Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi menyarankan agar pemerintah segera melakukan rasionalisasi jumlah keramba jaring apung di sekitar Bendungan Cirata yang kondisinya sudah overload dan bisa mengancam kerusakan lingkungan.
"Kondisi sekarang ini, jumlah keramba jaring apung di Bendungan Cirata sudah overload," kata Dedi yang dihubungi di Purwakarta, Rabu.
Ia menyampaikan, seharusnya keramba jaring apung di areal Bendungan Cirata berjumlah 7 ribuan, tapi kenyataan di lapangan jumlahnya mencapai 40-50 ribu keramba yang ternyata sebagian besarnya tidak berizin.
Baca juga: Dedi Mulyadi motivasi pembudidaya ikan keramba jaring apung buat pakan mandiri
Disebutkan kalau kepemilikan keramba jaring apung di areal Bendungan Cirata tersebut kebanyakan warga luar daerah.
“Dari aspek ekonomi di sini saya yakin satu warga luar daerah bisa menguasai 2 ribu keramba, dan rata-rata pekerjanya bukan warga setempat. Tapi warga luar daerah juga. Akibatnya karena dikuasai warga luar daerah, warga lokalnya membuat keramba lagi di luar zona yang sudah ditentukan,” katanya.
Menurut dia, jumlah keramba yang melebihi ambang batas menyebabkan menjamurnya eceng gondok dan limbah pakan yang membuat ikan mabuk hingga akhirnya mati. Selain itu, dari aspek kepentingan pembangkit listrik juga menyebabkan alat-alat semakin cepat korosi.
Baca juga: Dedi Mulyadi: Perlu pengaturan pola tanam atasi ikan mati massal di Jatiluhur
Sedangkan dari sisi lingkungan hidup, kondisi itu mengakibatkan sedimentasi yang bisa membuat usia bendungan berkurang. Apalagi aliran buangan air dari bendungan kini sudah berubah menjadi kawasan industri dan perumahan.
“Banyaknya keramba menyebabkan over produksi dan harga ikan jatuh bisa sampai Rp12 ribu," katanya.
Kondisi Cirata kini semakin diperparah dengan banyaknya sampah yang terbawa dari aliran sungai. Belum lagi kawasan hutan di sekitarnya ditebangi sehingga bisa menyebabkan longsor.
“Saya menyarankan Perhutani agar tidak menanam tanaman yang bisa dipanen tapi tanaman kayu yang tidak bisa diperjualbelikan, karena fungsinya konservasi bukan produksi,” tuturnya.
Baca juga: Jumlah keramba jaring apung di Waduk Jatiluhur makin tak terkendali
Ia berharap ke depan fungsi Bendungan Cirata bisa kembali dengan hidupnya ekonomi warga lokal. Sebab logikanya keramba ini untuk mengganti masyarakat yang kehilangan tempat tinggal dan pekerjaannya, gantinya mereka bisa memelihara ikan melalui keramba.
Dedi berharap agar ke depan pemerintah segera melakukan rasionalisasi jumlah keramba jaring apung di areal Bendungan Cirata.
“Saya minta segera eksekusi, tidak usah rasionalisasi ke 7 ribu keramba, tapi 15 ribu juga sudah cukup menguntungkan petani lokal. Kemudian KKP memberikan bantuan bibit sesuai dengan apa yang diinginkan oleh petani ikan di sini,” katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023
"Kondisi sekarang ini, jumlah keramba jaring apung di Bendungan Cirata sudah overload," kata Dedi yang dihubungi di Purwakarta, Rabu.
Ia menyampaikan, seharusnya keramba jaring apung di areal Bendungan Cirata berjumlah 7 ribuan, tapi kenyataan di lapangan jumlahnya mencapai 40-50 ribu keramba yang ternyata sebagian besarnya tidak berizin.
Baca juga: Dedi Mulyadi motivasi pembudidaya ikan keramba jaring apung buat pakan mandiri
Disebutkan kalau kepemilikan keramba jaring apung di areal Bendungan Cirata tersebut kebanyakan warga luar daerah.
“Dari aspek ekonomi di sini saya yakin satu warga luar daerah bisa menguasai 2 ribu keramba, dan rata-rata pekerjanya bukan warga setempat. Tapi warga luar daerah juga. Akibatnya karena dikuasai warga luar daerah, warga lokalnya membuat keramba lagi di luar zona yang sudah ditentukan,” katanya.
Menurut dia, jumlah keramba yang melebihi ambang batas menyebabkan menjamurnya eceng gondok dan limbah pakan yang membuat ikan mabuk hingga akhirnya mati. Selain itu, dari aspek kepentingan pembangkit listrik juga menyebabkan alat-alat semakin cepat korosi.
Baca juga: Dedi Mulyadi: Perlu pengaturan pola tanam atasi ikan mati massal di Jatiluhur
Sedangkan dari sisi lingkungan hidup, kondisi itu mengakibatkan sedimentasi yang bisa membuat usia bendungan berkurang. Apalagi aliran buangan air dari bendungan kini sudah berubah menjadi kawasan industri dan perumahan.
“Banyaknya keramba menyebabkan over produksi dan harga ikan jatuh bisa sampai Rp12 ribu," katanya.
Kondisi Cirata kini semakin diperparah dengan banyaknya sampah yang terbawa dari aliran sungai. Belum lagi kawasan hutan di sekitarnya ditebangi sehingga bisa menyebabkan longsor.
“Saya menyarankan Perhutani agar tidak menanam tanaman yang bisa dipanen tapi tanaman kayu yang tidak bisa diperjualbelikan, karena fungsinya konservasi bukan produksi,” tuturnya.
Baca juga: Jumlah keramba jaring apung di Waduk Jatiluhur makin tak terkendali
Ia berharap ke depan fungsi Bendungan Cirata bisa kembali dengan hidupnya ekonomi warga lokal. Sebab logikanya keramba ini untuk mengganti masyarakat yang kehilangan tempat tinggal dan pekerjaannya, gantinya mereka bisa memelihara ikan melalui keramba.
Dedi berharap agar ke depan pemerintah segera melakukan rasionalisasi jumlah keramba jaring apung di areal Bendungan Cirata.
“Saya minta segera eksekusi, tidak usah rasionalisasi ke 7 ribu keramba, tapi 15 ribu juga sudah cukup menguntungkan petani lokal. Kemudian KKP memberikan bantuan bibit sesuai dengan apa yang diinginkan oleh petani ikan di sini,” katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023