sidangnya ada di Kantor Dinkes Kota Bekasi, sementara kita tahu MKDKI punya gedung yang representatif untuk kegiatan sidang di kantornya kawasan Gondangdia, Jakarta Pusat," katanya.
Dia mengaku melihat sidang mengarah untuk membuka ruang kompromi antara anggotanya dengan keluarga. Dari awal saya sudah katakan, keluarga akan konsisten pada penegakan hukum, katanya.
Ibrahim menegaskan siap menempuh jalur hukum bila pihak MKDKI melakukan intervensi pada proses hukum pidana yang saat ini sedang berjalan di kepolisian.
"Kalau MKDKI lakukan intervensi pada proses hukum yang berjalan, kuasa hukum keluarga akan tempuh jalur hukum dengan mengugat MKDKI dan melapor pada Ombudsman Negara," katanya.
Sementara itu dalam surat undangan sidang MKDI nomor 1366/U/MKDKI/XI/2016 yang ditandatangani Ketua MKDKI Dody Firmanda disebutkan bahwa agenda tersebut dalam rangka menindaklanjuti laporan dugaan malpraktik yang dilakukan Dr Yenni.
"Tindak lanjut penanganan dugaan kasus ini berdasarkan kewenangan UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang praktik kedokteran dan peraturan konsil kedokteran Indonesia Nomor 32 Tahun 2015 tentang tata cara penanganan kasus dugaan pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi," kata Dody dalam suratnya kepada keluarga Falya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2016